Nattalova - 47

3K 201 138
                                    

Rumah dengan dominasi warna putih itu semakin indah dengan banyaknya bunga dan hiasan-hiasan khas orang yang akan melangsungkan hajatan. Orang-orang mulai berdatangan memenuhi karpet yang digelar di ruang keluarga. Kemarin Natta ditemani ayahnya sudah nyekar ke makam ibunya. Sore ini waktunya menggelar acara pengajian, sebelum besok mereka bertolak ke Bali untuk melangsungkan pernikahan pada keesokan harinya.

Agam, Natta dan Dina sudah duduk berhadapan dengan para tamu undangan, mereka kompak memakai pakaian serba putih. Setelah acara pembukaan, Agam selaku tuan rumah melakukan sambutan singkat. Setelahnya, lantunan beberapa surat Al-Quran mulai terdengar, semua orang mengikuti dengan buku panduan yang sudah dipegang masing-masing, termasuk Natta. Pria itu tampak khusyuk membaca, membuka lembar demi lembar surat-surat yang ada disana. Ia semakin menunduk saat pembacaan doa untuk calon pengantin diucapkan. Dalam diam Natta meng-aamiin-kan setiap doa, berharap semua doa itu akan membawa keberkahan untuk rumah tangganya bersama Naya nanti.

Acara memasuki sesi pembacaan ungkapan cinta kasih anak untuk orang tua. Natta sebagai calon pengantin menghela nafas dalam, sebelum berpindah duduk didepan Agam selaku orang tua.

"Yah... selama ini pasti Ayah kesal karena Natta belum pernah sekalipun membuat puisi untuk Ayah kan?" Agam terpaku sesaat, kemudian tersenyum mengangguk.

Natta mengambil selembar kertas dari saku baju koko putihnya.
"Sebagai pengganti ungkapan cinta kasih anak pada orang tua, semalam Natta membuat puisi ini khusus buat Ayah. Semoga Ayah suka," sambungnya tersenyum tipis, membuat Agam meredupkan senyum, berganti menatap anaknya lekat.

Sesaat Natta menghela nafas beratnya beberapa kali, lalu mendekatkan microphone.

Ayah...

Kau memang bukan orang yang melahirkanku
Tapi aku tak mungkin lahir tanpa kesabaranmu
Kau memang bukan orang yang menyusuiku
Tapi tanpa usaha kerasmu, aku tak mungkin merasakan air susu ibu

Ayah...

Kau yang merawatku sejak bayi merah
Kau yang menjagaku tanpa lelah
Tapi aku tak pernah melihatmu marah
Aku juga tak pernah mendengarmu berkeluh kesah

Natta menjeda suaranya dengan menghela nafas berat. Tak jauh berbeda dengan Agam, bahkan dia sudah sibuk mengusap sudut matanya yang basah.

Ayah...

Awalnya aku tak mengerti, kenapa kata pertama yang kau ajarkan adalah kata 'bunda'?
Kenapa bukan namamu sendiri?
Kenapa harus orang yang belum pernah sekalipun merawat aku?
Kenapa kau begitu rela aku mengenal orang lain lebih dulu dari pada mengenalmu?

Tapi seiring berjalannya waktu,
akhirnya aku tau

Bunda adalah orang yang begitu berarti bagimu
Bunda adalah duniamu
Semua ini harapan terbesarmu
Dimana anakmu, bisa mencintai duniamu

Ayah...

Mungkin kita sering berdebat
Mungkin aku dan bunda terlihat lebih dekat
Tapi bagiku, kau tetap ayah terhebat
Kaulah panutanku sampai akhir hayat

Ayah...

Aku tak tau hatimu terbuat dari apa?
Aku tak tau seberapa besar rasa cinta yang kau punya?
Yang aku tau, kau adalah ayah yang sempurna
Untuk seorang Nattaya

Terimakasih, Ayah

Aku mencintaimu
Sebesar aku mencintai duniamu
Dunia kita... bunda

NATTALOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang