Empat Puluh Sembilan

3.6K 626 23
                                    

Kepala Jeff mendadak mumet lihat instastory Dinda beberapa menit yang lalu. Kondisi nya yang terjebak di acara temu bisnis dengan Gian sangat tidak memungkinkan untuknya kabur tanpa terlihat. Apalagi Gian tidak pernah absen melihat nya 10 menit sekali.

Sudah hampir telepon Juniya, tapi dia takut kena marah karena 3 hari ini tidak pernah menjenguk Dinda. Bahkan dia nggak datang waktu si bungsu keluar dari ICU dan dipindah ke paviliun.

"Have some wine, Sir?" tanya Gian dengan membawa dua gelas white wine di tangan kanan dan kiri nya.

"No, thank you." jawab Jeff dingin dan kembali memasukkan ponsel ke dalam saku. "Masih berapa lama? Aku bosen" lanjut nya.

"Hmmmm 15 menit, ya?"

"Oke. Aku ke depan dulu. Mau ngerokok"

Belum sempat Gian menjawab, Jeff sudah lebih dulu beranjak dari duduk nya dan berjalan ke arah pintu belakang dimana ada taman berukuran sedang disana. Beberapa tamu undangan memakai tempat itu untuk sekedar mencari udara segar dan melarikan diri dari jenuh nya acara, atau merokok sepertinya.

Jeff memilih tempat di ujung dan berjongkok sembari menyalakan rokok nya. Gian tidak pernah melarang nya merokok seperti Dinda, malah gadis itu kapan hari membelikan nya cerutu impor plus sebuah korek berlapis tembaga perak dengan ukiran nama Jeffrian disana.

Gian tidak pernah protes saat Jeff menumbuhkan kumis atau jambang nya. Sedang Dinda pasti sudah mencak-mencak menyuruh nya bercukur saat melihat garis tipis kehitaman di celah bibir dan hidung serta bawah dagu nya. Malah kadang Dinda sudah siap dengan alat cukur beserta shave foam milik Johnny dan dengan sukarela membantu Jeff bercukur.

Mendadak Jeff suka membandingkan Gian dengan Dinda. Bagaimana keduanya bisa sangat berbeda dalam berlaku dan bersikap, terlebih saat menghadapi Jeffrian. Gian bisa dengan terang-terangan menentang opini atau omongan Jeff yang tidak sesuai dengan kehendak nya, sedangkan Dinda akan memilih diam sampai Jeff bisa kondusif mendengar pendapat nya.

Dinda nggak pernah protes dengan sikap Jeff yang kadang kelewat cuek dan sibuk dengan dunia nya, sedang Gian menuntut perhatian Jeff 24 jam penuh tanpa ada interupsi.

Bagi Dinda, dunia nya tidak sepenuhnya miliknya. Siapapun bisa tinggal dan merasa nyaman. Bagi Gian, dunia ini berporos pada dirinya. Tidak boleh ada cacat satu pun. Semua miliknya. Semua harus tunduk padanya.

Jeff menghembuskan asap rokok nya keras-keras ke udara. Membiarkan asap putih yang meliuk-liuk itu melebur dengan lembap nya udara malam menjelang hujan.

Sekarang ia bisa merasakan bagaimana Dinda menanggung rindu sendiri. Menanggung rasa kesal dan cemburu tanpa bisa mengadu. Bagaimana lelah nya batin yang dipaksa menunggu. Jeff baru sadar betapa bodoh dan egois nya dia selama ini membuat Dinda sendirian berusaha.

Ingin rasanya Jeff menertawakan diri sendiri. Kadang kita baru bisa sadar betapa pentingnya seseorang ketika mereka sudah pergi. Sekarang Jeff mau kejar Dinda pun rasanya terlampau jauh. Terlalu bahaya kalau dia tetap keras kepala memaksakan keadaan.

Gian benar-benar memastikan Jeff nggak akan bisa ketemu Adinda barang sedetik pun. Tiap gerak-geriknya di bawah pengawasan gadis itu. Di kampus pun Jeff nggak bisa leluasa ngobrol dengan Jun, Saka, Aldo maupun Adnan. Terkesan dia menjaga jarak, tapi Jeff hanya nggak mau teman-temannya terseret seperti Dinda. Kalaupun harus ada yang celaka, itu cuma Jeff. Nggak boleh yang lain.

Tepat di hisapan terakhir, Gian sudah di samping Jeff sambil merapikan mantel nya.

"Yuk pulang" ajak gadis itu.

Jeff hanya mengangguk singkat dan membiarkan lengan Gian melingkar di lengan miliknya.

Jeff hanya mengangguk singkat dan membiarkan lengan Gian melingkar di lengan miliknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bang JeffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang