[33]

1.5K 80 3
                                    

Perasaan damai seketika menyelimuti hati Brian Rowen.

Bagaimana tidak? Melihat pemandangan taman rumah sakit yang asri ini tentu saja membuat dirinya merasa damai dan tenang, juga membuatnya lupa pada rasa sakit di kakinya yang sempat berdenyut akibat terbentur dinding kursi rodanya sendiri. Yah, penyebab utamanya adalah tentu saja karena ia berusaha mencegah Theresa agar tidak pergi sendirian ke taman.

Tentunya, harus ada yang menemaninya pergi. Meski sebenarnya, sudah ada Perawat Emily yang menemani gadis itu di taman.

"Brian," panggil Theresa di depannya yang baru saja menyudahi percakapan singkatnya bersama pasien lain. Gadis itu lantas duduk pada kursi panjang taman, tepat di samping Brian yang duduk di kursi rodanya, sementara Perawat Emily sedang sibuk berbincang dengan perawat lain yang juga sedang menemani pasiennya. "Bagaimana perasaanmu sekarang?"

Brian menggumam sebentar. "Cukup baik."

"Syukurlah..." kata Theresa, diiringi embusan napas lega. Keheningan lantas menyelimuti mereka sejenak, sampai Theresa kembali membuka suara, "Brian?"

"Ya?"

"Eng... bolehkah aku bertanya sesuatu?"

Brian menatapnya dalam diam, kemudian laki-laki itu mengangguk agak ragu.

"Jadi... kenapa kakimu mengalami patah tulang?" Theresa bertanya dengan nada hati-hati, takut menyinggung perasaan Brian atau apa pun itu yang membuat perasaannya kembali memburuk.

Mendengar pertanyaan tersebut, Brian langsung menatap sebelah kakinya yang masih diperban dan belum bisa digerakkan semaksimal mungkin. Tersenyum kecil, ia membalas, "Kecelakaan saat kompetisi sepak bola," sahutnya begitu saja sambil mengalihkan perhatiannya ke depan.

"Huh?"

"Ya." Brian menghela napas. "Ada kecurangan dari pihak lawan yang terjadi saat aku mengikuti kompetisi itu," lanjutnya. Theresa tak melontarkan kata apa pun lagi mengenai pembicaraan ini. Karena dari nada bicara Brian dan ekspresinya yang sulit dibaca, laki-laki itu kelihatan tidak ingin membahasnya lebih jauh.

"Oh... begitu..." gumam Theresa pelan. Lalu, "Apa kau... baik-baik saja?"

Brian menatapnya penuh tanda tanya. "Eng... maksudku... perasaanmu sekarang setelah kejadian itu..."

"Cukup baik." Brian menyuarakan jawaban yang sama seperti sebelumnya.

"Tidak ada perasaan yang lain?"

"Memangnya, perasaan macam apa yang kauinginkan?"

"A-apa?"

Oh, Ya Tuhan, mengapa Theresa merasakan kedua pipinya memanas?

Hei, tidak ada hal yang romantis di sini! Brian hanya menanyakan sesuatu yang wajar.

Tapi... kenapa Theresa merasa pertanyaan itu terdengar ambigu?

Oh, tidak.

Ini tidak benar.

Stay with Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang