Nattalova - 34

1.8K 150 49
                                    

Maaf mungkin mudah didapat ketika kita tulus meminta, tapi untuk menjalani kebiasaan seperti sebelum terjadi kesalahan, semuanya tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan.

Begitu juga yang terjadi dengan Naya.

Tiga minggu sudah dirinya kembali dari Puncak, selama itu juga Naya selalu berusaha memperbaiki hubungan dengan Natta. Cowok itu memang sudah memaafkan, tapi sikapnya tidak berbanding lurus dengan ucapan. Natta belum kembali menjadi cowok hangat yang akhir-akhir Naya kenal. Natta yang sekarang cenderung lebih dingin, irit bicara, mirip seperti Natta saat mereka belum mempunyai kesepakatan untuk saling mengenal satu sama lain.

Pertemuan mereka akhir-akhir ini juga terbilang hambar. Naya ingat saat makan malam beberapa hari yang lalu, dia yang sudah berusaha mencairkan suasana selalu dimentahkan dengan sikap tak acuhnya Natta. Terlebih dengan apa yang dilakukan Natta saat pamit pulang, memunculkan keraguan di hati Naya akan hubungan mereka.

"Ta, Naya seneng bangeeeettt...." Kala itu Naya begitu semangat menyuarakan kebahagiaannya pada Natta melalui sambungan telpon.

"Kenapa?"

"Tadi siang Naya ketemu dosen. Trus kamu tau nggak apa yang terjadi? Coretan revisi cuma dikit, Ta." Naya melompat-lompat sendiri diatas kasur.
"Itu artinya Naya tinggal benerin dikit trus bisa nentuin tanggal sidang kan? Aahhh Naya seneng banget karena bentar lagi lulus dan nggak dipusingin sama skripsi lagi." Naya mengacak-acak rambutnya sendiri saking senengnya.

"Alhamdulillah. Selamat ya." Senyum ceria Naya perlahan memudar dengan tanggapan singkat Natta. Dia sudah membayangkan Natta akan mengapresiasi semuanya dengan semangat juga, tapi ternyata....

Naya kembali duduk, menghela nafas beberapa kali, menyadari kemungkinan Natta belum memaafkannya sepenuh hati. Dan Naya tetap akan berusaha mengakhiri kondisi menyebalkan ini, bagaimanapun juga semua berawal dari kebodohannya yang kelewatan saat bercanda.

"Semua ini juga berkat bantuan Natta. Makasih ya." ucapnya pelan.

"Iya."

Naya menggigit bibir bawahnya, berpikir cepat agar obrolan mereka tidak terhenti sampai disini.

"Eh, gimana kalau nanti malam kita makan bareng? Itung-itung buat rayain semuanya." Ajak Naya kembali ceria.

"Boleh."

"Tapi Natta yang pilih tempatnya ya."

"Ok."

Kali ini obrolan mereka benar-benar berakhir. Naya merebahkan tubuhnya terlentang di kasur, menatap langit-langit kamar, berpikir ternyata semenyebalkan ini membujuk orang lempeng yang masih marah.

Setelah maghrib, Naya mulai bersiap. Beberapa saat memilih baju Naya belum menemukan yang cocok. Akhirnya gadis itu mengambil beberapa potong baju dari lemari untuk diletakkan di kasur, mengamatinya satu persatu. Karena belum juga menentukan pilihan, akhirnya Naya kembali mengambil ponsel.

"Ta, ngomong-ngomong kita mau makan dimana?" Naya memilih bertanya agar dirinya tidak salah kostum.

"Aku baru keluar kantor. Kita makan di apartemen kamu aja, nanti aku yang bawa makanannya." Senyum Naya meredup seraya melihat deretan baju yang sudah memenuhi kasur. Bayangan dinner romantis menguap begitu saja. Ingin protes tapi dia khawatir hubungan mereka akan semakin memburuk.

"Oh gitu... ya.. ya udah, Naya tunggu." Naya melempar ponsel ke kasur sebelum mengusap wajahnya kasar menahan kesal.

"Sabar, Nay. Kesabaran lo emang lagi diuji sama si Natta de coco crunch itu." Naya bergumam sendiri sambil memasukkan kembali baju-bajunya ke dalam lemari.

NATTALOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang