"Gua nggak akan bilang semua baik-baik aja setelah ini, Nda. Sama aja gua ngasih harapan palsu. Semua pasti bakal lebih rumit dari sebelumnya, lo juga tau itu" kata Winwin sambil mengunyah popcorn instan yang tadi mereka buat.
Dinda cuma menganggukkan kepalanya.
Mata keduanya menatap lurus ke arah layar laptop yang memutar film dari Lily Collins dan Logan Lerman.
"Perasaan lo ke Bang Jeff gimana setelah kejadian itu?"
Winwin sebisa mungkin tidak mengarahkan pandangannya ke Dinda. Ia membiarkan gadis di sebelahnya merasa bebas dan tidak terbeban dengan pandangan kasihan darinya.
"Nggak tau..." jawab gadis itu jujur.
"Terus ke Lucas?" tanya pemuda itu lagi.
"Sama. Gua juga nggak tau..." jawab Dinda lagi.
Keduanya sama-sama terdiam dan mencoba menikmati film yang terputar. Sebenarnya Doy juga mau mampir ke rumah Prakasita tapi pesawatnya delay berjam-jam dan baru terbang nanti jam 10 malam.
"Kayanya gua sayang sama mereka deh, Win. Abang Jeff sama Lucas" kata Dinda pada akhirnya.
Winwin mengangguk samar seolah ia tau semua akan berakhir disini, "Cinta nggak pernah membiarkan manusia memilih jalan cerita mereka sendiri, Nda. Kita nggak pernah tau bakal suka siapa. Yang bisa kita lakuin cuma menghindari rasa sakitnya sebisa mungkin dan menikmati rasa senang secukupnya."
"Gua benci diri gua sendiri dan juga benci mereka tanpa tau alasan di balik itu semua. Cinta itu ribet ya?"
Winwin menyunggingkan senyum sekilas, "Bukan cinta yang ribet. Tapi manusia nya. Cinta itu simpel kalo kita mengerti cara kerjanya." jawabnya.
Yang sejauh ia tau, Jeffrian adalah arti kata 'sempurna' untuk gadis di sampingnya. Sosok Jeff menjelma pangeran penyelamat buat nya di tengah satu-persatu masalah yang datang tempo waktu itu. Yang ditangkap Winwin tiap kali Dinda memandang Jeff adalah pandangan memuja.
Kehadiran laki-laki itu setiap harinya membuat temannya merasa terbiasa tanpa tau takdir bisa memisahkan dua manusia dengan berbagai cara. Juga tanpa tau orang yang paling ia puja bisa dengan mudah mematahkan hatinya tanpa peringatan dan pengobatan setelahnya.
Entah Jeffrian mengerti atau tidak kalau selama ini gadis yang ia temui tiap harinya menyimpan rasa lebih dari sekedar kakak dan adik. Jelas Dinda berharap lebih, tapi semua itu ia simpan sendiri karena nggak pernah tau bagaimana mengungkapkannya ke Jeffrian.
"Win" panggil Dinda. Membuyarkan lamunan pemuda di sampingnya.
"Hm?"
"Gua nggak mau kehilangan mereka. Gua nggak bisa dan nggak mau memilih" kata Dinda.
"Boleh. Itu hak lo. Tapi inget ya Nda, rencana manusia cuma sekedar rencana kalau Tuhan punya kehendak lain. Yang harus lo inget adalah tiap pilihan Tuhan buat umatnya adalah cara terbaik untuk kita hidup"
Winwin menoleh ke arah Dinda yang masih betah memandangi layar laptopnya, "Apapun nanti akhirnya, gimana pun hasilnya, sakit atau senang, susah atau mudah, itu yang Tuhan anggap terbaik buat kita. Gua nggak mau lo nyalahin diri sendiri untuk suatu hal yang sifatnya diluar kuasa diri lo sendiri. Percaya kalo itu semua cuma takdir yang udah Tuhan tulis bahkan di jauh-jauh hari" jelas Winwin.
Samar-samar terdengar isakan tertahan dari samping Winwin yang jelas datang dari Dinda. Tubuh gadis itu bergetar lemah dengan kepalanya yang tertunduk. Suara isakan nya semakin jelas terdengar seiring layar laptop yang menampilkan scene dimana ibu Logan Lerman meninggal dunia.