"Selamat atas kemenanganmu," kata gadis itu, bersamaan dengan embusan angin yang menebarkan wangi aroma parfumnya. Manis dan memabukkan.
"Th-Theresa?" Brian bertanya gugup. Sulit baginya untuk berbicara normal di saat ia sendiri masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar dan rasakan saat ini.
Brian melepas tangan sang gadis, membalikkan tubuhnya dan mendapati wajah mungil Theresa ada di sana, menatapnya dengan seulas senyum manis yang terukir.
"Theresa, ini... sungguh kau?" Brian menangkup pipi tirus Theresa. Rasanya hangat. Sehangat dadanya yang bergemuruh tak menentu.
Sang gadis mengangguk kecil, lantas tertawa pelan. "Ini aku, Brian," sahutnya seraya meletakkan sepasang telapaknya di punggung tangan Brian. "Ini benar-benar aku."
"O-oh... Ya Tuhan..." Brian mengerjap cepat. "Theresa... Theresa... aku..." Brian tertawa ringan. "Ya Tuhan, Theresa, aku benar-benar merindukanmu, kau tahu?" Ia tak membiarkan Theresa membalasnya. Karena kini, ia membawa tubuh mungil Theresa ke dalam pelukannya yang menghangatkan.
"Aku sama sekali tidak menyangka bahwa kau akan datang kemari," Brian melanjutkan ucapannya sambil mengusap lembut rambut dan punggung sang gadis.
Di pelukannya, Theresa mengulum senyuman. "Aku tentu tidak akan melewatkan kesempatanku untuk menonton kompetisimu, sampai akhirnya kau membawa piala kemenangan."
"Oh, ya?" Brian melepas pelukannya, lalu menatap Theresa dengan kening mengerut samar. "Tapi, aku tidak melihatmu selama aku bertanding."
Theresa mengangkat sebelah bahunya. "Mungkin karena kau sibuk bertanding dan berpikir untuk menang, makanya kau tidak menyadari kehadiranku bersama ayah dan bibi, di antara penonton lainnya."
"Ayah dan bibimu juga ikut kemari?" tanya Brian tak percaya.
Theresa mengangguk membenarkan.
Brian mendesahkan napas panjang. "Tapi, kau sungguh tidak apa-apa? Bukankah..."
"Berhentilah mengkhawatirkanku, Brian. Aku sudah tidak apa-apa. Saat itu, aku hanya menjalani beberapa pemeriksaan untuk meyakinkan bahwa kondisi jantung baruku sudah stabil."
Mendengar ucapan panjang-lebar itu, Brian tidak tahan untuk tersenyum senang. "Aku bersyukur, sekarang kau baik-baik saja," katanya penuh rasa lega.
Theresa menggumam. Lalu, "Omong-omong, kau tidak akan kembali ke lapangan? Aku yakin, teman-temanmu pasti sudah menunggumu..."
Theresa membulatkan matanya karena terkejut, pada detik Brian mendaratkan kecupan kilat di bibirnya.
"Kau benar. Ayo, ikut aku. Aku akan mengenalkanmu pada semua teman-temanku, sekaligus ingin bertemu dengan ayah dan bibimu."
Mereka lantas pergi menuju lapangan pertandingan, dengan Theresa yang masih memasang ekspresi terkejut, juga dengan Brian yang diam-diam mengulas senyum jahil.
---oOo---
HEI, KALIAN ADA YANG NYANGKA NGGAK KALAU FIKSI INI BERAKHIR SEKARANG? YA AMPUUUUN AKU KAGET BANGET SEKALIGUS NGGAK RELA FIKSI INI SELESAI T.T
Entah karena emang aku udah cukup lama buat cerita ini, makanya aku agak susah buat muponnya T.T
Brian dan Theresa terlalu melekat di benak aku :(((
Tapi aku sadar, mungkin kalian udah enek karena harus melihat apdetan cerita ini yang muncul hampir setiap hari :((((
Maka dari itu... aku sudahi cerita ini sampai sini (karena memang sudah targetnya juga) :"D
Gimana nih, pendapat kalian mengenai ending-nya? Mengecewakan? Menyebalkan? Atau... gagal total? :"D
Pokoknya, aku mau ucapin makasih buat kalian yang akhirnya berhasil membaca Stay with Me sampai ke bagian akhir tanpa merasakan efek samping seperti mual, muntah, bahkan pingsan /plak/ /ga banget san/
Makasih buat kalian yang selalu kasih semangat buat Isan untuk melanjutkan cerita ini, juga buat kalian yang selalu memberikan vote dan komentarnya. Kuterharu sekali lah :"""
Tapi tenang, masih ada satu lagi bagian, yaitu Epilog-nya yang bakal aku post nggak lama lagi. jadi, tunggu aja, yaa :"D /itupun bagi yang masih mau nungguin/ kkkk
Sampai ketemu di ceritaku berikutnyaaaaa!
With luv,
Isan♥
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay with Me ✔
Short Story#54 in Short Story (11-11-17) Brian Rowen terpaksa dibawa ke rumah sakit akibat patah tulang yang dialaminya. Kaki kanannya patah karena sebuah kecurangan yang dilakukan oleh lawannya dalam kompetisi sepak bola di sekolah, dan ia terpaksa harus menj...