"Selamat, Brian. Kau sudah diperbolehkan untuk pulang hari ini," kata dokter Richard, sesaat setelah dokter paruh baya itu membaca hasil rontgen milik Brian. Dokter itu memberikan senyuman sebagai ucapan selamat untuk Brian, sementara Brian hanya menatapnya dengan kegamangan yang perlahan menjalari dirinya.
"Terima kasih, dokter Richard," ucap Anastasia penuh rasa syukur. Dokter itu mengangguk mengiakan, sebelum berlalu meninggalkan keluarga kecil itu yang sedang diliputi kebahagiaan.
Allan dan Anastasia lantas memeluk anak semata wayangnya itu sembari membisikkan kata selamat serta isakan tangis yang bersumber dari Anastasia.
"Kita bisa kembali makan di rumah bersama-sama," bisik Anastasia senang. "Aku pasti akan membuatkan makanan kesukaanmu, Sayang," lanjutnya, kemudian melepas pelukan dan mencium pipi Brian gemas.
"Mom..." Brian mengerang, merasa sedikit tak suka atas sikap berlebihan yang ditunjukkan Anastasia kepadanya. Apalagi, Theresa saat ini sedang memerhatikan dirinya tanpa jeda. Ya, gadis itu tentu mendengar semua ini dari awal.
Brian bisa melihat ada senyuman bahagia yang terpatri di bibir sang gadis, membuatnya merasakan sesuatu yang aneh bergejolak di dalam dadanya.
"Baiklah, Dad akan mengurus dulu segala macam urusan untuk kepulanganmu." Allan menepuk pundak Brian, lalu pergi keluar dari ruangan perawatan.
"Ah, benar, Mom juga harus menghubungi paman dan bibimu. Mereka pasti senang mendengar kabar ini. Tunggu sebentar, Sayang." Anastasia mengeluarkan ponsel dari tas tangannya, kemudian keluar ruangan untuk menghubungi pihak keluarganya yang lain.
"Brian." Theresa memanggil. Atensi Brian teralihkan pada gadis itu yang duduk setengah bersandar di atas tempat tidurnya. "Selamat atas kepulanganmu," katanya, sungguh-sungguh, disertai setetes bulir bening yang mengalir menyusuri lekuk pipi tirusnya.
"Theresa..." Brian merasa napasnya tercekat, sehingga ia sulit untuk berbicara, sedangkan Theresa masih saja memberikan seulas senyum kecil yang entah mengapa, membuat Brian merasa sesak.
"Semua keluarga dan teman-temanmu pasti sangat merindukan kehadiranmu." Theresa berbicara lagi. "Kau tidak boleh memasang wajah seperti itu, ketika hari ini kau resmi dinyatakan pulang."
Selama hanya ada mereka berdua di dalam ruangan itu, Brian memutuskan untuk beranjak dari ranjang rawatnya dan berjalan memakai kruknya, ke arah Theresa.
"Theresa," Brian meraih kedua tangan sang gadis dan menatap matanya lekat. "Aku berjanji, meskipun aku sudah tidak di sini lagi, aku akan selalu datang untuk menjengukmu, untuk menyemangatimu, dan untuk melihat bahwa kau masih baik-baik saja. Seperti sekarang." Brian tersenyum tulus, sehingga gadis itu merasa tersipu malu dan menimbulkan sensasi hangat di kedua pipinya.
"Terima kasih," balas Theresa tanpa menatap mata Brian, sambil tersenyum kecil.
Lalu, Brian memeluk tubuhnya, hingga ia bisa merasakan sensasi hangat menyebar ke seluruh tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay with Me ✔
Short Story#54 in Short Story (11-11-17) Brian Rowen terpaksa dibawa ke rumah sakit akibat patah tulang yang dialaminya. Kaki kanannya patah karena sebuah kecurangan yang dilakukan oleh lawannya dalam kompetisi sepak bola di sekolah, dan ia terpaksa harus menj...