Menjadi tetangga Naya?
Astaga! Ini lebih buruk dari yang aku pikirkan. Dia bergerak lebih cepat, pergerakannya benar-benar tak terduga. Pantas saja dia tau keadaanku malam itu, dan dengan bodohnya aku tidak memikirkannya karena terlalu fokus pada keadaan Naya. Sial, sial, sial!Natta geram dan marah dengan apa yang terjadi di lobby apartemen Naya. Orang yang sangat dia benci, orang yang pernah menghina ibunya, orang yang membuatnya di skors selama tiga hari dan berakhir dengan didiamkan ayahnya, kini muncul dihadapannya dengan senyum kebanggaan karena sudah berhasil mendekati wanita penghuni hatinya saat ini.
Natta tidak suka dengan semua ini, terlebih senyum hangat yang diberikannya saat berjabatan tangan, seolah menunjukkan betapa hebatnya dia karena muncul dengan cara dan waktu yang tak terduga.
Senyuman palsu yang ditunjukkan seolah tidak mengenal Natta. Amarah yang bergemuruh di dada rasanya siap meledak, membuat Natta ingin sekali meninju hidungnya sampai patah untuk kedua kalinya. Tapi mengingat hubungannya dengan Naya yang belum membaik, sekuat tenaga Natta harus menahan emosi. Dia tidak ingin membuat keributan yang berpotensi semakin memperburuk penilaian Naya terhadapnya.
Rasa perih akan hubungannya dengan Naya semakin diperparah dengan pemandangan keakraban gadisnya dengan pria brengsek itu. Natta tidak ingin Naya terlalu dekat dengannya. Bukan karena cemburu, karena walaupun mereka akrab, terlihat jelas Naya tetap bersikap jutek padanya.
Natta lebih mengkhawatirkan Naya karena pria itu jahat, dia hanya memanfaatkan Naya untuk balas dendam. Pria bernama Thomas Christian yang menggunakan nama Tian sebagai nama panggilan pada Naya, sudah jelas hanya ingin mengecoh agar Natta tidak mengetahui keberadaannya.
"Sialan!" Natta melempar jaketnya ke sembarang arah, memukul udara kesal sebelum merebahkan diri di kasur, memandangi langit-langit kamar.
"Naya tidak aman. Bagaimana pun caranya aku harus menjauhkan dia dari si brengsek itu. Naya tidak boleh dekat-dekat dengannya lagi. Tidak boleh!"
Natta tertegun dengan nafas memburu, memikirkan cara apa yang akan dilakukan. Dia tidak mungkin begitu saja menceritakan tentang Thomas disaat hubungan mereka masih seperti ini. Bahkan tadi Naya langsung pergi tak lama setelah Thomas lebih dulu masuk lift, meninggalkan Natta yang terus memanggilnya. Capek dan kondisi badan yang belum sepenuhnya fit dijadikan alasan, dan Natta tidak mungkin mencegahnya lagi. Tak apalah hari ini belum bisa bicara dengan Naya, masih ada hari esok.
Natta juga sedikit bisa bernafas barang sejenak, pasalnya tadi dia cukup mendengar saat Thomas berbisik pada Naya akan naik terlebih dahulu karena harus mengejar penerbangan malam ini ke Singapura. Dengan begitu setidaknya untuk sementara ini Naya aman dari gangguan Thomas.
******
"Jadi Oska minta pendapat Yangti juga?" Naya merebahkan diri di sofa, tidur di pangkuan neneknya seraya memberikan salep untuk mengobati luka di pipi.
"Sejak kapan Oska berani minta sesuatu sama eyang? Dia itu nggak kaya kamu sama Junior." Naya terkekeh, merasakan Dona menoel ujung hidungnya.
Begitulah Oska, walaupun mendapat perhatian lebih dari seluruh keluarga besar karena kondisinya, tapi tidak menjadikannya anak manja. Untuk urusan meminta sesuatu Oska hanya berani melakukannya pada kedua orang tuanya dan juga Niol. Sekarang tambah satu lagi yaitu Naya, itupun kadang masih canggung.
Berbeda dengan kedua kakaknya yang pecicilan. Waktu kecil setiap kali ada keluarga jauh datang ke rumah pasti Naya dan Niol kompak menodong oleh-oleh, tanpa oleh-oleh mereka tidak diperbolehkan masuk. Kalau sedang mengunjungi rumah saudara, sahabat orang tuanya atau menginap di rumah kakek neneknya di Bandung, mereka akan ribut sendiri meminta ini itu. Meminta mainan, makanan, memaksa kakek neneknya main kuda-kudaan dan kerusuhan lain yang membuat anggota keluarga lain hanya bisa menggeleng kan kepala. Mereka bingung dulu Lintang mengidam apa sampai melahirkan bocah-bocah yang baterainya jarang lowbat begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATTALOVA
RomanceBersenang-senang menikmati masa muda adalah prinsip dari seorang Kanaya Lovandra saat ini Memikirkan masa depan sepertinya belum masuk agenda pribadinya Bagi gadis 22 tahun itu kuliah menjadi nomor kesekian Waktunya lebih banyak untuk main-main, pac...