"Non.." panggil Ibu yang sedang mengoreng perkedel jagung."Iya."
"Ibu boleh ijin gak?"
"Ijin? Kemana?"
"Mau pulang ke Bandung. Ponaan Ibu mau nikah akhir minggu ini."
"Boleh, Bu."
"Non gak papa hanya berdua?"
"Gak papa, Bu. Aku sudah gak muntah. Bisa beli makan di luar kalo lapar terus kayak gini." ujarku menenangkan.
Aku memang sedang meminta Ibu Titik untuk membuat perkedel jagung di siang menjelang sore ini. Daniel sejak jam dua siang tadi berada dalam ruang kerjanya dan belum juga keluar.
Selera makanku memang menggila, membuatku heran mengapa aku terus-terusan merasa lapar. Apa karena bayi kembarku?
"Jangan kebanyakan makan di luar, Non. Kebanyakan micin." tegur Ibu.
Aku tertawa.
"Iya, Bu."
"Minta Den Daniel aja masak."
"Iya. Kapan Ibu berangkat?"
"Non kasi ijinnya kapan?" tanya Bu Titik berbalik menatapku.
"Terserah Ibu. Ibu maunya kapan?"
"Besok, gak papa?"
"Okay. Berapa lama?"
"Sepuluh hari, bisa?"
"Iya."
"Tapi Ibu belum bilang sama Den Daniel."
"Nanti aku yang kasi tahu."
"Maaf ya Non, Ibu ijinnya mendadak. Ibu sebenarnya berat ninggalin Non. Kasian Den Daniel. Tapi Ibu liat seminggu ini Non baikan sama Den Daniel, jadi lega Ibunya."
"Gak papa Bu. Ibu kalo ada perlu mau ijin atau apa, bilang aja. Gak usah sungkan." ucapku sambil menggigit perkedel jagung yang renyah.
"Nissa juga mau trimakasih sama Ibu. Sudah kasitau Daniel kalo Nissa ke rumah Mama tanpa ijin."
"Iya, Non. Ibu kasian sama Den Daniel. Waktu di Bandung, kerjanya mabuk. Barang-barang dirusakin semua sama dia. Ternyata Non lagi marahan." jelas Ibu.
Bukan marahan, tapi Daniel mutusin aku, Bu!
"Non, Den Daniel itu sayang banget sama Non. Belum pernah Den Daniel ngajak perempuan ke apartementnya. Makanya Ibu senang, akhirnya Non sama Den Daniel menikah."
"Daniel kan ceweknya banyak Bu."
"Ibu gak pernah liat di apartement."
Aku tersenyum. "Nissa kasitau Daniel sekarang deh." ujarku sambil berdiri.
"Oke, Non. Thank you." jawab Ibu dengan wajah sumringah. Aku tertawa keras.
"You're welcome, Bu." jawabku ikut senang melihat wajah Ibu.
"Ini teh Daniel, Bu?" tanyanku menunjuk cangkir teh di atas mampan.
"Iya."
"Biar aku yang bawain. "
"Sip, Non."
Aku mengangkat nampan berisi cangkir teh Daniel dan sepiring kecil perkedel jagung yang masih hangat menuju ruang kerja Daniel.
"Niel?" panggilku setelah pintu ruang kerja Daniel berhasil aku buka. Kursi besar berbahan kulit yang diduduki Daniel berputar dan sosoknya tengah berbicara di telpon terlihat. Daniel memanggilku mendekat dengan isyarat, masih berbicara di telpon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Danissa
RomanceGue Daniel Alfin Notonegoro. Gue punya segalanya. Semua cewek yang gue suka pasti suka juga sama gue kecuali satu orang, Annissa Larasati Dunn! Daniel Alfin Notonegoro, aku sebenarnya takut sama dia, oke, aku hanya takut pada matanya, mata yang bahk...