Saka memicingkan mata begitu melewati pintu masuk. Diantara ratusan orang ini, ia harus segera menemukan kawan nya yang sudah kelewat teler di salah satu meja. Kalau sesuai info dari Caesar, harusnya tidak jauh dari meja bar.
"Oit, Saka! Disini!" teriak Caesar sambil melambaikan tangan begitu melihat sosok Saka mendekat.
"Wah si anjing abis berapa botol bisa wasted begini?" tanya Saka sambil mencoba menggoyangkan lengan kawan nya.
"Cuma 3. Bukannya si Jeff nggak gampang mabok? Dulu aja beneran wasted lebih dari 5 botol. Kenapa dah ini bocah?"
"Pantes lah jadi sampah begini, lagi demam dia. Bego beneran buset! By the way, makasih ya udah nungguin Jeff. Balik kerja aja lo"
"Beneran nggak apa-apa gua tinggal?" tanya Caesar.
"Iya beneran. Thanks yo! Tagihan Jeff kirim ke gua aja"
Caesar mengangkat jempol nya lalu meninggalkan dua manusia itu di tempatnya. Saka mengecek kondisi Jeffrian sekali lagi, mencoba memastikan kalau manusia itu masih bernapas dengan baik. Entah wajahnya memerah karena kebanyakan alkohol atau suhu tubuhnya di atas rata-rata.
"Gua bawa dia gimana dah? Kan bawa motor gua nya" monolog Saka sambil menepuk kepala nya sendiri.
Ia mencoba meraba jaket dan celana Jeff tapi tidak menemukan kunci mobil sama sekali. Kemungkinan temannya naik taksi online kesini.
"Woy! Jeffrian! Jeff! Bangun yuk pulang!" seru Saka di dekat telinga Jeffrian.
Dentuman musik yang memekakkan telinga tentu menyusahkan Jeff dalam mendengar ditambah dengan kondisi nya saat ini.
"Nyet! Hitungan 5 kaga jawab gua tinggal ya lu biar diabisin ama emak-emak disini! Satu! Dua! Tig-"
"Apa sih Paaaaaa??!!!! Masih kurang apa Jeffrian tiap hari sama Gian?!"
Saka refleks memundurkan tubuhnya sebelum kepalan tangan Jeff menghantam perutnya.
"Malah ngelindur! Bangun anjeeeeenggg! Gua sendirian ini gila apa lo?! Jeff!"
Pemuda bersurai kecokelatan itu mendongakkan kepalanya menghadap Saka dengan wajah sayu. Bahkan di ujung matanya ada bekas air mata yang mengering.
"Jeff capek, Pa. Capeeeeek banget. Disini capek nya. Disini! Papa bisa ngobatin nggak?! Hah?!!" Jeffrian menepuk dadanya berulang kali yang langsung ditahan Saka.
"Woy Jeff, ini Saka. Kita lagi nggak di rumah dan gua bukan bokap lo. Balik, ya? Gua panggilin taksi"
"Jeff mau pulang, Pa. Pulang. Capek rasanya. Papa nggak akan ngerti! Kalo memang lebih berat atasan Papa daripada anak sendiri kENAPA NGGAK PAPA AJA YANG NIKAH SAMA GIAN?!"
Kini Saka membeku di tempat. Terakhir kali ia melihat Jeff super kacau seperti sekarang adalah saat kedua orang tuanya yang hampir bercerai. Dan kali ini ia harus melihatnya lagi.
Kepala Jeff kembali tertunduk di meja. Namun bukan lagi tertidur karena pundak pemuda itu bergetar hebat disertai suara isakan yang cukup keras.
"Lo ada apa sih, Jeff? Cerita dong. Apa guna gua jadi temen? Kenapa lo simpen sendiri kaya gini? Sekarang siapa yang susah? Lo juga kan! Kolot bener!" gerutu Saka sambil mengusap punggung Jeff perlahan.
Saka nggak pernah ada maksud menjauhkan diri dari Jeff seperti apa yang teman-temannya lakukan karena dia nggak paham duduk permasalahan yang sebenarnya. Ia tipikal orang yang akan lebih percaya kalau dengar penjelasan dari yang bersangkutan daripada hanya mendengar dari orang lain. Tapi tiap kali berpapasan di kampus atau nggak sengaja ketemu di minimarket, Jeffrian sudah melengos pergi sebelum Saka sempat menyapa. Belum lagi pesan-pesannya yang terabaikan begitu saja.