Sudah satu bulan sejak kejadian konyol Naya menyatakan perasaannya. Sekarang Naya sudah ceria lagi bahkan lebih ceria dari hari-hari sebelumnya. Naya sudah tidak terlalu memikirkan Natta, bukan sama sekali melupakan sih, sesekali Naya masih saja ingat tapi tidak terlalu dipedulikan.
Hidup Naya juga lebih teratur, rajin kuliah, mengerjakan tugas dan yang penting selalu berusaha sholat lima waktu. Nggak langsung rajin banget sih, beberapa kali juga masih bolong. Tapi namanya perubahan pasti tidak langsung drastis, semua butuh proses, yang terpenting setiap harinya sudah ada niatan untuk memperbaiki diri.
Naya menghentikan mobil Pajero hitam di halaman sebuah panti asuhan, tepat di belakang mobil Ami, Sabtu ini dia sudah janjian dengan Ami. Tantenya itu ada kegiatan pemberian vitamin untuk anak-anak panti dan Naya sengaja ikut sekalian memberikan sedikit bantuan.
"Nay, kamu nurunin barang-barangnya dibantuin Dwika nggak papa ya. Tante mau masuk dulu, pengurus panti katanya mau ketemu." Ami memang mengajak Dwika – anak keduanya untuk acara ini.
"Oke Tan."
Naya membuka bagasi mobil Niol, hari ini Naya sengaja meminjam mobil kakaknya yang lebih besar untuk membawa barang-barang. Ada tiga kardus disana yang berisi baju-baju, buku-buku dan barang-barang lain untuk anak panti.
"Uwi, bantuin kak Nay dulu dong, berat nih nggak bisa kalau angkat sendiri." Anak laki-laki berusia 14 tahun itu mendekati Naya, keduanya mulai mengangkat satu kardus.
"Ini isinya apa aja sih kak, berat banget?" Untuk urutan keluarga seharusnya Naya yang memanggil abang ke Dwika, tapi umur Dwika 8 tahun lebih muda dari Naya, jadi aneh rasanya kalau Naya memanggilnya abang.
"Kardus yang ini mah isinya macam-macam, hasil gue sama Niol semalam obrak-abrik apartemen buat sortir barang-barang yang nggak kepakai. Kalau dua kardus yang itu baru isinya buku sama baju yang kemarin gue beli." Mereka meletakkan kardus di dekat meja tempat Ami akan melakukan pemberian vitamin lalu kembali ke mobil.
"Oh ya kak, Oska sama tante Lintang kapan pulang dari Singapura?" Naya menghentikan pergerakan tangannya saat akan mengambil kardus kedua.
"Singapura? Ngapain, kok gue nggak tahu?"
"Masa kak Nay nggak tau? Kemarin kan mama telfon keluarga di Bali mau ngundang Oska ke acara ulang tahun aku bulan depan, tapi kata om Langit mereka masih di Singapura. Mau check up atau apa gitu, nggak jelas juga sih." Naya tertegun sejenak, tumben check up sampai Singapura? Jangan-jangan Oska kenapa-kenapa lagi.
"Nanti kak Nay datang ya ke ulang tahun aku, kata papa abang El juga mau datang."
"Eh ya, nanti kakak usahakan." Dwika mengambil kardus milik ibunya dan membawanya ke dalam, meninggalkan Naya yang masih termenung. Niol juga kenapa tumben banget nggak cerita kalau mama sama Oska ke Singapura?
Naya mencoba menelfon Niol tapi tidak diangkat. Pasti kakaknya itu tidur lagi setelah membantu Naya mengangkat barang-barang tadi waktu di apartemen. Naya juga menelfon Lintang tapi hasilnya sama, tidak diangkat.
"Mama kemana sih kok nggak diangkat juga?" Naya kemudian mendial nomor ayahnya.
"Halo Sayang." Suara berat Langit terdengar dari seberang telfon.
"Papa lagi dimana, kok berisik banget?"
"Papa lagi survey lapangan, angin disini lumayan kencang karena lokasinya dekat laut. Kenapa kak, tumben siang-siang telfon papa?..... Pak Langit, ini kamera beserta peralatan yang bapak minta." Selain mendengar suara Langit, Naya juga mendengar seseorang memanggil ayahnya, disusul suara kasak kusuk orang berbincang membahas masalah pembangunan dan sebagainya yang tidak Naya mengerti. Kayaknya papa lagi sibuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATTALOVA
RomanceBersenang-senang menikmati masa muda adalah prinsip dari seorang Kanaya Lovandra saat ini Memikirkan masa depan sepertinya belum masuk agenda pribadinya Bagi gadis 22 tahun itu kuliah menjadi nomor kesekian Waktunya lebih banyak untuk main-main, pac...