Nattalova - 31

2.3K 159 7
                                    

"Tunggu... tungguin gue!" Naya berlari menuju pintu lift yang hampir tertutup. Untung saja ada seseorang yang mendengar teriakannya, lalu menekan salah satu tombol dari dalam, menahan agar pintu tetap terbuka.

Pintu lift akhirnya tertutup setelah Naya masuk. Dia mengucapkan terimakasih seraya mengatur nafasnya yang memburu.

"Hai." Naya mendongak mendengar suara yang tidak asing lagi.

"Tian?"

"Ah ternyata kau punya ingatan yang bagus." Naya hanya tersenyum masam, tidak menanggapi ucapan cowok itu karena sibuk menggeser koper agar tidak menghalangi pintu. Memaksa lengan Naya bersenggolan dengan lengan Tian.

"Ucapanku waktu itu ternyata benar."

"Yang mana?" kebiasaan Naya tidak tahan berdiam saja kalau ada sesuatu yang membuatnya penasaran.

"Kita bertemu lagi."

"Hanya kebetulan." Naya melipat kedua tangannya di dada.
"Dan menurutku itu bukan hal aneh karena unit kita satu lantai." Sambungnya kembali menatap pantulan dirinya di pintu lift.

"Menurutku di dunia ini tidak ada yang kebetulan, semua sudah ada yang mengatur. Di lantai ini ada banyak unit dengan puluhan penghuni. Kita bertemu disini karena takdir."

"Menurutmu begitu? Ya udah, aku juga nggak akan ambil pusing." Tian terdiam sesaat, memandangi Naya yang bahkan tidak menoleh kearahnya saat menjawab.

"Lalu bagaimana?"

"Apa?" Kali ini Naya menoleh.

"Kita berteman?" Tian mengulurkan tangan. Sesaat Naya hanya memandangi Tian dan tangannya bergantian.

"Kamu selalu kaya gini setiap kali bertemu orang baru? Mengajak berteman?" Merasa tidak mendapat respon karena Naya masih belum menurunkan lipatan tangan, Tian menarik tangannya lagi.

"Tidak. Aku hanya melakukannya pada orang yang aku suka." Naya mengangkat sebelah alis, melirik Tian yang tersenyum manis.

Ya, cowok itu memang manis, lumayan ganteng. Tapi bagi Naya tidak ada yang lebih menarik dari Natta yang kegantengannya sudah paten mau dilihat dari sisi manapun.

"Oke. Kalau begitu mulai sekarang kita berteman." Kata Tian melihat Naya terdiam beberapa saat, lalu mengambil tangan gadis itu, memaksa kelingking mereka bertaut.

"Heh, aku belum bilang setuju!" Naya menarik tangannya cepat.

"Aku setuju."

"Ya udah temenan aja sama diri sendiri."

"Kau menyuruhku gila? Astaga jangan bercanda, Kanaya, itu tidak mungkin."

"Mungkin aja, karena kamu emang udah gila dengan maksa-maksa aku." Naya membuang nafas kesal, kembali melipat tangannya di dada.

Sementara Tian terdiam, menyandarkan sebelah lengannya ke dinding lift.

"Kau tega padaku, Kanaya." Naya melirik Tian yang sudah memasang wajah sendu dengan kening mengerut. Lah, emang gue ngapain elu?
"Aku baru sebulan di Jakarta, belum punya teman. Apa aku semenyedihkan itu sampai kamu tidak mau berteman denganku?"

"Selain gila ternyata lo drama king juga ya, Yan. Ribet banget lo punya idup." Ya, rasanya sebutan aku kamu terlalu bagus untuk cowok seperti Tian.

"Kau yang membuat semuanya rumit. Aku hanya ingin kita berteman, belum memintamu menjadi pacar." Naya langsung menoleh, memandangi Tian yang sudah menyengir.
"Mungkin."

Pintu lift terbuka.

Naya membuang nafas kasar, menarik koper lalu keluar lift diikuti penghuni lain, termasuk Tian yang berlari kecil mengikuti Naya.

NATTALOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang