Aku menatap wajah Daniel yang juga sedang menatapku penuh harap.
"Aku mau menikah denganmu."
"Oh, thank God! Makasih, Cha." senyum Daniel yang secerah mentari tersungging indah di bibirnya.
Aku hanya menatapnya, tidak tersenyum.
Tentu saja.
Aku menunggunya selesai merayakan kemenangannya dariku, sebelum menjatuhkan ultimatum.
"Dengan satu syarat," ucapku dingin ketika senyumnya mulai menghilang dari wajahnya.
"Apapun, sayang. Apapun!" jawabnya kembali tersenyum.
Dia sangat senang, hingga tangannya bergerak-gerak dengan semangat. Aku tahu Daniel ingin menyentuhku, ingin memelukku tapi dia takut aku membentaknya. Mama Fanny ataupun Mbak Cheryl pasti akan langsung masuk jika itu terjadi.
"Kita bercerai setelah setahun," ucapku.
Tubuh Daniel membeku, pupil matanya membesar, senyumnya langsung menghilang dan bibirnya terbuka untuk beberapa saat.
Ide ini pasti tidak pernah terlintas di fikirannya.
Jika bukan karena bayiku, aku tidak sudi menikah dengannya.
Aku bahkan melanggar sumpahku, bahwa lebih baik aku mati daripada harus bersamanya lagi.
Dan sekarang?
Demi bayiku, aku rela melakukan apapun bahkan yang lebih buruk dari kematian.
Apalagi kalo bukan bersama Daniel?
Menikah dengannya merupakan keputusan terburuk yang pernah aku ambil dalam hidupku.
Bagaimana mungkin aku bersama seseorang yang sudah bosan padaku?
Bagaimana mungkin aku bisa bersama seseorang yang dengan sengaja menghianatiku?
Bagaimana mungkin aku bisa bertahan bersama seseorang yang tidak lagi mencintai aku?
Bagaimana mungkin aku bersama seseorang yang terpaksa bersamaku hanya karena tanggung jawab yang harus di tunaikannya?
Aku membenci situasi ini.
Aku membenci karena Daniel terpaksa harus bersamaku demi bayi kami.
Aku tahu dia juga pasti terpaksa melakukan ini demi bayi kami.
Aku tahu dia juga berkorban.
Jadi, setahun kami sama-sama berkorban, kurasa sudah cukup.
"Apa yang kamu katakan, Icha?" tanya Daniel dengan pelan setelah dia tersadar.
"Hanya itu syarat dariku. Setelah bercerai, hak asuh akan jatuh padaku, tentu saja. Yang lain akan tetap sama kecuali status kita. Jika kamu ingin bertemu dia, kamu bebas, kapanpun kamu mau. Kamu juga gak perlu menanggung biaya hid...,"
"Cukup, Anissa. " potong Daniel sedingin es.
Matanya menatap tepat ke retina mataku. Jika di waktu normal, aku akan takut setengah mati pada tatapan itu, hari ini, demi anakku, demi diriku dan demi kebaikan Daniel, aku harus kuat menghadapinya.
Wajah Daniel terlihat merah, matanya ikut merah menahan amarah. Rahangnya mengeras, bibirnya semakin tipis. Tangannya yang berada di atas kasurku mengepal hingga buku-buku jarinya memutih.
Daniel mengerjap, menghela nafas lalu mengangguk pelan setelah dia bisa mengendalikan dirinya.
"Fine. Kita lakukan dengan caramu. Aku juga punya syarat. Kita menikah minggu depan. Kita tinggal berdua dan sekamar. Kamu mau dimana? Malang, Bandung, Jakarta atau Bali, atau dimanapun yang kamu mau. Terserah." ujarnya tanpa menunjukan ekspressi apapun. Bahkan kemarahannya yang jelas terlihat tadi hilang entah kemana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Danissa
RomanceGue Daniel Alfin Notonegoro. Gue punya segalanya. Semua cewek yang gue suka pasti suka juga sama gue kecuali satu orang, Annissa Larasati Dunn! Daniel Alfin Notonegoro, aku sebenarnya takut sama dia, oke, aku hanya takut pada matanya, mata yang bahk...