"Hai, Brian..." suara Theresa terdengar parau.
Oh, sudah berapa lama Brian tidak mendapati sapaan itu darinya?
Kenapa batin laki-laki itu berbisik, mengatakan bahwa dirinya merindukan sapaan itu?
Brian tersenyum kecil, menyimpan buku novelnya di atas pangkuan, lalu memutar kursi rodanya ke arah ranjang rawat Theresa.
"Hai..." suara laki-laki itu pun sama. Parau, dan sulit diartikan.
Theresa memejamkan matanya sebentar, lalu membukanya lagi dan berkata, "Sudah lama aku tidak melihatmu, Brian..."
Aku juga, bisik Brian dalam hati.
"Tunggu, dokter harus tahu ini," ujar Brian, tak mengacuhkan perkataan Theresa sebelumnya.
Laki-laki itu lantas menekan bel bantuan di samping tempat tidur Theresa. Dan tak lama, seorang perawat datang bersama dengan seorang dokter yang berjalan tergopoh-gopoh.
Brian menjauh dari Theresa, menatap jalannya pemeriksaan yang dilakukan sang dokter terhadap tubuh Theresa.
"Aku baik-baik saja, Dokter," bisik Theresa parau, setelah dokter itu selesai memeriksa kondisinya.
Dokter paruh baya itu menghela napas dan menggeleng kecil. "Theresa, dengar..."
"Mm-hmm... aku sudah tahu," potong gadis itu cepat sambil memejamkan matanya sejenak. "Hanya saja, aku ingin melakukan satu hal."
Dokter itu tampak menantikan kelanjutan ucapan Theresa.
Begitu pun Brian.
Tanpa sadar, jantung laki-laki itu berdebar amat kencang hanya karena menantikan Theresa bersuara lagi.
Tapi... tidak ada suara apa pun.
Hanya mata gadis itu yang tiba-tiba saja mengarah padanya, lalu... dia tersenyum.
Senyuman yang terasa hangat dan semakin meningkatkan debaran jantung Brian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay with Me ✔
Short Story#54 in Short Story (11-11-17) Brian Rowen terpaksa dibawa ke rumah sakit akibat patah tulang yang dialaminya. Kaki kanannya patah karena sebuah kecurangan yang dilakukan oleh lawannya dalam kompetisi sepak bola di sekolah, dan ia terpaksa harus menj...