"Dinda pulaaang"
Setelah menutup pintu dan menaruh tas nya di meja ruang tamu, Dinda merebahkan tubuhnya di sofa.
Rumahnya kembali sepi tanpa ada teriakan Andaru dan Median yang rebutan makanan atau ketawa mereka yang menggelegar satu rumah setelah nonton stand up comedy nya Raditya Dika. Setelah seminggu di Surabaya, akhirnya mereka balik pulang ke Batam sebelum Median balik ke kampus nya di NUS.
Seminggu ini pula dia jarang lihat Lucas di sekolah. Padatnya jadwal ujian praktek dan try out untuk siswa kelas tiga membuat keduanya punya jadwal yang berbeda. Tiap pulang sekolah pun Lucas pasti udah balik duluan untuk les.
Dibilang juga apa, semua nggak akan sama lagi setelah kejadian tempo hari. Mau bilang kangen pun, siapa Dinda? Dia juga takut bikin Lucas makin nggak nyaman dengan perasaan nya sendiri.
Suara bel menginterupsi kegiatan melamun Dinda setelah beres mandi. Ia membungkus rambutnya yang setengah basah dengan handuk dan buru-buru ke bawah.
"Eh? Bang Ten?"
"Halo hehehehe"
Pemuda berkulit putih bersih itu berdiri di ambang pintu dengan hoodie warna hitam nya.
"Mau cari Bang Jun, ya? Belum pulang orangnya"
"Tadi udah janjian sama Juniya sih. Katanya suruh tunggu dulu disini. Nggak apa-apa?"
"Ooh, kalo udah janjian ya nggak apa-apa. Masuk bang. Mau minum apa?"
"Halah nggak usah repot-repot. Santai aja"
Ten mengambil duduk di ruang tamu sedangkan Dinda kembali ke dalam untuk mengambil minuman.
"Jam segini udah balik sekolah ya?" tanya Ten setelah berterima kasih begitu menerima minuman nya.
Dinda nengangguk singkat, "Barusan sih" jawabnya.
"Sama siapa kalo balik? Jun kan masih di kampus"
Ten sedikit banyak tahu tentang bagaimana Jun dan Johnny memperlakukan adik bungsu nya dengan berbagai aturan. Salah satunya pantang pulang dan pergi tanpa diantar kedua kakaknya atau orang yang dikenal keluarga.
"Bang Johnny tadi. Tapi orangnya balik ke kantor soalnya jam makan siang udah abis"
Ten ber-oh ria lalu meneguk sedikit
cola nya."Btw, Nda. Itu matanya kenapa bengkak? Habis nangis?" tanya Ten.
Dinda membeku di tempatnya. Cukup kaget dengan pertanyaan pemuda di depannya itu.
"E-eh maaf maaf kalo aku asal ngomongnya. Suka kebiasaan ini mulut ngoceh sendiri"
Ten menepuk bibirnya beberapa kali hingga tangan Dinda menahan nya, "Udaaah" katanya.
"Nggak apa-apa, bang. Semalem kurang tidur sih, begadang ngerjain tugas jadinya bengkak deh"
Di balik punggung, gadis itu menautkan jari tengah dan telunjuk nya. Sebuah kebiasaan ketika berbohong.
"Ooh, kirain. Gih dikompres pake air dingin biar enakan"
"Gampang lah bang, nanti juga hilang bengkak nya. Ini abang udah makan belum?"
Si bungsu mencoba mengalihkan pembicaraan nya dengan Ten. Dia lagi nggak mau membahas masalah mata bengkak nya.
"Udah sih. Tadi pagi. Eh ini kotak makan nya aku balikin. Makasih ya udah dikasih bekal, enak banget masakan nya"
"Bagus deh kalo-"
Kalimat Dinda terpotong karena bersin nya sendiri. Hidung nya mulai terasa mampet sekaligus gatal. Padahal tadi dia sudah minum obat flu, tapi kayanya nggak mempan.