Kening gadis itu kini tak dihiasi kernyitan dalam yang mampu menumbuhkan kecemasan Brian dalam sepersekian detik. Wajahnya tampak tenang, meski tidak setenang yang diharapkan. Embusan napasnya mulai teratur, kala Theresa sudah mendapatkan kembali rasa kantuknya karena obat yang sudah ia dapatkan untuk meredakan serangannya.
Dalam diam, Brian mengembuskan napas penuh kelegaan.
Pintu ruangan rawat itu pun dibuka oleh seseorang yang merupakan ayah dari Theresa Joyce, disusul wanita paruh baya di belakangnya―bibi Theresa. Raut semringah yang semula terpatri di wajahnya lantas dilingkupi kegelapan, pada detik mereka berdua melihat seorang dokter berada di dekat ranjang rawat Theresa.
"Apa yang terjadi?" tanya mr. Joyce setelah ia berjalan setengah berlari menghampiri sang dokter. Sorot matanya berkilat tak senang, takut, dan khawatir.
Sang dokter menghela napas. "Theresa mengalami serangan lagi," katanya muram. "Tapi, Anda tenang saja, Mr. Joyce, kami sudah menangani serangannya saat ini."
Semua yang ada di ruangan itu tidak dapat menutupi kelegaannya, begitu pun Brian yang masih berdiri tidak jauh dari Theresa.
"Lalu, bagaimana dengan pendonor jantung yang kita nantikan? Apakah sudah ada kabar terbaru?" tanya mr. Joyce lagi.
"Sejauh ini, kami masih belum mendapat kabar mengenai pendonor jantung yang tepat untuk Theresa." Dokter itu memejamkan matanya sesaat. "Kita berdoa saja, semoga Theresa segera mendapatkan pendonor jantung yang tepat untuknya," sambungnya, mengakhiri sesi pembicaraan singkat mereka dengan embusan napas yang terdengar berat.
Dokter paruh baya dan juga perawat yang mendampinginya pamit untuk pergi meninggalkan ruangan.
Dan, kepergian dokter itu menyisakan keheningan yang makin memekat.
Brian tidak tahu, apa yang harus ia lakukan di saat seperti ini. Ketika mr. Joyce berusaha menahan isak tangisnya meski rasanya percuma saja, karena Brian masih bisa mendengar isakannya.
Ditambah, penjelasan yang diberikan sang dokter tentang kondisi dan kabar mengenai donor jantung yang dinantikan oleh keluarga Joyce benar-benar menghantam dadanya telak, membuat Brian merasa tidak dapat untuk bernapas dengan normal.
Hingga akhirnya, air matanya kembali terjatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay with Me ✔
Short Story#54 in Short Story (11-11-17) Brian Rowen terpaksa dibawa ke rumah sakit akibat patah tulang yang dialaminya. Kaki kanannya patah karena sebuah kecurangan yang dilakukan oleh lawannya dalam kompetisi sepak bola di sekolah, dan ia terpaksa harus menj...