Part 45✓

3.7K 163 1
                                    

Jam menunjukan pukul 07:00 pagi, tanah yang luas dipenuhi oleh gundukan-gundukan tanah yang terdapat batu nisan di atasnya.

Tempat ini, tempat ini dijadikan tempat peristirahat terakhir bagi seseorang yang raganya telah pergi. Pagi hari matahari bersinar dengan terang. Tapi tak membuat beberapa orang yang berada di tempat ini senang menyambut datangnya mentari pagi.

Orang-orang yang memakai baju serba hitam tengah mengerubungi satu liang lahat yang akan dijadikan tempat peristirahan seorang gadis cantik yang raganya telah pergi. Isak tangis masih saja tak dapat dihentikan. Seolah ada ikatan yang sangat kuat, melepaskan gadis itu pun sungguh tak bisa. Tapi bagaimana lagi? Tuhan lebih sayang padanya. Tuhan ingin membawanya kembali ke pangkuannya. Tentu yang diharapkan oleh orang-orang yang masih hidup pun berharap kalau dia akan bahagia di alam barunya.

"Ayo Dit."

Seorang laki-laki yang akan turun ke liang lahat untuk membantu membaringkan kekasihnya di tempat tidur kekal abadinya pun sedari tadi tak dapat menghentikan tangisnya, matanya benar-benar sembab. Ia seolah kehilangan napas di sini.

Dengan dibantu beberapa orang, akhirnya dengan hati yang coba berlapang dada ia berhasil membaringkan gadisnya dengan sempurna.

"Tidur yang nyenyak, aku cuma mau pesen sama kamu...bilang sama Tuhan. Maaf aku belum bisa jagain kamu dengan baik, maaf aku belum bisa melindungi bidadari ciptaan Tuhan ini dengan baik. Mungkin karena kesalahan aku, Tuhan marah. Makanya dia ambil bidadari yang sempat dititipkan sama aku tapi aku tak mampu untuk menjaganya. Maaf...Selamat jalan sayang..."

Radit kembali naik ke atas permukaan, perlahan-lahan kain putih itu pun tertutup oleh tanah hingga menjadi gundukan yang sempurna. Isak tangis makin menjadi ketika orang-orang terdekatnya tak bisa lagi melihat keberadaannya. Mungkin hanya gadis itu lah yang bisa melihat keberadaan orang-orang terdekatnya dari atas sana.

Beberapa orang menaburkan bunga-bunga di atas gundukan  tanah itu. Hingga acara berdoa pun selesai. Semua orang satu-persatu pun pergi. Kini menyisakan dua wanita cantik yang masih terisak di samping gundukan tanah tersebut dan enam laki-laki yang masih menampakan raut kesedihan yang mendalam.

Radit berjongkok di samping nisan kekasihnya, ia mengelus nama kekasihnya yang tertulis dengan indah di nisan tersebut.

Radit tak mampu lagi mengeluarkan kata-kata hanya sebagai kata perpisahan saja. Yang hanya bisa ia lakukan saat ini adalah menangis, menangis dan menangis. Usapan serta kata motivasi dari teman-temannya tak mampu menyembuhkan hatinya yang telah hancur.

"Tuhannn....ku mohon kembalikan dia, aku janji akan menjaganya dengan baik..Tuhan...dia bidadari ku yang sempat engkau titipkan padaku. Tapi kenapa engkau ambil lagi..Maaf...aku tak bisa menjaganya dengan baik..."

"Radit, gak ada gunanya lo sedih. Hal yang lo lakuin saat ini, cuma bisa bikin dia gak bahagia di sana. Ikhlasin Kara Dit." Nathan berjongkok, ia mencoba menenangkan sahabatnya ini. Nathan mengerti jika saat ini Radit benar-benar sedang rapuh. Berada di ambang kehancuran. Orang yang di sayangnya telah pergi.

"Gue--gue gak rela kara pergi Nat." Akhirnya Radit dapat mengeluarkan kata-kata yang sangat ingin ia ucapkan.

"Maupun lo rela dan gak rela pun Kara gak akan kembali Dit. Lo jangan membuat langkah Kara di sana semakin berat Dit. Kasihan Kara...Ikhlasin Kara," kata Nathan. Nathan terus mencoba menguatkan sahabatnya itu.

Radit tak mampu berkata-kata lagi. Tetesan air matanya mulai mengering. Radit bangkit berdiri. Benar kata Nathan, ia tak boleh seperti ini, hal yang ia lakuin saat ini hanya akan membuat langkah Kara berat di sana. Di sini ia cukup berdoa untuk kekasihnya yang telah pergi. Ia harus menyiapkan hal baru untuk hidupnya ke depan nanti.

