sebelas

3.1K 218 1
                                    

"Lo sejak kapan bawa bekal ke sekolah?" tanya Erlan saat melihat Kenzo membawa bekal masuk ke dalam kelas.

"Bukan gue juga yang mau". Sebelum Kenzo menjelaskan semuanya, bel masuk telah berbunyi.

Setelah pelajaran usai, semua siswa berhamburan keluar kelas. Pagi ini seluruh siswa sudah diperbolehkan pulang karena ada rapat penting mengenai renovasi di sekolah.

Demikian juga Kenzo dan keempat sahabatnya. Mereka pulang menuju apartemen Kenzo. Membawa mobil mereka masing-masing.

Sesampainya di kamar Kenzo, Reno langsung membaringkan tubuhnya di kasur empuk Kenzo. Erlan duduk di sofa bersama Devan, dan Rifan tidur di karpet tebal di depan sofa. Kenzo melepas seragamnya dan mengggantinya dengan kaos hitam polos.

Mereka semua sibuk sendiri entah dengan ponselnya atau mencoba untuk tidur. Reno sudah ada di alam mimpinya sekarang.

Saat semua orang sudah hampir tertidur, Erlan mengajak Kenzo keluar menuju rooftop.

"Zo, please lo jangan buat gue takut". Erlan menggenggam tangan Kenzo.

"Apaan sih lo tiba-tiba ngomong gitu. Pake pegang tangan gue lagi. Jangan-jangan lo... "

"Ish gue serius". Tapi Kenzo masih menatap Erlan ngeri. Takut-takut Erlan benar-benar gay.

"Gue bukan gay Zo, please jangan natap gue gitu" Erlan buru-buru melepaskan tangannya.

Kenzo sebenarnya sudah tahu apa yang akan dibicarakan Erlan padanya. Tapi ia berusaha mengelak untuk mengetahui maksud Erlan.

"Zo, lo jangan nyerah ya buat sembuh. Kita semua disini selalu ada kok buat lo. Please Zo, gue nggak mau lo ninggalin kita".

"Lo apaan sih lebay banget. Gue nggak apa-apa, gue masih bisa sembuh. Tenang aja gue masih pengen hidup lebih lama lagi buat bahagiain orang-orang yang sayang sama gue"

"Tapi kalo dipikir lagi ngapain gue hidup kalo ada yang nggak nganggep gue hidup disini?" lanjut Kenzo.

"Lo ngomong apa sih? Siapa yang nggak nganggep lo disini? Bilang sama gue jangan takut". Tanya Erlan.

"Papa". Hanya satu kata dari Kenzo yang membuat Erlan bungkam seribu bahasa. Bagaimana ia bisa membiarkan Kenzo jatuh di titik terlemahnya.

"Maafin gue, gue nggak bermaksud gitu sama lo" Erlan memegang kedua pundak Kenzo.

"Nggak apa-apa kok lagian gue juga nggak bisa ngarepin apa-apa dari papa".

"Lo bisa tinggal di tempat gue kalo lo mau. Pintu rumah gue selalu terbuka buat lo. Tetep jadi sahabat gue yang kuat. Tetep jadi adek buat gue yang selalu pengen gue lindungin." Erlan memeluk Kenzo dengan erat. Berharap Kenzo tak akan meninggalkannya dalam waktu dekat ini.

-----

"Ndien, tolong anterin bolu ini ke rumah Kenzo ya" suruh mama Andien.

"Sekarang Ma, oke sini bolunya" Andien sangat bersemangat hingga membuat mamanya heran. Biasanya Andien sangat susah untuk disuruh.

Andien mengetuk pintu rumah Kenzo berkali-kali tapi tidak ada yang membukanya. Saat Andien hendak berbalik badan untuk pulang, tiba-tiba pintu itu terbuka. Menampilkan sosok Adri dibaliknya.

"Ada apa?" tanya Adri.

"Em maaf mengganggu tapi ini ada titipan bolu dari mama aku". Andien memberikan bolu itu pada Adri.

"Sebentar, kayaknya wajah kamu familiar deh. Tapi kapan ya kita pernah ketemu?"

"Aku junior di sma yang sama dengan kakak dan Kenzo. Kenalin nama aku Andien". Andien mengulurkan tangannya sambil tersenyum.

THE LOST TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang