Part 42✓

3.8K 170 4
                                    

Kini, sudah berdiri dua sosok cowok yang saling menodongkan sebuah pistol ke arah kepala musuh masing-masing, kedua pistol tersebut terus saja terangkat di udara. Salah satu dari mereka tidak ada yang mau mengalah.

"Lo seharusnya sadar diri, liat akibat ulah lo dan temen-temen lo ngerusak acara di sekolah gue!" Desis salah satu dari mereka. Ia menatap tajam ke arah musuhnya yang kini jaraknya sangat dekat dengannya.

Kalian tentu tahu siapa kedua cowok tersebut.

Fajri mengeluarkan seringaiannya.

"Gue gak akan lepasin nih pistol dari kepala lo, sebelum lo dan yang lainnya tunduk sama gue dan temen-temen gue!"

Nathan membuang muka, "Untuk apa? Dendam lo sekarang sudah terbayar. Dan bahkan lebih, mungkin gak cuma satu nyawa yang hilang. Tapi banyak!"

Fajri tertawa, "Baru tau gue, anak SMA Pijar Alam ternyata lemah-lemah!"

"Itu karena lo licik!"

Tanpa mereka berdua sadari, kini di sekeliling mereka banyak sekali orang-orang yang menatap ke arah mereka tanpa berniat untuk memisahkan aksi adu bacot antara Nathan dan Fajri.

Radit ingin sekali menghentikan semua ini, namun ia terus saja ditahan oleh kedua temannya. Tadi, Radit sempat mengantar kekasihnya ke rumah sakit, awalnya Radit ingin menemani Kara saja. Namun, Shila melarangnya. Sebaiknya Radit urus saja urusan yang di sekolah, Kara bisa Shila dan Sania yang menjaga.

"Lo berdua apa-apaan si hah! Gue mau misahin mereka. Kalo gini caranya, sampe pagi pun masalah gak akan selesai kalo cuma liat mereka adu bacot doang!" Kesal Radit pada Rezvan dan Arya.

Rezvan yang tengah meringis kesakitan pun berusaha untuk tetap mempertahankan langkah Radit, "Gak usah repot-repot lo misahin mereka, bentar lagi juga Polisi dateng!"

"Lebih baik sekarang lo turunin pistol lo, atau lo mati di tangan gue!" Desis Fajri.

"Gue lebih baik mati, dari pada harus tunduk sama orang kayak lo!" Balas Nathan tajam.

Fajri tidak akan seperti ini, ketika ia mengetahui bahwa sahabatnya Jhon meninggal di tangan Nathan, Jhon sempat dibawa ke rumah sakit oleh Dani, namun Jhon menghembuskan napas terakhirnya ketika dalam perjalanan. Dia kehabisan darah, di saat itu juga Fajri benar-benar marah. Ia belum bisa menghilangkan rasa sedih pasca teman sekolahnya mati akibat anak SMA Pijar Alam, dan sekarang lagi-lagi ia harus merasakan kehancuran di relung hatinya karena kehilangan satu sahabatnya lagi.

Sejujurnya Fajri tidak ingin ini semua terjadi dengan menyerang sekolah Nathan, namun ia seolah dibisiki oleh aura jahat untuk terus balas dendam atas kematian Adelia dan juga kematian temannya.

Nathan memang sudah menjadi sahabatnya selama bertahun-tahun, namun itu dulu. Semenjak kematian Adelia. Fajri tak ingin lagi berurusan atau berteman dengan Nathan hingga sekarang, keputusan Fajri sudah bulat. Jika memang ia tak bisa membalaskan dendamnya dengan cara menghabisi Alisha. Maka ia akan membunuh Nathan sekarang juga, ia tak peduli jika harus dipenjara nantinya. Yang terpenting dendamnya terbayar.

Napas Fajri naik turun, ia menghembuskan napasnya secara perlahan-lahan. Jarinya siap untuk menarik pelatuk pistol.

"FAJRI!"

"NATHAN!"

Fajri dan Nathan kompak menoleh ke arah suara teriakan tersebut, di sebelah kanan Nathan sudah ada Fajar. Dan di samping Fajar sudah ada kekasihnya.
Sementara di sebelah kiri Fajri sudah ada Juliansyah dengan tatapan tajamnya bak elang.

"Lo apa-apaan si hah! Apa yang lo lakuin di sini!" Bentak Juliansyah pada adiknya tersebut, Juliansyah yang tengah mengurusi berkas pekerjaannya di rumah pun dikejutkan oleh suara teriakan dari seorang teman Fajri, teman Fajri mengatakan jika Fajri membuat ulah di sekolah orang. Segera Juliansyah meluncur tak peduli dengan tugas pekerjaannya yang ia tinggal begitu saja.

Best Day Ever (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang