"Pemakamannya kapan?"
Kevin mendudukkan pantatnya di sofa. "Besok. Sekarang papa lagi ngurus administrasi pemulangan jenazah." jawabnya pelan. Kevin memijit keningnya yang terasa pening akibat kurang tidur dalam beberapa hari ini.
Sang adik—Dwika yang sedang menyesap jus jeruk hampir saja tersedak. "Besok?!"
Bukannya membantu, Kevin malah mengambil minuman adiknya, mengaliri tenggorokannya yang kering.
"Apa nggak nunggu Oska sadar dulu?" lanjut Dwika, mengusap sekitar bibirnya.
Kevin menggeleng. "Kita nggak mungkin menunggu. Eyang Surya bilang nggak baik menunda pemakaman." Dia menunduk, mengusap wajahnya kasar.
"Lagipula besok Oska akan diterbangkan ke Penang untuk mendapatkan perawatan terbaik pasca operasi."Kemudian keduanya terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing, yang sepertinya memikirkan hal yang sama—tentang rumitnya masalah keluarga mereka. Berawal dari satu masalah yang seolah menimbulkan efek domino untuk yang lain.
Senyum semua keluarga tidak lagi terlihat. Berganti dengan kabar tidak menyenangkan yang silih berganti mengguncang. Selama hampir satu minggu ini rasa lelah tidak dihiraukan, hanya tangis yang sering terdengar. Bahkan Kevin dan saudara-saudaranya yang selalu bertingkah semaunya, kini berubah menjadi pendiam. Tidak ada keinginan untuk bercanda, bersuara pun hanya sekenanya, yang sekiranya penting.
Dwika menyesap minumannya perlahan, menatap menerawang, membayangkan kondisi sepupunya saat ini. Hampir sepuluh jam menjalani operasi yang meninggalkan luka sayatan di dada yang lumayan panjang dengan banyak jahitan. Wajah pucat dengan banyaknya selang dan kabel-kabel yang menempel di tubuhnya. Membuat siapapun yang melihat kondisinya hanya bisa berdoa agar Tuhan masih berbaik hati dengan memberinya kesempatan hidup kedua—dengan jantung barunya.
"Kasian Oska. Aku nggak bisa bayangin gimana reaksi dia saat tau jantung siapa yang ada di tubuhnya sekarang."
Kevin menghela napas berat. "Itulah alasan kenapa tante Lintang meminta semua orang menyembunyikan masalah ini."
"Cepat atau lambat rahasia ini pasti terbongkar. Oska pasti akan nanya kenapa orang yang sangat dia sayangi nggak ada lagi disekitarnya."
Kevin mengangguk. "Dia akan tau, tapi seenggaknya saat kondisinya sudah cukup baik untuk menerima kenyataan tentang berita duka ini."
Dwika menghela napas berat nan panjang. "Saat waktu itu tiba, semoga Oska akan baik-baik aja."
Kevin tersenyum getir. "Enggak ada yang baik-baik aja saat menghadapi kehilangan, Wi. Tapi lo bener, moga aja Oska akan mengerti dan menerima pengorbanan dari orang yang dia sayangi dan begitu menyayanginya."
****
Pemakaman umum itu ramai dengan orang-orang berpakaian hitam. Cuaca mendung seolah menggambarkan kesedihan setiap insan yang hadir memberikan penghormatan terakhir untuk seseorang yang raganya sudah terbaring tenang dibawah sana.
Isakan kembali terdengar saat tangan-tangan itu terayun menaburkan bunga—bersamaan dengan orang-orang yang mengubur raga terbalut kain putih itu dengan tanah.
Gadis yang terkenal baik, ceria dan mudah bergaul, sudah menutup mata dengan tenang diusianya yang begitu muda. Kemuliaan hati dan kelapangan jiwanya dengan memberikan kehidupan baru untuk orang tersayang, akan selalu dikenang semua orang yang mengantarnya ke peristirahatan terakhir.
Lintang menegakkan tubuhnya setelah sepanjang prosesi penguburan hanya bisa terisak dipelukan Langit. Dia terima buket bunga mawar merah dari seseorang yang hampir satu bulan ini menjadi menantunya—Kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATTALOVA
RomanceBersenang-senang menikmati masa muda adalah prinsip dari seorang Kanaya Lovandra saat ini Memikirkan masa depan sepertinya belum masuk agenda pribadinya Bagi gadis 22 tahun itu kuliah menjadi nomor kesekian Waktunya lebih banyak untuk main-main, pac...