"Gue mau pulang," kata Radit.

Nathan, Fajar dan Juliansyah hanya menggaguk. Kemudian mereka mengantar Radit pulang. Sementara Arya dan Rezvan masih ingin menemani Shila dan Sania di sini. Setelah acara berdoa selesai tadi, kedua orang tua Kara memilih untuk pulang.
Dan di sini hanya menyisakan mereka berempat.

"Selamat jalan Kar..Kita di sini gak bakalan pernah ngelupain lo. Lo bakalan tetep jadi temen kita sampai kapan pun, andaikan saja bisa..Gue pengen ikut lo aja Kar. Gue pengen nemenin lo di sana, gue pengen dekap lo. Gue takut lo kedinginan Kar di sana," kata Shila dengan isak tangisnya.

Arya segera mendekap tubuh Shila, "Suttt jangan nangis, kasian Karanya di sana. Ikhlasin dia Shil. Kara udah bahagia. Jangan membuat langkah Kara di sana semakin berat.
Sekarang kita pulang, biarin Kara tenang di sana."

"Selamat jalan Kar," kata Shila dan Sania bersamaan. Kemudian Shila, Sania, Arya dan Rezvan melangkah pergi meninggalkan area pemakaman.

Senyum yang mengembang di bibir mungilnya, wajah yang cerah. Baju putih yang mendominasi sehingga ia terlihat sangat cantik. Ia menatap orang-orang yang ia sayang dengan perasaan bahagia.

"Terima kasih..."

Kemudian secara perlahan gadis cantik itu hilang terbawa cahaya

🌻🌻🌻🌻

Selama perjalanan pun ia tak bisa tenang, hatinya benar-benar gelisah. Di perjalanan pun ia terus saja menangis. Air mata tak henti-hentinya keluar dari pelupuk matanya membasahi pipinya. Rasa bersalah selalu ia rasakan.

Dari awal ia melangkahkan kakinya keluar rumah, kaki mungil ini benar-benar terasa berat untuk melangkah seolah ada seseorang yang menahannya. Kesedihan semakin ia rasakan ketika satu fakta mengatakan bahwa ia tidak dapat hadir di acara pemakaman sahabatnya sendiri.

Sahabat macam apa kah dia? Di saat sahabatnya pergi untuk selama-lamanya. Ia malah tak datang ke acara pemakaman sebagai salam perpisahan terakhir.

"Jangan nangis Terus. Kapan-kapan kamu pasti bisa datang ke rumah barunya," kata seorang wanita paruh baya. Sejujurnya ia tak tega melihat putri kesayangannya terus menangis di sepanjang perjalanan. Jujur saja Ia sebenarnya ingin sekali mengantar putri kesayangannya ini untuk datang ke acara pemakaman sahabat putrinya. Namun ada alasan lain sehingga membuat ia dan putrinya tidak bisa datang.

Kesedihan semakin ia rasakan, ketika ia mengingat pasal kepergiannya yang tak ia bertahu kepada sang kekasih maupun kepada sahabat-sahabatnya. Kepergiaannya ini ia sembunyikan dari orang-orang terdekatnya, biarkan nanti saja ia memberitahu saat-saat waktu yang tepat.

Entah ia pergi untuk sementara atau selamanya ia pun tak tahu, dan yang terpenting jika kepergiaannya ini adalah yang terbaik ia berharap orang-orang yang ia tinggalkan bisa tetap merasakan yang namanya kebahagiaan.

Benar, ia tidak boleh sedih, ia tidak boleh seperti ini. Ia harus terlihat tegar walaupun nyatanya ia tak bisa. Tidak seharusnya ia terlihat seperti ini karena yang ia takutkan adalah ia takut sahabatnya yang telah pergi itu tidak bahagia melihat dirinya terus menerus seperti ini.

Tak perlu waktu lama baginya untuk berlama-lama berada di dalam mobil, Alisha serta keluarganya telah sampai di bandara Soekarno Hatta.

Setelah mengurus segala penerbangan, akhirnya Alisha dapat duduk tenang di dalam pesawat. Pesawat yang Alisha tumpangi bertujuan ke Yogyakarta.

Tidak dapat duduk tenang di dalam pesawat, Alisha hanya bisa diam sambil menatap keluar jendela melihat hamparan awan putih hingga akhirnya Alisha pun tertidur.

Revisi ulang, Jumat, 5 November 2021

Best Day Ever (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang