Di ujung deretan kursi ruang tunggu bandara, Naya menunggu kedatangan Natta. Semalam pria itu bilang akan tiba di Jakarta sore ini.
Sebenarnya Natta tidak meminta Naya menjemput tapi gadis itu yang memaksa karena Natta bilang dia pulang lebih dulu, sementara Agam masih ada urusan di Jepang.
Sambil menunggu, Naya memilih membaca puisi dari Natta yang sudah disimpan di note ponsel. Rasa bahagia dan berbunga-bunga masih saja menyelimuti hati saat membaca baris demi baris, padahal entah sudah berapa puluh kali Naya membaca, tapi tetap saja tidak bosan.
Puisi itu seolah memiliki magis tersendiri, Naya yang sebenarnya tidak terlalu suka membaca bisa kecanduan begini dengan puisi Natta. Kata-kata yang dituliskan cowok itu begitu manis, makna keseluruhan puisinya juga dalam. Apalagi Natta bilang hanya Naya dan bundanya yang dia buatkan puisi, ayahnya saja belum sekali pun dibuatkan.
Aaaahh, gimana Naya nggak seseneng ini coba?Naya terkekeh sendiri mengingat reaksi dia saat pertama kali membaca puisi itu.
"AAaaaakkkkhhhhh!!!" teriak Naya kala itu, menenggelamkan wajahnya ke bantal. Sekali lagi melihat ponsel untuk memastikan dia tidak sedang bermimpi, lalu berteriak lagi.
"NAYA!" Niol dengan muka bantal dan celana boxer sudah membuka pintu kamar Naya lebar.
Pria 26 tahun itu langsung menyalakan lampu, seketika matanya melebar melihat adiknya melompat-lompat di atas kasur, sesekali menari-nari sambil tertawa tidak jelas.
"Astaga Kanaya! Lo kesurupan?" Niol mendekat, menarik lengan Naya agar kembali duduk lalu mengambil gelas air di meja.
"Sadar Nay! Sadar!" Niol mencipratkan air itu ke wajah adiknya.
"Husstt huussttt... jin, setan, siluman, demit, genderuwo... keluar lo dari tubuh adik gue! Keluar!""Niol apaan sih!" Naya berusaha menghalau percikan air tapi kakaknya terus melakukannya sambil komat-kamit mirip mbah dukun.
"Niol STOP! Gue..."Byuurr!
Naya menghentikan kata-katanya bertepatan dengan air yang mengguyur kepala.
"Mampus lo gue siram! Dingin kan? Salah sendiri berani banget gangguin adek gue!" Niol menunjuk-nunjuk Naya yang masih terdiam, seolah sedang berbicara pada makhluk halus yang merasuki adiknya.
"Nay, lo udah nggak papa kan?" Suara Niol sudah melembut. Belum sempat tangannya menyentuh lengan Naya, adiknya itu menoleh dengan lirikan tajam melalui celah rambut basah.
Niol meneguk salivanya dalam, terlebih melihat nafas Naya yang memburu seperti ingin menerkamnya hidup-hidup."Nay... lo... kerasukan lagi...." Naya bergeming, terus menatap kakaknya tajam dengan wajah yang semakin mendekat, memaksa Niol memundurkan kepala.
"Sadar Nay, gue Niol abang terganteng lo. Lo inget kan?" Tanpa kata Naya langsung mencekik leher kakaknya."Niol setan!"
"Gue... gue bukan setan, gue manusia. Ampuunn Tan." Susah payah Niol berusaha menahan tangan Naya.
"Niol curuuuttt.... Ngapain lo guyur pala gue?" Niol terbelalak, yang memanggil dengan sebutan itu hanya Naya.
Detik berikutnya Niol sadar kalau ternyata Naya masih waras."Gue... gue pikir... lo kesurupan."
"Elo yang kesurupan!" Melihat kakaknya semakin kesusahan bersuara Naya menjauhkan tangan dari leher Niol.
"Gila lo! Kalo gue wassalam gimana?!" Niol mengusap-usap lehernya setelah terbatuk beberapa kali.
"Salah sendiri ganggu kebahagiaan orang. Orang gue lagi liat kiriman dari Natta malah dibacain alfatihah." Niol melihat Naya meraih ponsel yang tertutup bantal.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATTALOVA
RomanceBersenang-senang menikmati masa muda adalah prinsip dari seorang Kanaya Lovandra saat ini Memikirkan masa depan sepertinya belum masuk agenda pribadinya Bagi gadis 22 tahun itu kuliah menjadi nomor kesekian Waktunya lebih banyak untuk main-main, pac...