Tiga Puluh

5.2K 827 40
                                    

Semoga tak bosan lah kalian aku update mulu~~~





Pergi ke pensi dengan lawan jenis yang status nya pedekate bagi Johnny hanya ada 2 akhir:


Patah hati atau makin jatuh cinta.


Dia udah ngerasain itu semua, sakit dan senang, dari masih SMA sampe kuliah. Ngerasa gimana nikmatnya pulang dari pensi dengan status punya pacar baru dan sedihnya pulang dengan keadaan tertolak dengan mutlak.

Tapi toh, alasan untuk patah hati dan jatuh cinta nggak cuma itu dan nggak sesimpel kasus nya Johnny.

Manusia, cinta dan ego adalah kombinasi paling rumit yang pernah ada. 

Itu sebabnya dia masih bangun jam segini nonton serial The Flash yang belum dia kelarin sekalian revisi pekerjaan anak magang kantornya.

Menurut tracker, Dinda udah pulang dari tempat Jun 10 menit yang lalu jadi bentar lagi pasti nyampe.

Kelar sama punya anak magang, dia jalan ke dapur buat bikin cokelat panas dan nyalain pendingin ruangan di kamar Dinda biar adiknya bisa cepet bobo kelar beres-beres.

"Assalamualaikum..."

Pintu depan terbuka pas Johnny nyampe di akhir anak tangga. Dinda masuk dengan wajah menunduk dan sepertinya nggak tahu kalo abangnya nungguin.

"Wa alaikumsalam"

Gadis itu mendongakkan kepalanya dan jelas terlihat cetakan air mata di kedua sisi pipinya. Johnny merentangkan tangannya lebar-lebar.

"Someone needs a big hug?" tanya nya.

Dinda langsung meringsek memeluk si sulung erat-erat dengan isakan tangis tertahan karena wajah Dinda yang menempel di dada Johnny.

Ini yang paling Johnny nggak suka dari konsep Dinda deket sama lawan jenis selain dirinya, Jun dan Ayah;

Patah hati.

Johnny selalu merasa tempat teraman untuk Dinda ya cuma mereka.

"Sshhhh you're safe now. Abang disini" bisik pemuda itu sambil mengusap punggung adiknya dengan teratur.

Setelah dirasa tangis Dinda mereda, Johnny membimbing adiknya untuk duduk di sofa depan TV dan menyodorkan minuman yang dia bikin tadi.

"Minum gih biar enakan. Abis itu naik, bersih-bersih, ganti baju terus tidur." kata Johnny.

Dinda hanya mengangguk dan menuruti apa kata kakaknya.

Nggak, Johnny nggak akan mengorek informasi apapun perihal kenapa adiknya pulang dengan keadaan sedih begini sekarang. Itu hanya akan membuat Dinda makin kacau.

Tidur yang cukup mungkin akan membuat si bungsu lebih baik. Lagipula ini sudah terlalu larut dan Johnny sendiri butuh istirahat karena seminggu kemarin dia habiskan untuk lembur.

"Abang makasih, ya?" kata Dinda dengan suara parau.

"Sama-sama. Udah minumnya?"

Dinda mengangguk dan menaruh gelas nya kembali ke meja.

"Sekarang naik, kalo mau mandi pake air anget kalo nggak ya cepetan cuci muka cuci tangan biar setannya ilang, ganti baju yang nyaman terus bobo"

Dinda mengangguk lagi dan memeluk kakaknya sekilas sebelum naik ke kamarnya sendiri.

Johnny menghela napas dan membereskan gelas dan piring makanan punyanya ke dapur.

Kali ini dia nggak akan ikut campur urusan adiknya itu. Dinda butuh proses jadi dewasa tanpa bantuan Ayah ataupun kedua kakaknya.

Bang JeffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang