Suasana rumah sudah sepi, Natta membelokkan langkah menuju kamar Agam. Tadi dari bawah beberapa kali dia mendengar ayahnya itu terbatuk. Padahal sepulang dari rumah sakit tadi ayahnya itu sudah baik-baik saja.
Dan benar, dengan mata yang sudah terpejam Agam terbatuk di tempat tidurnya. Natta segera mendekat, membangunkan ayahnya dan membantunya duduk bersandar untuk minum.
"Kok batuk lagi Yah? Udah diminum belum obatnya?" Agam yang baru selesai meneguk air putih dari tangan putranya hanya menggeleng.
"Ck, Natta tau ayah itu paling anti sama obat, tapi ayah baru keluar dari rumah sakit. Jangan bandel dong Yah, mana obatnya?" Agam terdiam menatap putranya yang sibuk mencari di meja sebelah ranjang.
"Dimana sih ayah nyimpen obatnya?" Anak itu masih sibuk membuka satu persatu laci.
"Atau jangan-jangan ayah buang ya." Agam tersenyum miring sambil meraih kacamata dari atas meja.
"Obatnya seperti apa aja ayah nggak tau, gimana mau buang." Natta menegakkan tubuhnya.
"Masa ayah nggak tau. Obatnya itu ada lima macem Yah, dibungkus plastik putih kecil, terus tadi Natta taruh di tas warna...." Natta menggantungkan kalimatnya, seperti teringat sesuatu.
"Tas warna item yang masih ada di mobil kamu?" Sambar Agam. Natta tercengang beberapa saat sebelum tersenyum canggung.
"Heheee, kayaknya tadi Natta lupa keluarin Yah. Bentar ya." Agam terkekeh melihat Natta berlari keluar kamar.
Pria itu tertegun memandangi pintu kamar yang terbuka. Sejak kepergian Flora rasanya baru sekarang Agam melihat anaknya secerewet ini, seperti Natta yang dulu sebelum mengetahui penyakit ibunya.
Selama Agam masuk rumah sakit kemarin Natta memang selalu mendampinginya bersama Dina, membantu kebutuhannya sekecil apapun. Sikapnya juga masih seperti biasa, tapi beberapa kali Agam memergoki anaknya itu terlihat gelisah. Dan Agam tahu itu bukan masalah pekerjaan, karena Natta ini biasanya akan mengabaikan apapun kalau sudah sibuk dengan keluarga.
"Sebenarnya Natta kenapa?" tanya Agam waktu itu.
"Nggak papa. Emangnya Natta kenapa?"
"Ditanya kok malah nanya balik." Agam melihat ponselnya yang sedang dipinjam Natta hanya diputar-putar di tangannya.
"Dari tadi Natta cuma mainin handphone ayah tanpa digunain, ada apa sih? Mau nelfon orang?" Natta melirik ponsel di tangannya.
"Enggak, ini cuma.... apa namanya... ah handphone ayah nggak asik, sepi nggak ada gamesnya." Natta beranjak mengembalikan ponsel Agam. Setelah itu dia merebahkan diri di sofa, menatap langit-langit ruang rawat Agam. Dan semua itu tak lepas dari pengamatan ayahnya.
Agam mengangkat kepala melihat Natta masuk kamar membawa tas hitam. Anak itu langsung duduk di tepi ranjang, sibuk menyiapkan obat.
"Memangnya tadi Natta pergi kemana? buru-buru banget sampe lupa keluarin obat ayah dari mobil."
Waktu sampai rumah tadi sore, Natta langsung membantu Agam istirahat di kamar. Setelah itu dia sibuk membersihkan diri, sholat maghrib kemudian pergi untuk menemui Naya tanpa melihat apakah barang-barang mereka sudah dikeluarkan semua dari mobil atau belum. Dan ternyata tas hitam ini masih tertinggal.
"Ambil handphone di kantor."
"Selama itu?" Sekarang sudah jam 10 malam, rasanya kalau cuma mengambil ponsel tidak akan memakan waktu sampai berjam-jam.
"Natta sekalian belanja makanan buat tukang besok, terus jalanan juga macet. Nih obatnya." Agam menerima obat dan air putih dari tangan Natta, meminumnya dalam sekali teguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATTALOVA
RomanceBersenang-senang menikmati masa muda adalah prinsip dari seorang Kanaya Lovandra saat ini Memikirkan masa depan sepertinya belum masuk agenda pribadinya Bagi gadis 22 tahun itu kuliah menjadi nomor kesekian Waktunya lebih banyak untuk main-main, pac...