Nattalova - 21

2.4K 170 118
                                    

Mungkin ada yang mikir 'ini cerita kok gini-gini aja ya, nggak ada konflik berat.'?
Atau mungkin ada yang merasa cerita ini ngebosenin?

Oke,
Aku emang sengaja bikin cerita ini ringan, berbeda dari cerita-cerita aku sebelumnya yang langsung masuk konflik berat...
Nattalova bukan nggak ada konflik berat, mungkin untuk saat ini 'belum' karena Naya maupun Natta masih terlalu menggemaskan untuk menghadapi konflik berat.... hahahaaa

Jadi, ikuti aja ya kelanjutannya....
Semoga suka dengan jalan cerita yang aku kasih...
Kalau nggak suka, ya gimana dong, ini alur yang ada di kepalaku dan yang aku mau kok... wkwkwkwkk
*author ketularan NattaNaya yang suka semaunya.....

******

Naya masih memandangi mukena pemberian Natta. Memang hanya mukena sederhana, tidak banyak motif atau hiasan renda, tapi bahannya halus. Kalau saja Naya belum sholat Dzuhur pasti dia akan langsung mencobanya. Ah rasanya Naya tidak sabar menunggu waktu Ashar tiba. Tidak apalah hari ini langsung dipakai, dicucinya besok saja kalau mbak Sri datang.

Ponsel Naya berbunyi, gadis itu meletakkan mukena di atas kasur kemudian beranjak menuju sofa ruang TV.

Nattayaku calling....

Naya tersenyum meraih ponselnya. Sejak perdebatan beberapa hari lalu Naya memang berusaha menahan diri setiap kali ingin menghubungi Natta. Dan ternyata cowok itu sudah tidak secuek sebelumnya, Natta selalu menelfon minimal sehari sekali tanpa Naya pancing terlebih dulu.

Natta ini jarang menggunakan fasilitas chat, kalau chat paling seperlunya saja. Padahal Naya suka ngobrol lewat chat karena bisa menggunakan emot-emot lucu. Tapi Naya berpikir positif aja sih, mungkin suara gue emang ngangenin.

"Halo Ta." Jawab Naya sambil merebahkan tubuhnya di sofa.

"Assalamualaikum Nay."

"Eh iya, waalaikum salam."

"Udah diterima kiriman aku?" tanya Natta.

Selain tidak bisa berbasa-basi, Natta selalu ingat ucapan Naya tempo hari. Kalau dipikir benar juga sih, untuk apa menelfon kalau cuma basa basi mau bilang 'udah makan belum?', 'jangan lupa makan' atau 'udah sholat belum?'. Mereka ini sudah dewasa yang tahu kebutuhan masing-masing, kalau lapar ya makan, kalau ngantuk ya tidur dan lain sebagainya.

Tapi untuk pertanyaan terakhir sepertinya pengecualian, mereka akan saling mengingatkan jika jam telfon bertepatan dengan masuk waktu sholat. Dan hal ini yang membedakan Natta dengan cowok-cowok Naya sebelumnya, mana ada diantara mereka yang mengingatkan sholat, sendirinya saja belum tentu menjalankan.

"Hmmm, kiriman apa ya?" Naya membekap mulutnya sendiri untuk menahan tawa.

"Bohong dosa loh." Yah, Natta pasti bisa mendengar suara Naya yang dibuat-buat.

"Hahahaa iya, udah kok makasih ya."

"Naya suka?"

"Suka. Sederhana tapi bagus, Natta pinter milihnya."

"Bukan aku yang milih, tapi oma." Seketika mata Naya melebar seraya menegakkan tubuhnya duduk di sofa.

"Om...omanya Natta?"

"Iya, semalam aku nemenin oma belanja baju, jadi sekalian." Naya menggigit bibir bawahnya, panik sendiri.

"Terus... terus Natta bilang apa sama oma Din- eh maksudnya, omanya Natta nggak nanya mukenanya buat siapa gitu?"

"Nanya."

"Trus Natta jawab apa?"

"Rahasia antara cucu sama omanya dong, Naya nggak boleh tau."

NATTALOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang