"Kanayaaaaa...... Bangguunnn Nayyyy!!"
Ya elah, lagi di luar negeri kirain bakal mimpi indah. Kenapa malah teriakan curut gila itu sih yang nongol? Pikir Naya dengan mata terpejam.
"Banguuunn Nayaaa! Udah siang!"
Naya membuka matanya sedikit, melihat ke seluruh kamar tapi tidak ada orang. Matanya sedikit melebar melihat kearah balkon hotel. Disana ada seorang pria yang sedang merentangkan tangan, sepertinya sedang berolahraga ringan.
Oh God ternyata bukan mimpi. Baru ingat gue kalau dari semalam curut itu ada disini.
Naya menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya. Tak lupa menutup kepalanya dengan bantal. Bodo amat dengan teriakan kakak lelakinya itu. Cowok kok cerewet kayak ibu-ibu komplek.
"Kanayaaa!!!" suara itu semakin jelas terdengar.
"Tenggorokan gue sampai kering dan lo belum bangun juga! Parah lo Nay." Pria itu mengambil bantal di kepala Naya lalu membuka selimut.
"Niol apaan sih pagi-pagi udah teriak-teriak. Nggak ada yang nyuruh lo bangunin gue juga. Diem deh." Naya menarik lagi bantal dari tangan kakaknya.
"Pagi mata lo. Ini udah jam 12 siang oneng. Kebo banget sih jadi perawan."
Kelakuan mereka memang sebelas dua belas. Berisik dan ceplas ceplos. Tapi untuk urusan kedisiplinan, Niol memang lebih baik dari adiknya. Isi kepala juga masih mendingan Niol yang menuruni kecerdasan Ibunya.
Naya ini lebih mirip Ayahnya. Jahil, semaunya sendiri dan jorok alias kurang rapi. Naya juga suka ceroboh. Hal itu yang membuat mereka berdua sering ribut bahkan untuk masalah sepele.
"Berisik lo. Udah pergi sana, gue masih ngantuk." Naya kembali menutup kepalanya dengan bantal. Tapi Niol membuang bantalnya lagi dan menarik tangan Naya agar bangun.
"Lo jauh-jauh ke London cuma mau molor. Balik ke Jakarta aja gih."
"Niol gelo nggak usah rese bisa nggak sih? Siniin bantal gue!" Niol menjauhkan bantal dari jangkuan Naya.
"Durhaka lo. Dari dulu disuruh manggil abang El susah banget sih."
"Bodo amat."
"Naayyy..."
"Ck. Nama lo itu Junior El Fabio, Yol. Junior - Nior - Niol. Sama aja kan? Udah siniin." Niol kembali menjauhkan bantal.
"Tapi yang lain manggil gue El."
"Eyang manggil lo Junior."
"Tapi nggak diplesetin kayak lo, Nial Niol Nial Niol."
"Asli lo jadi cowok ribet banget deh. Nyesel gue ijinin lo tidur di kamar gue. Balik lagi sana ke kamar teman lo atau pulang aja sekalian, ganggu liburan gue aja." Naya ingin merebahkan tubuh tapi ditarik lagi tangannya.
"Niooolll!"
"Hari ini temen gue check-out. Kesini kan cuma buat nonton Chelsea. Jadi mending gue disini dari pada pesen kamar lagi. Boros. Besok kan kita udah pulang."
"Chelsea siapa? Chelsea Islan? Chelsea Olivia?"
"Chelsea nama klub bola bego, nonton live di stadion. Norak lo kayak gitu aja nggak tau." Naya memang tidak mengerti bola. Menurutnya nggak ada bagusnya rebutin satu bola di tengah lapangan. Mending beli bola satu-satu terus dimainin sendiri dari pada rebutan kan. Capek.
"Gayaan banget temen lo kesini cuma buat nonton bola, mending nonton di TV, murah. Lo juga ngapain ikut-ikutan buang-buang duit cuma buat nonton orang rebutin satu bola? Mubadzir Niol." Naya meneguk air putih di meja sebelah ranjang. Percuma juga mau tidur lagi kalau sudah ada pengganggu seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATTALOVA
RomanceBersenang-senang menikmati masa muda adalah prinsip dari seorang Kanaya Lovandra saat ini Memikirkan masa depan sepertinya belum masuk agenda pribadinya Bagi gadis 22 tahun itu kuliah menjadi nomor kesekian Waktunya lebih banyak untuk main-main, pac...