Acara syukuran dalam rangka empat bulanan kehamilan Naya berjalan lancar. Dua keluarga inti berkumpul, saling membaur dengan tamu undangan yang terdiri dari ibu-ibu pengajian dan anak yatim dari panti asuhan yang biasa Natta kunjungi seminggu sekali, dulu.
Ruang keluarga rumah Agam yang lumayan luas tampak penuh dengan orang-orang berpakaian putih-putih, sesuai permintaan kedua pasangan yang sebentar lagi akan menjadi orang tua.
Obrolan ringan dan canda tawa masih terdengar setelah para tamu berpamitan. Bahkan Naya tampak antusias menceritakan kehidupannya bersama Natta selama di Inggris, membuatnya menjadi pusat perhatian anggota keluarga, terutama kedua orang tua Lintang yang begitu antusias menanggapi cucu kesayangannya bercerita.
Natta yang mendengarnya hanya senyum-senyum sesekali menguap. Pria itu masih sedikit mengalami jet lag, harusnya Naya juga begitu. Tapi dia heran, sekarang sudah jam lima sore tapi kenapa 'baterai' istrinya seolah tidak berkurang, padahal dia sudah membuka mata sejak jam tiga pagi.
Dina datang menjeda obrolan seru mereka dengan mengajak mereka semua makan. Melihat keluarganya berangsur-angsur beranjak, Natta memilih mundur, menata bantal-bantal dikarpet lalu merebahkan diri. Matanya mulai perih, tidur sebentar rasanya tidak masalah, itung-itung sambil menunggu maghrib.
"Mama laper banget nggak?" tanya Naya melihat ibunya akan beranjak.
Lintang kembali melipat kaki, "memangnya kenapa?"
"Naya kangen makan dari tangan Mama. Suapin Naya dulu ya," ucapnya dengan tangan sudah memeluk lengan ibunya.
Lintang memandangi wajah memohon yang pipinya tampak lebih chubby dari biasanya. Kebiasaan anak perempuannya ini belum berubah, dulu setiap kali pulang ke rumah pasti beberapa hari pertama selalu minta disuapin.
Wanita yang sudah tidak muda tapi masih cantik itu mengusap pipi Naya sambil mengangguk. Kalau dalam keadaan biasa pasti Lintang akan meledeki anaknya itu gendut sambil mencubit pipinya gemas, tapi saat ini ada nyawa lain diperut Naya, wajar kalau terjadi perubahan dalam diri putrinya.
"Bentar ya, Mama ambil makanannya dulu. Bangunin Natta gih, suruh makan," ucap Lintang sebelum beranjak.
Naya mengerutkan kening, baru menyadari suaminya itu dari tadi tidak bersuara. Dia menoleh, ternyata Natta tidur dibelakangnya dengan posisi satu tangan diatas kepala.
Naya mengambil tangan itu, mengusap rambutnya sayang. Wajah suaminya terlihat lelah, kemarin mereka baru sampai dan semalam harus menemaninya makan sampai subuh karena jet lag. Setelahnya hanya tidur sebentar sebelum mengikuti serangkaian acara empat bulanan, pasti dia lelah sekali.
"Sayang, bangun, makan dulu." Naya melakukannya beberapa kali sampai Natta bereaksi. Tapi bukannya bangun, pria itu malah menjadikan pahanya sebagai bantal, melanjutkan tidur dengan memeluk perutnya manja. Tentunya tidak terlalu erat, dalam setengah sadarnya Natta tetap memikirkan kenyamanan Naya dan kedua calon anaknya.
"Belum bangun?" tanya Lintang yang kembali datang membawa sepiring nasi dan segelas air.
Naya menggeleng, "Kayaknya dia capek banget, Ma."
"Bangunin lagi, Kak. Nggak baik sore-sore tidur. Makan dulu, abis maghrib baru tidur lagi."
Naya menerima suapan Lintang, lalu menggoyangkan lengan Natta, "Sayang, bangun. Kamu pasti denger tadi Mama bilang apa 'kan?"
"Ngantuk. Bentar lagi," gumamnya yang masih bisa terdengar Naya.
Naya berdecak, tapi kemudian tersenyum tipis mendengar suara dari perut pria dipangkuannya, "Perut kamu udah protes, makan dulu gih. Kalau kamu nggak makan aku juga nggak mau makan. Udah, Ma, Naya nggak mau makan lagi," wanita itu menjauhkan sendok yang sudah diangkat ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATTALOVA
RomanceBersenang-senang menikmati masa muda adalah prinsip dari seorang Kanaya Lovandra saat ini Memikirkan masa depan sepertinya belum masuk agenda pribadinya Bagi gadis 22 tahun itu kuliah menjadi nomor kesekian Waktunya lebih banyak untuk main-main, pac...