Kedatangan Andy tidak lagi menghadirkan seberkas rona merah di kedua pipi gadis itu, atau membuat senyuman merekah terpatri di bibirnya, seperti biasa. Yang ada, hanyalah ekspresi muram, serta senyuman yang terkesan dipaksakan. Brian tahu hal ini.
Sepanjang hari, selama Andy, Rose, ayah dan bibi gadis itu datang menjenguk, Theresa tak pernah melepaskan senyum terpaksanya di hadapan mereka. Dan sayangnya, mereka sama sekali tidak mengerti apa arti senyuman itu. Yang mereka tahu, Theresa baik-baik saja. Theresa tidak mengalami sesuatu yang buruk. Theresa...
Oh, Ya Tuhan!
Brian tidak bisa mengungkapkannya secara langsung, tetapi ia benci ketika ia harus melihat ekspresi itu muncul di wajah Theresa. Sungguh, demi apa pun.
Theresa melihat Brian turun dari ranjang untuk duduk di kursi roda, lalu menjalankannya ke tepian ranjang rawatnya.
"Ada apa? Kenapa kau datang kemari?" tanya Theresa, bingung.
Brian terdiam sebentar, lalu, "Aku kemari hanya untuk berbicara denganmu, sekaligus menanyakan keadaanmu," balasnya.
"Oh?" Theresa terkekeh kecil, lalu tersenyum cerah. "Aku baik-baik saja, Brian. Aku tidak..."
"Sudah kukatakan, berhentilah membohongiku, Theresa," potong Brian, kesal. "Aku tidak mudah dibohongi seperti yang lainnya. Seperti kau membohongi Andy, ayah dan bibimu, dan juga Rose mengenai kondisimu."
Senyuman di bibir gadis itu perlahan sirna. Tergantikan dengan ekspresi muram, hingga binar cerah di matanya menggelap. Brian melihat sepasang bola mata gadis itu mulai terhalang oleh cairan bening dan jatuh membasahi pipinya yang tirus. Theresa segera memalingkan wajahnya ke arah lain seraya mengusap kasar pipinya, tak ingin menatap mata Brian lagi.
"Theresa..."
"Kembalilah beristirahat," ucap Theresa, cukup parau, masih tak ingin menatap Brian. "Tentunya, agar kau bisa cepat pulang seperti apa yang kauharapkan, kau harus banyak beristirahat. Jangan sampai kau..."
"Aku tidak akan pulang secepat yang kaupikirkan atau kau harapkan, Theresa," sela Brian kesal. "Aku tidak mengerti, mengapa kau bersikap seperti ini kepadaku," katanya sembari menunduk, menatap kedua kakinya, lalu mendongak dan memerhatikan sisi wajah gadis itu. "Tapi, satu hal yang harus kau ingat,"
Theresa perlahan mengarahkan pandangannya ke manik kelam Brian, menanti kelanjutan ucapannya dalam diam.
"Berhentilah membohongiku lagi, Theresa." Setelah mengatakan itu, Brian lekas memutar kursi rodanya menuju ke tempatnya kembali.
Namun, Brian terpaksa menghentikannya sejenak, ketika ia mendengar Theresa mengatakan sesuatu kepadanya.
"Kau juga harus mengingat satu hal, Brian." Jeda sejenak. "Berhentilah... mengkhawatirkanku secara berlebihan."
Brian mengeratkan genggamannya pada roda kursi.
"Karena aku tidak menyukainya." Theresa menggigit bibir bawah, menahan diri agar ia tidak meloloskan suara tangisnya. "Aku sungguh tidak menyukainya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay with Me ✔
Short Story#54 in Short Story (11-11-17) Brian Rowen terpaksa dibawa ke rumah sakit akibat patah tulang yang dialaminya. Kaki kanannya patah karena sebuah kecurangan yang dilakukan oleh lawannya dalam kompetisi sepak bola di sekolah, dan ia terpaksa harus menj...