Naya masih terpaku seraya meneguk salivanya dalam, benar-benar tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Perlahan Naya melihat Dina yang masih menunggu jawabannya. Masa sih oma Dina ini omanya dia?
"Kanaya?" Naya terkesiap.
"Ah mungkin oma salah nomor. Naya aja baru kenal oma hari ini, masa udah kenal cucunya. Kenal dimana coba, oma lucu deh." Naya merebut halus ponselnya dari tangan Dina dengan senyum lebar seperti orang tidak punya dosa. Secepat kilat Naya langsung mematikan panggilan atas nama -Yang Harus Dilupakan- itu sebelum terhubung.
"Masa sih, oma hafal banget kok nomor telfon cucu oma." Naya memutar bola matanya, duh omanya Natta ini daya ingatnya kenapa kuat banget sih?
"Tuh kan oma cuma mengingat tanpa catatan, pasti oma lagi kecapekan terus ada nomor yang salah ketik." Dina terdiam bertahan menatap Naya beberapa saat, kemudian menghela nafas dalam.
"Ya sudah, tapi apa oma boleh coba sekali lagi?" Naya memainkan jari-jarinya yang memegang ponsel. Gimana nih? Kalau gue kasih pasti keluarnya nomor Natta lagi, kalau nggak dikasih ntar gue dikira pelit.
"Em.... Bo...boleh dong oma. Oma coba lagi aja, pasti tadi ada yang salah." Naya memberikan ponselnya dengan harap-harap cemas kemudian menutup setengah wajahnya dengan kedua tangan. Nafas Naya makin tak beraturan melihat Dina mulai mengetikkan nomor.
"Tuh kan yang keluar nama kontak ini lagi." Kini tangan Naya naik untuk menutupi seluruh wajahnya.
"Jadi Kanaya beneran kenal sama cucu oma? Kalau nggak kenal nggak mungkin kan ada nomornya di handphone Kanaya?" Rasanya Naya tak punya muka lagi untuk menatap omanya Natta ini, terlebih mengingat sebutan yang ia tulis pada kontak Natta yang sudah dua kali Dina baca.
"Tapi kenapa nama kontaknya begini ya?" Gotcha! Tuh kan Dina membahas soal kontak Natta.
Dan saat ini Naya benar-benar membisu, tidak tahu lagi harus berbuat apa. Naya berharap detik ini juga meja di depannya bisa berubah menjadi portkey, dimana saat ia sentuh, meja itu bisa langsung membawanya menghilang dari sini menuju tempat yang ia inginkan, seperti di film Harry Potter itu loh.
"Jeng Dina." Dina menoleh, diikuti Naya yang perlahan membuka tangan yang menutupi wajah. Mereka melihat seorang perempuan yang baru keluar dari dalam mobil hitam.
"Eh jeng Sari, udah selesai senamnya?"
Dalam diam, Naya bernafas lega. Hatinya pun bersorak karena teman Dina ini sudah menyelamatkannya.
"Belum sih, masih sebentar lagi. Sengaja aku selesai lebih dulu, takut ribet kalau selesai bebarengan dengan yang lain. Jeng Dina sendiri gimana sarapannya, udah selesai? Bisa kita jalan sekarang?" Dina mengangguk, lalu menatap Naya.
"Ya udah Kanaya, oma pulang dulu ya. Ini handphone kamu, nanti oma pinjam punya teman oma aja." Naya mengangguk canggung sesekali melirik ponsel yang diletakkan di atas meja. Pergerakan tangan Naya yang ingin meraih ponsel terhenti saat Dina menyentuh bahunya, sedikit menunduk seperti ingin membisikkan sesuatu.
"Oma masih penasaran ada hubungan apa Kanaya sama cucu oma – Nattaya, sampai-sampai Kanaya mau melupakan Natta?" lirih Dina tersenyum lembut sebelum akhirnya berlalu mengikuti temannya.
Naya masih terpaku menatap mobil hitam yang ditumpangi Dina meninggalkan area GOR. Tak lama gadis itu mengusap wajahnya secara perlahan.
Pagi ini rasanya Naya lebih malu dari pada waktu dia tahu Agam adalah ayahnya Natta. Bagaimana tidak, walaupun Naya sudah menceritakan semuanya pada Agam tentang perasaannya pada Natta, tapi Naya tahu siapa Agam tanpa bertatap muka langsung.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATTALOVA
RomanceBersenang-senang menikmati masa muda adalah prinsip dari seorang Kanaya Lovandra saat ini Memikirkan masa depan sepertinya belum masuk agenda pribadinya Bagi gadis 22 tahun itu kuliah menjadi nomor kesekian Waktunya lebih banyak untuk main-main, pac...