Jam menunjukan pukul 07:00 pagi. SMA Pijar Alam sudah ramai oleh siswa-siswi kelas dua sebelas serta kelas sebelas yang berdatangan ke sekolah untuk mengikuti ujian.
Sekolah tercinta, sekolah yang memiliki banyak kenangan. Sekarang tempat ini terasa berbeda dari biasanya. Di tengah lapangan terdapat beberapa gundukan pasir, susunan batu bata dan bahan-bahan material lainnya. Kerusakan yang di alami Sekolah ini akibat kejadian pensi waktu lalu tidak terlalu parah. Hanya kelas sepuluh serta kelas sebelas saja yang mengalami kerusakan, sementara kelas dua belas tidak mengalami kerusakan sama sekali.
Setiap siswa-siswi memiliki kartu ulangan yang dikalungkan di leher mereka. Kartu tanda ujian.
Nathan, Radit, Arya dan Rezvan sudah berada di kelas. Murid-murid yang lainnya dengan rajin membaca kembali buku pelajaran agar dapat mengerjakan ulangan dengan baik hari ini.
"Nat?" Panggil Arya.
"Hmm." Nathan hanya berdeham saja sebagai jawaban. Karena ia tengah sibuk dengan ponselnya.
"Gue berharap saat ulangan berlangsung. Kuping lo gak mampet ya," kata Arya sambil mengigiti tusuk gigi.
Nathan menaruh ponselnya ke saku celananya, kemudian ia menatap satu temannya itu, "Maksud lo?" Tanya Nathan datar.
Tanpa sepengetahuan Rezvan, Arya menaruh tusuk gigi yang bekas ia gigiti ke saku celana Rezvan.
"Ya maksud gue, biasanya kan kalo lagi ulangan tiba-tiba satu kelas kuping pada budeg tuh, gue harap si lo enggak. Kan lo pinter, boleh lah satu dua jawaban mah hehe," jawab Arya sambil cengengesan.
"Ya makanya kalo malem tuh belajar Malih, jangan main hp terus chattingan sama Shila. Mending chat lo dibales. Lah kalo kaga, nunggu sampe ban kereta bisa dikempesin juga Shila gak bakal suka ama lo," ledek Rezvan sambil menyenggol bahu Arya, hampir saja Arya jatuh ke lantai karena saat ini ia tengah duduk di atas meja.
Radit yang melihatnya hanya tertawa saja, sejujurnya kesedihan belum sepenuhnya hilang dari lubuk hatinya. Masih ada rasa sedih yang ia rasakan akibat ditinggal oleh orang yang ia sayang. Tapi, beruntungnya Radit memiliki teman seperti mereka yang dapat menghibur Radit yang masih diselimut duka ini dengan candaan garing mereka, perlahan-lahan Radit pasti bisa melupakan hal itu. Ia harus bisa menjalani hari-harinya seperti biasa. Ia harus bisa menyusun rencana yang baru untuk kehidupannya.
Tiba-tiba saja Nathan bangkit berdiri.
"Mau ke mana Nat?" Tanya Radit.
"Keluar," jawab Nathan. Kemudian Nathan melangkahkan kakinya.
"Abang Nathan...ikuttt!" Kata Arya, baru saja Arya ingin bangkit dari duduknya. Suara datar milik Nathan berhasil mengurungkan niatnya.
"Gak usah ikut, diem di situ. Kalo ada Guru, kabarin gue." Setelah itu Nathan berjalan keluar dari kelas.
🌻🌻🌻🌻
Rofftop, mungkin tempat yang cocok untuk menenangkan Nathan yang saat ini tengah gelisah. Iya dia gelisah. Gelisah karena tidak mendapat kabar dari Alisha dari kemarin. Tadi pagi juga ketika ia ingin menjemput Alisha ke sekolah. Rumahnya nampak sepi, gerbangnya juga dikunci. Nathan sudah berkali-kali membunyikan klakson motornya berharap sang pemilik rumah keluar.
Namun yang Nathan dapatkan adalah, kabar dari tetangga Alisha. Bahwa sang pemilik rumah pergi dari kemarin. Dan sampe sekarang belum juga pulang.
Kira-kira ke mana kah kekasihnya itu pergi. Nathan sampai lupa menanyakan kabar kekasihnya pada Fajar kemarin.
Nathan mengeluarkan benda pipih miliknya dari saku celananya, ia mengecek pesan yang tak dibalas oleh kekasihnya. Nathan berkali-kali menelfon Alisha tapi tetap saja tak ada jawaban. Nathan hampir saja frustasi atas semua ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Day Ever (SUDAH TERBIT)
Teen FictionCover by : @arakim_design 15+ Ada arus deras yang terus menarik kaki Nathan. Membuat Nathan semakin lama semakin tenggelam. Tubuhnya dibiarkan terkulai dan tak berdaya. Tidak memiliki keinginan untuk berenang kembali ke permukaan. Sampai akhirnya, a...