Seorang pria dengan memakai jas Dokter tengah berhadapan dengan seorang pria paruh baya, dia menyodorkan sebuah amplop pada pria yang ada di depannya diiringi raut wajah yang sulit diartikan.
"Apa ini?" Tanya pria tersebut, ia menatap Dokter dengan tatapan penuh tanya. Segera ia meraih amplop tersebut kemudian membukanya, tubuhnya terasa lemas seketika seakan ingin merosot ke bawah, kedua matanya memanas siap untuk menumpahkan air dari pelupuk matanya.
"Ma--maksudnya ini apa?" Tanya pria tersebut dengan bibir bergetar.
"Maafkan aku," kata Dokter tersebut dengan raut wajah sendu.
"Maksud kamu. Anak aku sudah tak punya harapan?" Pria tersebut memandang lamat Sang Dokter.
"Sel Kanker sudah menyebar ke seluruh tubuhnya," kata Dokter tersebut dengan bibir yang bergetar.
"Apa kamu bilang?!"
"Penyakitnya tak bisa dianggap remeh, kita harus segera melakukan operasi."
"Aku mohon sembuhkan anakku." Kini nada suaranya bergetar di karenakan ia menangis.
"Aku gak bisa berbuat apa-apa, kita berserah diri saja sama Allah."
"Kamu kan Dokter, seharusnya kamu bisa menyembuhkan!" Nada suara pria tersebut meninggi. Membuat Dokter tersebut terperanjat kaget, ia menatap lekat manik mata Dokter tersebut .
"Erwin!" Bentak Dokter tersebut.
Dokter tersebut memijit pelipisnya, kemudian ia menghela napas kasar, "Maafkan aku Erwin."
"Aku mohon bantu anak aku Ndra." Tatapan mata Erwin tampak seperti penuh permohonan pada sosok Dokter di depannya ini.
"Win, dengerin aku. Kamu berdoa sama Allah supaya anak kamu diberi kesembuhan, aku nggak janji untuk bisa menyembuhkan anakmu," kata Dokter Hendra dengan nada selembut mungkin.
Tak apalah ia dibilang cengeng oleh siapapun, walaupun dipandang sebagai seorang ayah yang pantang menangis. Erwin tetaplah manusia biasa, ia bukan malaikat. Ia bisa saja rapuh seperti saat ini. Saat di mana ia benar-benar rapuh seolah kehilangan semangat untuk hidup.
Mendengar kabar kalau sang anak tak mempunyai harapan untuk bertahan hidup, membuatnya seperti seorang ayah yang tak berguna, ia tak becus menjaga sang anak dengan baik.
"Dulu Papah pernah punya penyakit kanker, apa hal itu juga nurun ke Alisha?" Tanya Erwin di sela-sela tangisannya.
"Win, soal penyakit bukan faktor turunan aja. Kanker darah bisa disebabkan oleh pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel-sel darah. Sel-sel normal di dalam tubuh mengikuti jalur pertumbuhan teratur, pembelahan, dan kematian tapi sel-sel kanker darah tidak. Mereka tidak mati secara otomatis. Selain itu, sel-sel abnormal dapat menyebar ke daerah lain, menekan sel darah normal dan mencegah mereka melakukan fungsinya.
Kanker darah memiliki kecenderungan genetik mereka juga disebabkan oleh faktor-faktor luar seperti paparan radiasi, paparan bahan kimia berbahaya, dan infeksi Virus sel T manusia limfotropik," tutur Dokter Hendra panjang lebar.
Erwin pun mengangguk mengerti, "Jadi ada cara lain agar membantu penyembuhan Alisha?" Tanya Erwin lagi.
"Kemoterapi membuatnya tersiksa Win, aku nggak tega melihat Alisha merasakan kesakitan. Sebaiknya kita segerakan operasi."
"Aku sudah menemukan rumah sakit yang bagus, tempatnya di Yogyakarta, Alisha akan segera ke sana dua hari lagi," lanjut Dokter Hendra
"Apa tidak terlalu cepat?"
"Lebih cepat lebih baik."
🌻🌻🌻🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Day Ever (SUDAH TERBIT)
Teen FictionCover by : @arakim_design 15+ Ada arus deras yang terus menarik kaki Nathan. Membuat Nathan semakin lama semakin tenggelam. Tubuhnya dibiarkan terkulai dan tak berdaya. Tidak memiliki keinginan untuk berenang kembali ke permukaan. Sampai akhirnya, a...