Setelah mengisi perutnya di kantin, Naya memeluk tiga buku tebal memasuki perpustakaan kampus. Langkahnya terhenti di meja penjaga perpus, berdiskusi sebentar lalu menyerahkan buku. Ia melanjutkan langkah ke deretan rak, memilih buku-buku yang akan dia pinjam lagi.
Sebelumnya Naya sempat tercengang dalam diam mendengar kalimat terakhir Natta, terlebih kata sayang yang pria itu ucapkan. Jarang sekali Natta menyebutnya seperti itu, atau malah baru pertama kali ini. Entahlah, yang jelas detik itu juga Naya terpaku, hatinya terasa sejuk.
Naya semakin tidak bisa berkutik karena Natta bertahan di kamarnya. Yang bisa dia lakukan hanya bertahan dengan drama pura-pura tidur, sampai tak sadar Naya benar-benar tertidur dengan telapak tangan tertindih kepala Natta.
Kurang lebih dua jam Naya tertidur. Saat membuka mata, pertama kali yang Naya lihat adalah wajah Natta yang juga terlelap dengan nafas teratur. Naya tertegun memandangi wajah pria pencuri hatinya yang begitu damai. Hiasan perban di pelipis dan lebam di beberapa titik seolah bukti bagaimana Niol benar-benar marah saat tahu dirinya tersakiti.
Jujur Naya tidak tega melihat penampakan wajah Natta, tapi mau bagaimana lagi, salah sendiri dia menyebalkan.
Pandangan Naya turun, menyadari Natta juga menggenggam tangannya yang lain. Pantas saja Naya merasa hangat dan aman, ternyata memang ada yang menjaga tidur siangnya.
Naya melepas genggaman Natta perlahan. Dia kembali memandangi wajah teduh Natta lekat, badannya pasti pegal tidur dengan posisi seperti ini.
Tangan Naya bergerak naik ingin mengusap rambut Natta, tapi mengingat kelakuan menyebalkan Natta, pergerakan tangan Naya tertahan, menyisakan tangannya yang mengambang 5 centi diatas rambut tebal itu.Kepala Natta tiba-tiba bergerak, membuat Naya panik. Reflek Naya langsung mengusap-usap rambut Natta sambil bersuara lirih seperti seorang ibu yang sedang menidurkan anaknya. Dan berhasil, Naya bisa bernafas lega saat Natta kembali tenang dalam tidurnya.
Dengan hati-hati Naya menarik tangannya yang tertindih, membuka selimut, beranjak tanpa menimbulkan suara dan berjalan pelan masuk kamar mandi.
Keluar kamar mandi Naya baru sadar ternyata mbak Sri juga tertidur duduk di depan pintu kamar. Ia hanya menggeleng pelan, membiarkan orang-orang itu tidur dengan posisi masing-masing dan memilih merias diri sekenanya lalu mengambil jaket, sepatu, tas dan kunci mobil.
Naya membawa semuanya keluar apartemen, tanpa alas kaki dia berjalan sampai mobil. Selain masih malas berbicara dengan Natta, Naya juga masih membutuhkan buku lain untuk referensi revisi skripsinya.
Dan disinilah Naya sekarang berada, perpus kampus, meninggalkan Natta yang masih tidur di apartemen.
"Sendirian aja, Nay. Tumben nggak sama Utami?" Naya mengangkat kepala, ternyata Maya, salah seorang temannya sudah duduk di kursi sebelah.
"Uut lagi nengokin Upin Ipin."
"Sekalian buka cabang baso bareng Mail? Baso.. baso.. satu mangok dua ringgit... berani ngutang, gue tendang." Naya tertawa mendengar Maya yang berintonasi mirip marketing baso.
"Kelakuan. Padahal doyan juga kalau dikasih baso gratisan sama Uut." Giliran Maya yang terpingkal.
"Tapi beneran, May. Uut emang lagi ke Malaysia."
"Ngapain?"
"Ngunjungin calon lakinya yang kerja disana." Setelah Naya dikenalkan dengan Adam waktu itu, Uut memang menerima ajakan Adam untuk menikah setelah lulus nanti.
"Wuiih kita lagi pusing skripsi dia udah mikir kawin aja."
"Kawin mah nggak usah dipikirin kali, tinggal bawa pasangan masuk kamar, saling buka baju, beres."
KAMU SEDANG MEMBACA
NATTALOVA
RomanceBersenang-senang menikmati masa muda adalah prinsip dari seorang Kanaya Lovandra saat ini Memikirkan masa depan sepertinya belum masuk agenda pribadinya Bagi gadis 22 tahun itu kuliah menjadi nomor kesekian Waktunya lebih banyak untuk main-main, pac...