Lima Puluh Sembilan

3.5K 588 42
                                    

Part ini bakal panjang banget dan mungkin sebagian dari kalian bakal ngerasa bosen. Terlalu malas bagi part nya hhhh maafkan.









"Teh, titip kunci mobil dong! Mules! Duluan deh kesana!"

Andaru buru-buru menyerahkan barangnya dan berlari ke toilet terdekat disaat mereka baru sampai di rumah sakit. Dinda mencibir pelan, ini sih gara-gara Andaru ngeyel mau beli Mie Abang Adek segala level-level an. Dari semalem juga mules terus.

Masih 15 menit sebelum jam besuk dimulai, Dinda memutuskan ke kantin dulu untuk beli minuman dan cemilan sebelum ke ICU tempat Jeff dirawat. Ia sudah mengirim pesan singkat untuk adik sepupunya agar bertemu di kantin belakang.

Di jam-jam seperti ini, kantin cukup lengang. Menyisakan beberapa pengunjung yang entah hanya sekedar istirahat sambil minum teh dan kopi atau menunggu sanak saudara sebelum bersama-sama menjenguk orang yang sama.

Mumpung tidak ada kedua kakaknya ataupun Median yang baru bisa menyusul malam nanti karena tanggungan tugas, Dinda memesan segelas americano untuk dirinya sendiri. Semalaman ia susah tidur karena dihantui mimpi yang sama; Jeffrian.

Dinda sampai nggak habis pikir, karena masalahnya, adegan yang terputar selalu sama. Posisi nya Dinda yang seolah baru bangun tidur langsung mendengar ponsel nya berbunyi dengan panggilan dari Jeff yang minta dibukakan pintu pagar.

Setelah dia cerita ke Andaru, barulah adik sepupunya menjelaskan kalau malam dimana Dinda ulang tahun, gadis itu mengalami sleep-walking dengan alasan mau bukain pintu untuk Jeffrian yang sudah ada di depan. Padahal nggak ada orang sama sekali disana. Dan malam itu juga, Jeff mengalami kecelakaan tunggal.

Menghela napas lega karena melihat sosok familiar yang duduk di ujung ruangan, Dinda bermaksud menyusul Adnan, Ten dan Aldo yang sepertinya baru selesai dengan makan siangnya. Tapi urung karena sepertinya mereka sedang membicarakan sesuatu yang sifatnya rahasia. Buru-buru si bungsu mengambil duduk di belakang Aldo dan Ten, beruntung karena tiap kursi di dekat meja diberi sekat antara satu sama lain sehingga Dinda lebih leluasa menguping.

"Sssttt!!! Bacot lo gede amat bangsat!" protes Ten ke Adnan yang memang berkomentar terlalu keras tadi.

"Gini lho, dari semua kasus yang ditangani sama kakak gua, pengemudi kecelakaan tunggal nggak akan diberi hukuman apapun karena posisi dia juga korban. Lo pada denger sendiri kan alasan Jeff  kecelakaan gara-gara dia ngantuk?"

"Iya, Nan. Tapi itu baru dugaan sementara sebelum akhirnya Gian buka suara" balas Ten yang membuat kedua temannya terdiam. Begitupun Dinda. Tanpa sadar ia sudah menahan napas sejak nama itu disebutkan.

"Tunggu, kenapa mendadak ada Gian?" tanya Aldo.

"Ternyata malem itu Jeff nggak sendirian bawa mobilnya. Ada Gian yang jadi penumpang. Tubuh dia terlempar beberapa meter dari lokasi kejadian dan luput dari pemberitaan media karena pihak orang tuanya. You know how much power they had. Dan Gian memberi kesaksian kalau Jeff memang sengaja mau celakain mereka yang lagi di dalem mobil karena mereka ada masalah dan Gian minta putus ke Jeff" jelas Ten.

"Se menye-menye nya Jeff pacaran sama cewek, baru kali ini gua denger alasan paling nggak masuk akal sampe Jeff nabrakin mobil ke pembatas jalan cuma gegara nggak mau diputusin. Gua nggak percaya." putus Aldo.

"Terus Gian sekarang kondisi nya gimana?" cecar Adnan. "Ada di rumah sakit ini, baru sadar semalem karena ada benturan di kepala yang bikin dia harus dioperasi. Kesaksian dia dikasih tadi pagi dan kebetulan salah satu temen gue megang ini kasus. Antara percaya nggak percaya karena Jeff masih koma dan polisi tentu berpegang ke saksi yang masih hidup, disini ya Gian tentunya. Jeff bisa dijadikan tersangka dengan dakwaan lalai dalam mengemudi sampai menimbulkan korban luka-luka. Kalau ada korban meninggal, hukumannya bakal lebih berat." jelas Ten.

Bang JeffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang