ChanBaekJi sudah pusing berputar-putar mengelilingi kampus hanya untuk mencari satu atau dua makhluk, yang tadi katanya menunggu di cafe sebrang kampus.
"YA! Kau dimana?!" Jiyeon berteriak kesal. Meletakan ponsel di tangan kanannya agar menempel pada telinganya.
"Kembali ke cafe sebrang. Aku sudah ada disana." Nada perintah itu membuat Jiyeon langsung naik darah saat itu juga. Menarik nafas dalam untuk memaki sahabatnya itu seb-
Tut tut.
-elum sambungan diputus secara sepihak oleh manusia kurang ajar di sebrang sana. Ingin cari mati? Okeh.
"YA! KAU PIKIR AKU TAK LELAH?! SIALAN!" Teriakan Jiyeon tak bisa ditahan. Panas sudah jantungnya, bahkan sudah mendidih.
"Cafe sebrang?" Gumam Baekhyun entah pada siapa. Tapi lagi-lagi, itu memancing amarah Jiyeon.
"KAU PIKIR DIMANA LAGI?!" Jiyeon kembali berteriak. Wajahnya sudah memerah sempurna. Berjalan terlebih dahulu dengan kaki yang menghentak kesal, tak lupa umpatan manis untuk Suzy. Ugh, sweet.
"Kenapa dia berteriak padaku?" Heran Baekhyun. Mengerutkan dahinya dengan wajah bingung luar biasa.
"Dia kedatangan tamu rutin?" Tebak Chanyeol, karna setaunya, perempuan itu sangat emosional jika sedang datang bulan. Mitos atau fakta? Entahlah, Chanyeol juga tak tau karna ia tak merasakannya hingga saat ini.
**
"Hei, kenapa kau marah padaku?" Tanya Sehun.
"Diamlah Sehun. Kepalaku sakit. Kenapa selalu ada saja orang yang menjadi entreiner dalam hubungan kita." Desah Suzy lelah. Menyandarkan punggungnya pada kursi lalu menutup matanya.
"Pengganggu itu selalu ada Suzy." Ujar Sehun. Mencondongkan tubuhnya pada Suzy lalu mengecup singkat dahi remaja labil itu.
"Dia cantik. Tak kalah dari Irene. Ku yakin dia juga pintar, atau mungkin jenius. Tinggi, putih, mancung, dan semuanya ada padanya." Suzy mencoba mengingat apa yang ia lihat dari gadis yang bernama Eunji tadi itu.
Sehun tersenyum singkat, menopang dagunya pada sebelah tangan lalu mengedip kecil kearah Suzy. "Yeah ku akui dia memang cantik, putih, pintar dan mendekati jenius." Puji Sehun.
Seketika itu juga wajah Suzy langsung menekuk kesal bercampur sedih. Dibanding gadis itu, Suzy memang tak ada apa-apanya. Ia bodoh, sudah pasti. Point pertama sudah membuat jantungnya menciut sedih. Ia harus apa?
"Tapi dia tak mempunyai cinta yang aku berikan padamu. Jangankan cinta, ketertarikan sedikitpun aku tidak punya." Ujar Sehun. Membuat senyum Suzy mengembang bahagia, sedikit banyak ia merasa beruntung tentu saja.
"Dan juga, jika aku dan dia sama-sama jenius. Tak akan ada yang membuat hubungan menjadi istimewa." Tutur Sehun. "Aku jenius, dia juga jenius. Tak akan ada yang membuatku ataupun dia menjadi istimewa." Lagi. Sehun berujar, menatap mata Suzy seakan-akan ia menyelami manik gelap itu.
"Apa dia mencintaimu?" Tanya Suzy pelan. Menopang dagu lalu mendaratkan dahinya ke meja.
"Aku tidak tau." Bohong Sehun, siapa yang tidak akan tertarik pada lelaki tampan sepertinya? Sempurna? Ia. Tampan? Sangat. Kaya? Bahkan hartanya bisa hingga sembilan belas keturunan. Apa yang kurang?
Suzy mengangkat kepalanya, menatap Sehun dengan penuh harap. Bisa saja pria itu berbohong hanya untuk menghiburnya. "Benarkah?"
Sehun mengangguk ragu. Tentu saja ia tau. Gadis itu sama gilanya dengan Irene. Bahkan gadis itu dengan beraninya datang ke kantornya hanya dengan menggunakan pakaian minim bahan, membuat lekuk tubuhnya yang Sehun akui bagus itu terlihat oleh semua pegawainya. Sehun masa bodoh, toh itu bukan istrinya. Jika saja Suzy yang seperti itu. Sehun pastikan ia akan langsung menamparnya. Setelah itu menyekapnya selama sembilan bulan sepuluh hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Teacher My Husband : My [CEO] Husband
FanfictionKelanjutan dari kisah hidup Nyonya Oh yang terhormat, Oh Suzy. Sequel dari My Teacher My Husband. . . "Harvard? Oxford? Atau tetap di korea?" -Sehun. "Tetap korea." -Suzy. "Kenapa?" -Sehun. "Kau bisa saja mencari istri baru kalau begitu."