"Nda, gua balik dulu deh ya."
Alwin alias Winwin, teman sebangku Dinda, sudah mengenakan jaket kulit dan masker mulut dengan menenteng helm warna hijau tua kesayangan nya.
"Yah, kok balik sih? Emang latihan debat udah kelar?" tanya Dinda.
"Udah. Kalo nggak ada lomba emang cepet kelar nya. Abang lo belum dateng?"
Dinda menggeleng seraya menggigit ujung sedotan teh kotak nya.
"Udah mau kuliah gini masih dianter jemput aja lu. Besok kalo kuliah juga gini?" tanya Winwin sebelum memakai helm nya.
Gadis itu mengangguk pelan dengan cengiran khas nya.
Ya mau gimana lagi, kedua abang nya sudah mengikrarkan diri menjadi sopir antar-jemput sang adik sampai lulus kuliah.
Winwin menggeleng lalu menepuk puncak kepala temannya dengan prihatin.
"Tahan tahan lu punya kakak overprotektif kaya gitu. Gua balik ya, udah ada janji sama bokap. Bye, Nda!"
Laki-laki bersurai cokelat tua itu meninggalkan Dinda di halte sekolah seorang diri.
Sudah satu jam ini dia harus rela menunggu salah satu abang nya datang menjemput. Meski sudah ada teknologi ojek online, tetap saja Dinda harus diantar dan dijemput hanya oleh abang nya.
Jemari lentik nya menyusuri laman-laman para masternim untuk berburu foto HQ terbaru dari para bias. Sama seperti remaja putri kebanyakan, Dinda sedang tergila-gila dengan musik Kpop dan segala pelaku industri itu. Entah sudah ada berapa nama dalam daftar bias miliknya, yang jelas Dinda menyukai keindahan. Macam keindahan para oppa Korea.
"Dinda!"
Gadis itu mendongakkan kepala nya. Tepat di depan halte, sebuah mobil sedan dua pintu warna perak terparkir dengan sosok pria di dalam nya. Meski mata Dinda minus, ia masih bisa melihat kalau itu adalah Jeff. Sahabat abang Jun.
"Ayo pulang!" teriak Jeff lagi sampai Dinda beranjak dari tempatnya.
Sepanjang jalan hanya diisi dengan kebisuan dari dua manusia yang ada di dalam mobil itu, berlatar suara merdu Ed Sheeran dalam album pertamanya.
"Jun lagi ada rapat sama hima fakultas nya, jadi gue yang diminta tolong buat jemput." jelas Jeff yang diikuti anggukan Dinda.
Jelaslah abang nya yang minta Jeff buat jemput, mana mungkin inisiatif nya sendiri.
"Udah makan?"
Suara bariton Jeff mengalihkan pandangan Dinda dari gedung-gedung yang seolah berlari dari jendela mobil.
"Belum sih, bang." jawab Dinda, meragu.
"Ya udah kita makan dulu." ujar Jeff sambil mengarahkan setir sedikit ke kanan, memasuki pelataran rumah makan padang yang tak jauh dari rumah Dinda.
"Abang Jeff nggak makan?"
Laki-laki bernama Jeff hanya menggeleng dan mengekori Dinda masuk ke dalam bangunan ber interior khas Kota Padang.
Dinda melahap makanan nya dalam diam, sambil sesekali mencuri lirik ke arah Jeff yang kini sibuk dengan ponsel nya. Sesekali pria itu tersenyum atau mengernyitkan dahi. Dalam lima menit, Dinda bisa menangkap berbagai ekspresi.
Tetap saja Jeff terlihat tampan.
"Loh, Jeff?"
Dinda dan Jeff mengarahkan pandang pada sumber suara yang memanggil nama pria di depan Dinda itu.
"Loh, kok lu disini sih Yas?" tanya Jeff seraya tersenyum.
"Kan rumah gua daerah sini, Jeff. Rumah lu jauh kenapa nyasar kesini?"
"Ini lagi nemenin adeknya Jun. Oh iya, Dinda kenalin ini Yasmin. Yasmin ini Dinda."
Dinda menyalami Yasmin yang mengulurkan tangannya lebih dulu. Dibanding dengan teman Jeff, penampilan Dinda tidak ada apa-apanya. Yasmin terlihat modis dan elegan meski hanya mengenakan kemeja flanel dan jeans sedangkan dirinya terlihat sangat kekanakan dengan seragam putih abu-abu dan cardigan kebesaran warna hitam nya.
"Jeff, dapet salam dari Jingga. Kangen katanya."
Dinda memberhentikan kunyahan pada daging rendang yang baru saja masuk ke dalam mulutnya. Siapa Jingga?
"Halah, basi lo!" jawab Jeff yang nampak menampik namun tidak dengan ekspresi wajahnya. Apa-apaan pipinya jadi merona begitu?
"Sok ngomong basi tapi seneng aja! Ya udah gua balik dulu. Bye Jeff, bye Dinda!" pamit Yasmin setelah bungkusan makanan pesanan nya datang.
"Hati-hati, Yas!" seru Jeff sebelum sosok Yasmin hilang ke parkiran.
Tingkat keminderan seorang Dinda makin bertambah. Kalau memang Jingga adalah orang yang disuka Jeff, ia makin tak ada harapan saja rasanya. Yasmin saja sudah secantik itu, gimana sama yang namanya Jingga?
"Makanan nya jangan diberantakin gitu dong, Dinda."
Teguran Jeff barusan membuat kepala gadis itu mendongak. Dinda hanya menyeringai kaku lalu melanjutkan makan siang nya.
Orang setampan Jeff begitu memang terlalu susah untuk digapai.