Nattalova - 20

2.7K 174 97
                                    

Naya masih menatap Natta yang belum menurunkan pandangan, sebelum akhirnya tersenyum penuh arti.

"Kalau aku butuh kamunya setiap waktu gimana?" Tubuh Natta menegang mendengar pertanyaan Naya.

"Kamu mau bikin aku jadi pengangguran?" Seketika Naya terkekeh.

"Serius banget sih Mas nanggepinnya sampai tegang gitu mukanya." Naya dorong pelan pipi Natta. Belum sempat Naya menarik tangannya, Natta sudah lebih dulu menahan, menggenggamnya.

"Aku pikir kita emang lagi membahas masalah serius." Naya terdiam beberapa saat, sepertinya mood Natta belum sepenuhnya membaik. Terlihat dari susahnya cowok itu diajak bercanda.

"Oh lagi edisi serius."

"Kanayaaa." Natta menggerak-gerakkan tangan Naya yang ada digenggamannya, membuat gadis itu tersenyum geli.

Naya akhirnya membalas menggenggam tangan Natta, mengabaikan jantungnya yang berdebar karena genggaman tangan itu.

"Sejak pendekatan kita dimulai, bohong kalau aku nggak butuh kamu Ta. Tapi aku nggak nuntut kita ketemu setiap hari kok, karena aku sadar kita berdua punya dunia masing-masing diluar hubungan kita ini. Tapi aku mau kamu ingat satu hal."

"Apa?"

"Biasakan diri kamu dengan kehadiran aku dihidup kamu." Natta ini belum ada pengalaman menjalin hubungan dengan wanita, mau tidak mau Naya harus mengajarinya.

"Mungkin selama ini kamu bebas lakuin apa aja tanpa harus ngasih tau siapapun, tapi sekarang ada aku yang selalu nunggu kabar dari kamu." Sambung Naya.

"Kamu bisa hubungi aku kapan pun kamu mau tanpa harus menunggu."

"Masalahnya aku cewek Ta. Cewek itu gengsinya gede banget buat hubungi cowok lebih dulu. Dan selama ini aku udah buang gengsi aku agar komunikasi kita tetap terjaga." Natta terdiam, menatap Naya yang masih terlihat tenang.

"Mungkin kesannya kecepetan aku ungkapin semuanya disaat hubungan kita baru berjalan seminggu. Tapi aku pikir kalau masih awal aja komunikasi kita buruk, nggak baik juga buat kedepannya kan?" lanjut Naya.

"Di luar waktu aku ngurus ayah kemarin, komunikasi kita baik-baik aja kan? Kita sering telfonan, bahkan aku yang sering telfon kamu."

"Dan itu terjadi setelah aku chat kamu dulu kan?" Sambar Naya membuat Natta kembali terdiam. "Kalo aku nggak chat, kamu pasti nggak akan hubungi aku." sambungnya.

"Nay." Natta mengusapkan ibu jarinya ke punggung tangan Naya.

"Aku sempat mikir jelek tau Ta, kamu yang ngajak pedekate tapi kesannya aku yang ngejar kamu dengan mulai chat duluan. Sedangkan kamu cuek banget kayak nggak butuh aku."

"Kanaya, aku..." Naya langsung melepas genggaman tangan Natta.

"Aku nggak mau ya kalau kamu cuma mainin aku." Kali ini Naya mengangkat dagu, menunjukkan sisi tegasnya.

"Aku juga..."

"Kanaya dengerin aku dulu!" Potong Natta dengan tatapan tajam. Sesaat Naya masih bisa membalas tatapan, sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya kearah manapun.

Natta menghela nafas, mengontrol dirinya agar tidak emosi. Cowok itu kembali menggenggam tangan Naya lebih erat.

"Nggak ada yang mau mainin kamu Nay. Kamu udah sering ganggu pikiran aku, mana mungkin aku nggak butuh kamu." Natta sudah menurunkan nada suaranya. Sementara itu Naya belum menurunkan dagu walaupun hatinya berbunga mendengar ucapan Natta.

"Aku cuma nggak biasa basa basi lewat chat Kanaya, kalau ada hal penting aku lebih suka telfon."

"Aku nggak minta kamu jadi cowok alay yang tiap hari kirim pesan basa basi nanyain kabar atau nanya udah makan belum. Aku cuma mau kamu jangan terlalu cuek Nattaya."

NATTALOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang