Delapan

6.8K 1.1K 76
                                    

Jeff mencabut kontak sepeda motor nya dan berjalan mengekor ke arah Johnny menuju ruang tamu. Setelah menyimpan sepatu dan helm nya, ia ikut melangkah masuk.

Samar-samar ia mendengar suara percakapan dalam bahasa Korea dari ruang keluarga.

"Tumben bang jam segini udah di rumah?" tanya Jeff.

"Dapet libur 3 hari. Lumayan buat istirahat sama bersih-bersih rumah. Eh iya kata si Jun dia balik setengah jam lagi, masih ketemu dekan katanya." jelas Johnny sambil menghampiri sang adik.

"Dinda nggak sekolah?" tanya Jeff saat mendapati gadis berpiyama kuning cerah itu bergulung dengan selimut di sofa ruang keluarga.

"Lagi sakit ini makanya absen. Tamu bulanan." Johnny yang menjawab sambil mengelus pinggang adiknya.

"Adek makan, yuk. Abang udah bikin sup sama perkedel, abis itu minum obat biar enakan badannya." bujuk Johnny yang hanya dibalas gelengan oleh Dinda.

"Adek nggak mau makan, abang. Nggak enak rasanya dibuat makan. Begah. Enek. Mual." jawab Dinda ketus sambil mempererat pegangan pada selimut nya.

Johnny menghela napas dalam-dalam. Seharian ini Dinda menolak makan, hanya mau minum susu cokelat dan seperempat roti tawar gandum untuk mengisi perut. Ia juga menolak minum suplemen penambah darah dan obat anti nyeri. Begini susahnya kalau Dinda kedatangan tamu bulanan.

"Abang mandi dulu deh, ya. Jeff sini tungguin si adek!"

Jeff mendaratkan pantat nya di tempat Johnny, tepat di samping Dinda yang hanya menatap datar televisi di depannya. Sesekali ia bergerak hanya untuk membenarkan letak selimut dan guling nya.

"Dinda mogok makan?" tanya Jeff sambil memainkan poni gadis itu.

Dinda hanya menggeleng tanpa menatap Jeff.

"Terus kenapa nggak mau makan, sih? Kasian tau abang Johnny udah masakin tapi nggak dimakan."

Dinda hanya menggeleng lagi sambil terus menatap televisi.

Jeff menghela napas dalam-dalam. Ia tidak punya saudara perempuan, karena ia anak tunggal di keluarga nya. Tapi ia sedikit banyak mengerti kalau perempuan dalam masa haid sangat rentan dengan emosi. Bisa tiba-tiba sedih, senang dan marah. Macam Dinda saat ini.

"Abang mau curhat dong, dek. Galau nih." ujar Jeff sambil membenarkan duduk nya untuk menghadap Dinda.

"Cerita aja, Dinda dengerin." jawabnya ketus tanpa melihat Jeff.

"Enaknya abang ganti kulit jok mobil yang ini atau yang ini?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Enaknya abang ganti kulit jok mobil yang ini atau yang ini?"

Jeff menyodorkan ponsel nya ke arah Dinda, memperlihatkan deretan warna dan jenis kulit jok mobil yang membuat Jeff galau.

"Abang kan baru ganti sih, kenapa ganti lagi?" tanya Dinda seraya mendudukkan dirinya menjadi sejajar dengan Jeff.

Jelas Dinda tahu kapan terakhir kali pria itu mengganti aksesori mobilnya karena Dinda-lah yang memilihkan, sama seperti sekarang.

"Bosen ih dek, lagian kan ganti kulit jok biar nggak keinget mantan. Hehe."

Dinda mendengus geli

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dinda mendengus geli. Ini Jeffrian minta ditabokin banget emang.

"Demen amat sih bang buang-buang duit. Disimpen kek buat calon istri nya besok!" gerutu Dinda sambil men-scroll deretan gambar itu.

Jeff tidak menanggapi, tangannya sudah menggapai piring berisi nasi lengkap dengan lauk-pauk milik Dinda yang sedari tadi tidak tersentuh.

"Buka mulut dong, adek." ujar Jeff lirih sambil menyodorkan sendok berisi nasi dan lauk ke arah bibir gadis di sebelahnya.

Entah sadar atau tidak, Dinda menuruti permintaan Jeff dengan pandangan mata yang masih tertuju pada layar ponsel. Jeff tersenyum senang begitu Dinda mengunyah dengan perlahan makanan yang baru saja ia suap.

Sesekali tangan Jeff mengusap pinggang dan punggung gadis di sampingnya ketika Dinda meringis kesakitan. Pengalaman dari para mantan ketika datang tamu bulanan.

"Abang mau yang warna merah, tapi mau warna cokelat juga. Tuh yang itu tuh!" tunjuk Jeff ke arah ponsel nya.

"Hmmmm lucu yang merah sih bang. Tapi model nya yang jelek, rada kampungan. Nggak ada yang mirip kaya yang sekarang, ya?"

"Kayanya nggak ada sih, besok abang lihat kesana deh. Adinda mau ikut juga?"

Dinda terdiam sebentar sambil mengunyah makanan nya.

"Es krim dulu!" tawar Dinda dengan mata menyipit.

"Deal! Nah karena Dinda udah bisa habisin makanan, minum obat dulu baru beli es krim. Bisa?"

Dinda mengerjapkan mata dengan bingung. Kapan ia makan?

Piring yang tadi ditaruh Johnny sudah tidak ada isinya. Ia mengecap pelan, masih ada rasa kentang dari perkedel.

"Abang mah!" Dinda melempar bantalan sofa yang hampir mengenai wajah Jeff.

"Ih dipukul ini abang nya! Udah ayo minum obat dulu!" ujar Jeff sambil mengambil dua butir kapsul berbeda warna dan menaruh nya di telapak tangan Dinda.

Dinda memberengut kesal sambil menelan semua obatnya sekaligus dan mendapat decakan kesal pria di depannya.

"Kalo minum obat itu satu-satu ya, Janna Adinda!" tegur Jeff sambil mencubit hidung Dinda.

Keduanya tidak menyadari kalau ada tiga pasang mata yang kini menonton mereka dengan perasaan campur aduk; sepasang mata warna hazel dengan rambut panjang kecokelatan melihat mereka dengan kesal sedangkan sisanya menatap dengan bingung.

Jun dan Johnny saling bertukar pandang dengan alis yang tertaut. Dinda paling susah kalau diajak makan saat datang bulan, sedangkan Jeffrian dengan mudahnya membuat si bungsu menurut begitu saja.

Di sisi lain, Clarissa menahan emosi sekuat tenaga. Jeff tidak pernah meminta pendapat apapun kepadanya dan tidak pernah menyuapi nya saat sakit. Satu hal yang pasti saat ini, ia cemburu.

 Satu hal yang pasti saat ini, ia cemburu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bang JeffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang