'Saat ini penyakit Flora sudah berada pada level berat, dia sudah melupakan semuanya, termasuk dirinya sendiri. Yang bisa kalian lakukan hanya menjaga kualitas hidupnya, temani dia, perlakukan dia dengan lembut. Dalam fase ini Flora akan lebih sensitive dengan apapun, jangan membuatnya merasa terancam, baik ucapan atau tindakan. Yang Flora butuhkan hanya kasih sayang dan rasa aman dari orang sekitar. Terutama dari kalian, suami dan anaknya.'
Pesan dokter Vera itulah yang selalu Agam dan Natta ingat. Reaksi tak terduga atau lambatnya respon Flora dalam melakukan sesuatu sudah menjadi hal biasa, Agam dan Natta tetap sabar menghadapi, bahkan senyum tak pernah redup dari bibir keduanya setiap kali bersama Flora.
Tapi saat sendiri, kesedihan itu tak bisa mereka bendung. Menangis dalam diam sudah tak terhitung. Ketakutan akan terjadi sesuatu yang buruklah yang membuat dunia Agam dan Natta selalu terasa mendung.
Setiap harinya ayah dan anak itu membagi waktu dalam mengurus Flora. Saat Natta sekolah Agam yang akan menemani istrinya, setelah Natta pulang anak itu akan mengambil alih agar ayahnya bisa fokus bekerja di ruangannya. Kecuali urusan privasi, semuanya Agam yang mengurus, memandikan, mengganti baju. Karena bagaimana pun juga Natta sudah remaja dan harus ada batasan antara ibu dan anak dalam hal itu.
"Pagi, Sayang." Agam mengetuk pintu kamar yang terbuka tiga kali, lalu mendekati Flora yang duduk bersandar.
"Hai cantiknya aku. Bagaimana keadaanmu hari ini? Pasti selalu menyenangkan, bukan?"
Walaupun semalam mereka tidur dalam kasur yang sama, tapi kata itu wajib Agam ucapkan setiap kali mendekati istrinya di pagi hari. Karena setiap malam Agam selalu tidur saat Flora sudah terlelap, lalu bangun sebelum istrinya membuka mata. Flora yang sudah melupakan semuanya lebih suka menyendiri, dia bisa terkejut bahkan menolak jika merasa ada orang asing tiba-tiba didekatnya, walaupun itu suaminya sendiri.
"Aku Agam, suami kamu." Memperkenalkan diri juga hal wajib bagi siapapun yang ingin mendekati Flora. Entah wanita itu akan mengenalnya atau tidak, yang jelas sapaan lembut bisa berefek baik buat respon Flora setelahnya.
Tangan Agam terangkat menengadah di depan Flora yang masih menatap kosong, sampai akhirnya wanita itu perlahan menatapnya tanpa ekspresi. Sebelum melanjutkan ucapannya Agam selalu menggenggam tangan Flora lembut.
"Sebelum sarapan aku mau bantu kamu mandi dulu ya." selama beberapa saat Agam menunggu tanpa meredupkan senyum, sampai akhirnya Flora mengangguk pelan.
"Boleh aku menggendongmu ke kamar mandi?" walaupun sudah tahu Flora memang sudah susah berjalan, tapi ijin seperti itu harus Agam ucapkan agar Flora tidak kaget dengan tindakan berikutnya.
Dengan lembut Agam menggendong Flora. Jika dulu waktu penyakitnya belum parah Flora akan reflek mengalungkan tangan ke leher, tapi kali ini dia hanya diam menurut dengan tatapan yang selalu sama, kosong.
Agam memandikan Flora dengan hati-hati, setiap pergerakan yang akan dilakukan harus mendapat ijin, Agam juga tak lelah menjelaskan apa yang sedang dia kerjakan. Termasuk menyakinkan Flora agar tidak perlu takut karena semua akan baik-baik saja.
Setelah selesai Agam kembali membawa Flora ke kamar, menawarkan dua pilihan baju dan Flora menunjuk baju warna putih.
"Pilihan yang bagus, Sayang. Warna kesukaan kamu." Selesai merubah istrinya lebih segar dan wangi, Agam melipat kaki di depan Flora yang duduk di kursi meja rias.
"Aku akan menyiapkan sarapan. Selama menunggu, anak kita akan datang merias kamu. Itulah pembagian tugas yang dia minta. Dan aku mengikuti kebiasaan kamu dulu yang selalu menuruti permintaan dia selama itu positif." Agam tersenyum lebar, kemudian beranjak mencium kepala Flora. Tentunya setelah meminta ijin wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATTALOVA
RomanceBersenang-senang menikmati masa muda adalah prinsip dari seorang Kanaya Lovandra saat ini Memikirkan masa depan sepertinya belum masuk agenda pribadinya Bagi gadis 22 tahun itu kuliah menjadi nomor kesekian Waktunya lebih banyak untuk main-main, pac...