Nattalova - 50

2.6K 161 18
                                    

Dengan setelan kemeja putih panjang dan rok hitam selutut, Naya sibuk membaca buku sambil menunggu waktu sidang. Untuk mengurangi gugup sesekali ia mengetukkan sepatu pantofelnya ke lantai. Tak jarang sebelah tangannya terangkat merapikan rambut yang sebenarnya sudah rapi dengan jepit disebelah kiri.

Naya menaruh buku dipangkuan, meneguk air mineral dari botol. Kemudian sambil memejamkan mata ia menutup mulutnya dengan kedua tangan.

"Kenapa, mual lagi?" tanya Natta yang duduk disebelahnya. Sejak semalam sampai pagi Naya memang beberapa kali muntah, bahkan setibanya di kampus ia langsung berlari mencari toilet.

Naya menggeleng, "cuma gugup aja."

Natta mengambil sesuatu dari saku blazernya, "bunda pernah bilang cokelat bisa membuat hati kita tenang."

"Oh ya?"

Natta mengangguk, "aku bukain ya."

"Naya baru tau kalau Natta suka bawa cokelat di saku."

"Baru kali ini, tadi waktu beli minum liat cokelat di depan kasir, trus inget kamu, siapa tau butuh, ternyata beneran butuh." Naya tersenyum sebelum memandangi potongan cokelat ditangan Natta.
"InshaAllah nggak akan mual." Ucap Natta seolah mengerti tatapan istrinya.

"Gimana, aman kan?" tanya Natta memperhatikan Naya yang ragu-ragu mengunyah cokelat dengan potongan kacang mede itu. Istrinya itu mengangguk lalu membuka mulutnya.

"Mau lagi."

Natta terkekeh, menyuapi Naya sekali lagi, "kayanya setelah ini aku harus selalu stok cokelat disaku, kamu ternyata doyan banget."

"Little NattaLova yang doyan, Daddy. Kalau Mommynya nggak mau banyak-banyak, takut gendut." Natta terkekeh, mengusap perut Naya sebentar.

"Justru kalau lagi hamil itu masa-masa surganya wanita, karena punya alasan buat makan apapun tanpa takut dikatain gendut."

"Kalau gendut trus suaminya cari perempuan lain yang lebih seksi, gimana?"

"Ya itu derita si perempuan." Seketika Naya membulatkan mata, membuat Natta terkekeh. Cepat-cepat suaminya itu menggenggam tangannya, "becanda, Sayang."

"Nggak lucu!" Naya melepas genggaman tangan Natta.
"Jadi kamu termasuk pria brengsek yang cuma mau istrinya waktu cantik aja. Kalau nanti aku jelek waktu hamil besar bakal kamu tinggalin, iya?" seketika Natta panik melihat emosi Naya yang menanggapi serius candaannya.

"Bukan gitu, Nay. Tadi aku cuma becanda biar kamu nggak tegang. Itu aja."

"Aku nggak nyangka kamu kaya gitu, Ta."

"Nay..."

"Kamu sadar nggak sih sejak nikah sikap kamu berubah jadi nyebelin. Apa ini kamu yang sebenarnya, iya?"

Natta langsung merengkuh Naya yang sudah meneteskan bulir bening dari sudut matanya. Istrinya itu meronta tapi sekuat mungkin Natta menahan.
"Tenang, Nay, aku minta maaf."

"Kamu nyebelin, Ta." Natta hanya mengangguk merasakan Naya memukul-mukul dadanya. Ia baru sadar hormon kehamilan pasti mempengaruhi emosi Naya saat ini, belum lagi kegugupannya menghadapi sidang. Tidak seharusnya ia menggodanya dengan masalah sensitif itu.

"Cuma pria bodoh yang meninggalkan perempuan yang rela mengandung anaknya. Dan aku bukan termasuk pria bodoh itu. Aku minta maaf ya..."

Naya masih terisak. Ia kesal, tapi tidak dipungkiri pelukan Natta benar-benar menenangkan. Setelah dipikir kembali memang suaminya hanya bercanda, terlebih dengan semua yang mereka lewati, tidak mungkin Natta seperti itu. Akhinya Naya membalas pelukan Natta. Dalam diam ia merutuki dirinya sendiri yang sekarang berubah menjadi wanita cengeng.

NATTALOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang