"Ada motif apa sebenernya ntuh maling ngebobol sekolah?" Saat ini Radit dan Nathan sudah berada di depan gerbang SMA Pijar Alam. Saat ini cukup ramai lingkungan sekolah oleh Polisi serta warga yang ingin melihat. Juga ada Kepala Sekolah SMA Pijar Alam.
Langkah kaki Nathan perlahan memasuki area Sekolah diikuti oleh Radit, Nathan dapat melihat kursi-kursi dan meja-meja tergeletak di tengah lapangan, kaca jendela kelas sepuluh banyak yang pecah. Untung saja panggung untuk acara pensi tidak dirusak oleh si oknum tidak bertanggung jawab itu.
Walaupun sedikit ada rasa takut, Nathan tetap melangkahkan kaki untuk mengecek ke setiap ruangan, apakah ada yang hilang atau tidak? Nathan merasa risih ketika jaket bomber yang ia kenakan dicengkram kuat oleh Radit.
Mata Radit celingak-celinguk melihat seantero sekolah di malam hari ini, walaupun di lapangan ramai. Tetap saja rasanya takut kerena saat ini mereka tengah berada di Koridor.
Pintu kelas banyak yang terbuka, suasana yang dingin membuat aura semakin mencengkam, kini ibaratkan mereka berdua tengah mengikuti acara uji nyali di sekolah."Gue sering baca di buku-buku, setan paling suka sama orang yang penakut," kata Nathan sambil melirik ke arah Radit yang masih mencengkram jaket bombernya.
"Jangan nakutin lo ah!" Radit memukul bahu Nathan kencang.
"Seharusnya sebelum Kara nerima lo jadi pacarnya, seharusnya dia mikir dua kali. Mau aja dia nerima cowok penakut kayak lo," kata Nathan.
Radit buru-buru melepaskan cengkraman tangannya, ia merubah raut wajahnya agar terlihat lebih santai, "Gue gak penakut." Radit kemudian berjalan mendahului Nathan. Nathan nampak tersenyum melihat tingkah sahabatnya itu.
"Kuntilanak!" Teriak Nathan.
Radit kemudian menoleh ke arah belakang, Nathan berada lumayan jauh dengannya. Kemudian Radit lari mengahampiri Nathan.
Bruk
Radit tiba-tiba saja loncat menaiki tubuh Nathan, kedua pahanya ia jepitkan ke pinggang Nathan, sementara kedua tangannya, sudah berada di leher Nathan. Radit merem kuat-kuat tak mau melihat yang namanya hantu.
Nathan sesak napas ketika kedua paha Radit menghimpit pinggangnya. Sementara kedua tangan Radit berada di lehernya. Radit pikir tubuhnya gak berat apa. Nathan memberontak agar Radit segera turun karena Nathan merasa ia sudah kehabisan pasokan oksigen.
"Mati gue elah!" Nathan melepaskan kedua tangan Radit yang berada di lehernya.
"Takut gue," lirih Radit.
Nathan melepas paksa tangan Radit dari lehernya, alhasil Radit pun terjungkal kebelakang,
Buk
"Aduh...." Radit meringis memegangi bokongnya yang terasa sakit ketika menyentuh lantai. Nathan dengan tega menjatuhkan Radit begitu saja tanpa memikirkan betapa sakitnya Radit. Radit merasa terhina di sini.
Nathan tak mempedulikan Radit yang masih meringis kesakitan, ia merapikan jaket bombernya kemudian berjalan melanjutkan langkahnya menelusuri sekolah.
"Mau duduk aja emang di lantai? Ati-ati ditemenin suster ngesot!" Teriak Nathan tanpa menengok ke arah belakang, Radit celingak-celinguk hanya ada dirinya di sini. Kemudian dengan secepat kilat Radit lari menyusul Nathan.
Nathan dan Radit berhenti di sebuah ruangan yang selalu dipakai untuk latihan drama, ruangan ini pun yang pernah mereka pakai untuk latihan.
Nathan dan Radit memasuki ruangan tersebut, walaupun lampu menyala tetap saja hawanya beda. Karena hanya ada dirinya dan Radit di sini."Alat-alat Band kita gak ada!" Pekik Radit.
Nathan pun menghampiri Radit, dan benar saja. Gitar, drum, piano tidak ada di tempatnya, Nathan mengedarkan pandangannya. Pasti ada motif lain di balik ini semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Day Ever (SUDAH TERBIT)
Teen FictionCover by : @arakim_design 15+ Ada arus deras yang terus menarik kaki Nathan. Membuat Nathan semakin lama semakin tenggelam. Tubuhnya dibiarkan terkulai dan tak berdaya. Tidak memiliki keinginan untuk berenang kembali ke permukaan. Sampai akhirnya, a...