"Abang, yang kemaren masih ada di rumah..."
"Iya, tapi nggak pernah kamu pake. Abang nggak akan berhenti kasih kamu ini sampe warna hitam putih itu ganti sama warna lain." potong Ten sebelum akhirnya menyodorkan Crayola mendekat ke tangan Dinda.
Entah sejak kapan Dinda jadi hobi mewarnai sambil duduk berjam-jam di kedai donat 24 jam yang tak jauh dari rumahnya. Dan nggak tahu dari kapan juga, Ten selalu menemani gadis itu hingga selesai dan mengantar nya pulang.
Kegiatan mewarnai setahu Ten dari zaman dia masih kecil hingga setua ini selalu memakai warna apapun yang ada pada krayon atau pensil warna; entah merah, biru, kuning, hijau atau cokelat. Tapi Dinda lain. Lembar-lembar buku mewarnai nya hanya diisi warna hitam dan putih. Mau sebanyak apapun Ten membeli Crayola ––– merk krayon favorit Dinda, menurut info dari Juniya, gadis itu akan kembali ke pensil warna, spidol, drawing pen, krayon warna hitam nya. Nggak heran kalau Ten selalu ngeyel membeli Crayola yang baru tiap harinya dengan harapan Dinda akan menyerah dan kembali memakai warna lain untuk mewarnai.
"Abang bawain bento. Cepetan dimakan, baru mewarnai lagi" kata Ten sambil merapikan peralatan mewarnai Dinda dan menyimpannya di kursi samping. Jauh dari jangkauan gadis itu.
Tugas lain Ten selain menemani dan mengantar Dinda pulang adalah memastikan gadis itu makan dan minum dengan benar. Mau se sedih apapun manusia, tubuh tetap harus menerima hak nya; oksigen untuk bernapas, makanan sebagai energi dan minum agar tubuh tetap ter hidrasi dengan baik.
Selesai makan, Dinda akan kembali dengan kegiatan nya dan Ten pun demikian. Langsung menghadap laptop untuk mengerjakan tugas-tugas yang semakin menumpuk tiap harinya.
"Besok udah mulai masuk sekolah ya, Nda?" tanya Ten.
Dinda mengangguk, "Iya, bang." jawabnya.
"Ya udah besok abang anterin, ya?"
"Hmmm nggak usah. Kan ada Andharu yang satu sekolah sama aku. Berangkat pulang sama dia terus sekarang"
Ten mendecak kesal, "Padahal aku juga pengen jemput atau anter kamu sekolah kaya yang lain. Nggak seru ah!" katanya.
"Ya kan dulu terpaksa ngerepotin temen-temennya Bang Juniya gara-gara aturan abang-abang juga. Segala ribet nggak bolejh naik ojek online. Sekarang ada Andharu ya jadinya lebih aman. Lagian aku nggak mau bikin abang makin repot"
"Nggak ada yang merasa direpotin disini, Nda. Wrong address." kilah Ten. "Dulu yang sering jemput sama anter kamu siapa? Si Aldo ya?" lanjutnya.
"Hmmmm bukan. Bang Jeff... Dulu..."
Pemuda berkacamata bundar itu langsung menutup mulutnya rapat-rapat begitu mendengar jawaban Dinda.
"Sorry... Nggak bermaksud kok.."
"Nggak apa-apa, bang. Ya emang dia yang paling sering" jawab Dinda.
Keduanya kembali terdiam dan memilih berkutat dengan kegiatan nya masing-masing sampai Dinda sadar langit di atasnya sudah menggelap karena awan mendung.
"Bang, balik sekarang yuk" ajak nya dengan buru-buru membereskan perlengkapan. Dia nggak mau merepotkan Ten lebih jauh dan memilih berdiam diri di rumah. Setidaknya ada Andharu yang akan menemani.
"Nanti abang nggak mampir ya, Nda. Mau langsung jenguk Jeff"
Dinda mematung di tempatnya. Jeff sakit?
"O-oh. Iya. Nggak apa-apa. Emangnya... Bang Jeff sakit apa?" tanya Dinda hati-hati.
"Kalo kata Saka sih tifus nya kumat. Mana semalem dia wasted banget di bar, untung nggak dirampok disana."