"Aku.."
**
Suzy gelagapan, ia tak berani menatap ke dalam mata hitam Sehun.
"Ya. Aku mauu!" Ingin sekali Suzy berteriak seperti itu, tapi.. dia masih belum siap. Dia baru lulus SMA, belum lagi kuliahnya. Jujur saja dia belum siap.
"Mm maaf Sehun." Ujar Suzy dengan kepalanya yang menunduk. Memilin ujung bajunya, tentu saja dia takut. Bukan karna Sehun yang akan memukulnya, karna ia yakin Sehun tidak akan sejahat itu. Yang ia takutkan jika jawabannya akan mengecewakan Sehun.
Sehun menghela nafas kecil. Menggenggam tangan mungil Suzy lalu tersenyum. "Tak apa." Ujar Sehun pelan. Mengusap tengkuk Suzy lalu tersenyum.
Sehun akui ia kecewa. Bukan. Bahkan sangat kecewa.
"Maafkan aku." Lirih Suzy lagi.
Sehun tersenyum, memeluk tubuh mungil itu lalu mengangguk. Seperti yang ia katakan tadi, dia tidak mungkin memaksa Suzy karna yang akan mengandung itu Suzy bukan dia.
**
"Ada apa Sehun?" Tanya Suho pelan. Menarik kursi di depan meja kekusaan Sehun untuk dia duduki.
"Seingatku kau tadi mengatakan bahwa kau akan libur hari ini. Tapi kenapa kau malah duduk tenang di kursimu itu?" Tanya Suho lagi. Sedikit penasaran dengan raut wajah CEO muda itu.
"Aku hanya lelah di rumah." Ujar Sehun pelan. Menempelkan pipinya pada meja meja kayu mewah di depannya.
"Bukankah ada Suzy di sana?" Tanya Suho. Lagi.
"Entah perasaanku saja, atau memang kau yang terlalu sering bertanya?" Sinis Sehun dengan raut wajah tak bersahabatnya.
"Kau ada masalah dengan Suzy." Kali ini Sehun tak tau itu pertanyaan atau pernyataan. Sangat datar dan lirih.
"Kau t-"
"Aku tentu saja tau. Pria yang sudah menikah sepertimu hanya karna satu hal." Ujar Suho menyela perkataan Sehun. Mengabaikan status sekretaris dan atasan.
"Anak." Kata Suho. Sukses membuat wajah Sehun kembali murung.
"Aku benar?"
Anggukan Sehun sebagai jawaban. Melempar dasinya entah kemana lalu menatap Suho dalam.
"Apa aku salah? Aku hanya menginginkan bayi mungil itu membuat keributan di rumahku." Lirih Sehun, kentara sekali jika ia sedang sedih sekarang. Bahkan matanya sudah berkaca-kaca.
Itu sisi rapuh seorang Oh Sehun yang tak akan kau ketahui seumur hidupmu.
"Kau hanya menginginkan bayi mungil? Jika ia sudah besar? Kau akan membuangnya."
"Bukan itu maksudku. Aku menginginkannya hingga dia besar. Hanya saja, kau tau yang mengandung itu Suzy. Bukan aku." Gumam Sehun lelah. Mengepalkan kedua tangan di atas pahanya.
Emosinya bercampuk aduk sekarang.
"Aku tak tau bagaimana perasaanmu saat ini. Tapi menurutku, Suzy juga benar. Dia masih belasan tahun bukan? Sembilan belas jika aku tidak salah. Dia masih sangat muda Sehun, bahkan masih remaja. Aku tak membela dia atau pun kau. Aku hanya mengutarakan apa yang aku rasa benar. Untukku. Bahkan dia masih harus kuliah." Ujar Suho panjang lebar. Menyandarkan punggungnya ke kursi lalu menatap Sehun.
"Aku tau kau sangat menginginkan anak. Tapi menurutku, ada baiknya kau pikirkan bagaimana jika kau berada di posisi Suzy saat ini." Tersenyum kecil, Suho bangkit dari duduknya. Mengacak rambut Sehun pelan lalu tertawa kecil.
"Aku yakin kau tau apa keputusan yang terbaik untukmu." Ujar Suho pelan.
Ceklek.
Blam.
Pintu tertutup. Menyisakan Sehun soarang diri yang masih mengulang-ngulang perkataan terakhir Suho.
"Aku tau apa keputusan terbaik?" Ulangnya ragu.
"Tapi aku benar-benar menginginkan seorang anak Suho bodoh. Aku ingin menjadi ayah. Tapi aku juga tidak bisa memaksa Suzy. Benar. Dia masih sembilan belas tahun. Tapi.. ah tuhaaan!" Sehun frustasi sendiri. Membenturkan dahinya ke meja berkali-kali hingga ia tau harus melakukan apa sekarang.
Berjalan cepat menyambar kunci mobil dan jasnya. Memakainya secara asal lalu membuka pintu ruangan dengan terburu-buru.
"Suho aku akan ke suatu tempat. Jangan mengirim pelan apa lagi menelfon." Ujar Sehun seenak jidatnya. Menutup kembali pintu ruangan sekretarisnya itu dengan sedikit bantingan tentu saja.
"YA!! Kau mau kemana? Ada rapat beberapa jam lagi!!" Seru Suho sia-sia. Karna ia yakin Sehun sangat tidak peduli dengan rapat itu hari ini.
"Kau batalkan!" Perintah mutlak Sehun.
"Oh sialan!" Maki Suho dari dalam ruangannya. Mengambil ponsel lalu menekan beberapa digit.
"Batalkan rapatnya." Suruh Suho dengan nafas memburu. Ia yakin setelah ini ia akan mendapat banyak email gara-gara CEO kurang ajar itu.
"Kau harus menaikan gajiku Oh Sehun!"
**
Maka disinilah Sehun sekarang. Berdiri didekat mobil mewahnya serta beberapa paper bag di kedua tangannya.
Ia menghembuskan nafasnya pelan. Berjalan dengan tegap memasuki pekarang tersebut. Dengan senyum tipisnya yang sangat menawan tentu saja.
"Semoga mereka suka." Harap Sehun.
Karna sekarang ia berada di..
TeBeCe.
Seperti biasa beybih. Jangan lupa VOMENT ya. Hagahak ok..
See u next chap.
DAP.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Teacher My Husband : My [CEO] Husband
FanfictionKelanjutan dari kisah hidup Nyonya Oh yang terhormat, Oh Suzy. Sequel dari My Teacher My Husband. . . "Harvard? Oxford? Atau tetap di korea?" -Sehun. "Tetap korea." -Suzy. "Kenapa?" -Sehun. "Kau bisa saja mencari istri baru kalau begitu."