[80]

899 44 2
                                    

Sampai pagi hari menyapa, kedua mata laki-laki itu masih tetap terjaga. Pandangannya lurus ke arah seorang gadis yang terbaring lemah di hadapannya. Ayah dari sang gadis sudah lama pergi meninggalkan ruangan karena harus kembali bekerja.

Brian mendesahkan napas, merasakan bagaimana tubuhnya yang lemas karena tidak beristirahat. Laki-laki itu memilih turun dari ranjangnya seraya meraih kruk yang ia sandarkan di dinding dekat tempat tidur, sebelum melangkah pelan ke arah Theresa yang masih terlelap dalam tidurnya.

Begitu ia berdiri di samping Theresa, Brian menyapanya kaku. "Uhm, hai... Theresa." Suaranya terdengar parau. Rasa sesak seolah-olah kembali menguasai dadanya pada detik ia tidak melihat adanya tanda-tanda Theresa akan membuka matanya meski sejenak.

Satu dorongan kuat memaksanya untuk menyentuh tangan kurus Theresa dan menggenggamnya lembut. Brian membasahi bibirnya berkali-kali. "Bagaimana... kabarmu?" tanyanya hati-hati. Semakin banyak ia berkata, semakin terasa pula sakit yang menghantam dadanya telak, hingga menimbulkan cairan bening di kedua bola matanya.

"Aku... aku merindukan sapaanmu di setiap pagi. Aku rindu ketika kau mengajakku bercanda. Dan aku ingin... kau kembali mengajakku menghabiskan waktu sore hari di taman." Brian membasahi bibirnya lagi. Jemarinya masih betah mengusap lembut punggung tangan Theresa.

Theresa tetap tak memberikan respons apa pun.

Brian kembali berkata, "Sebenarnya, ada sesuatu yang ingin sekali kukatakan padamu, namun aku selalu merasa tidak berani untuk mengatakannya karena... karena aku takut, kau tidak akan suka mendengarnya. Dan sekarang, di saat aku merasa sudah siap, aku malah kehilangan kesempatan itu." Setetes air matanya terjatuh, dan Brian menyekanya dengan cepat.

Keheningan merambat selama beberapa detik.

"Theresa..." Brian menghela napas berat. "Kuharap, kau bisa segera membuka matamu, agar aku bisa mengatakannya, agar kau bisa mendengarnya meskipun kau tak ingin.

"Agar kau tahu, bahwa aku... mulai menyukaimu."

Bodoh. Tak seharusnya Brian mengatakannya sekarang, ketika Theresa bahkan tidak membalas genggaman tangannya.

Namun, Brian terus mengulang pernyataan itu, sampai bibirnya melengkungkan senyuman muram, sampai dadanya dipenuhi harapan-harapan yang dihempaskan dengan mudahnya oleh rasa sakit.

"Aku menyukaimu, Theresa Joyce."

Hal yang tak diduga selanjutnya adalah, setelah Brian mengungkapkan perasaannya, ia melihat kelopak mata gadis itu berkedut samar. Kemudian, ia melihat Theresa membuka matanya dengan amat perlahan.

Dan, Brian bisa merasakan tangan sang gadis yang bergerak lemah di bawah genggamannya.

Stay with Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang