Nattalova - 42

2.5K 168 37
                                    

Matahari sore terus menyinari langkah dua orang yang belum juga memecah keheningan. Hanya suara debur ombak yang sesekali terdengar menghantam kaki yang tak beralas. Sandal dan sepatu sengaja mereka lepas untuk memudahkan langkah diatas pasir putih.

Sejak pertemuan mereka satu jam yang lalu, suasana terasa kaku. Menikmati hidangan di meja makan tak membuat keduanya saling menyapa, hanya suara Oska yang menyelamatkan ruang makan itu dari kebisuan.

Naya yang tidak nyaman terlalu lama dengan suasana seperti itu hanya menghabiskan dua tusuk sate lilit, lalu meneguk air putih.

"Kamu abisin ya, kakak mau cari angin bentar." Katanya beberapa waktu lalu sebelum beranjak.

Natta yang merasa kalimat itu sebuah kode, langsung mengatakan hal yang sama pada Oska lalu menyusul Naya. Tanpa suara ia terus berjalan mengikuti kemana langkah gadis itu.

Naya keluar rumah, menyusuri jalan aspal di sekitar rumah, kemudian melewati jalan setapak. Suara ombak terdengar semakin nyata, ternyata secara tidak langsung Naya mengajaknya ke pantai. Pantai yang bersih dan sepi karena bukan tempat wisata, hanya ada beberapa anak kecil yang mungkin sedang mencari binatang laut yang terdampar. Melihat kearah timur rumah Naya pun terlihat jelas dari tempat itu.

Sepanjang mengikuti Naya, Natta tak pernah melepas pandangan. Bukan karena sikap gadisnya yang pendiam, bukan juga karena dress bunga-bunga tanpa lengan sepanjang bawah lutut yang Naya kenakan sering tertiup angin. Natta lebih fokus pada penampilan baru Naya.

"Rambut baru?" akhirnya Natta membuka suara. Naya hanya menoleh sebentar, tak ingin menjawab.
"Bagus, kamu keliatan lebih fresh."

Naya tersenyum miring, menjepit sebelah rambutnya ke belakang telinga.
"Jangan biasakan berbohong hanya untuk menyenangkan hati orang lain."

Natta terdiam sesaat, kalimat Naya seperti mengandung makna ganda. Ia juga ingat pernah bilang menyukai rambut panjang Naya. Dan sekarang gadis itu sudah memotong rambutnya rata sebahu.

"Apa kamu potong rambut karena aku?" Natta menghentikan langkah tepat didepan Naya, memaksa gadis itu juga berhenti.
"Sebagai pelampiasan emosi, mungkin?"

Naya tak berniat menatap lawan bicara, memilih menghadap ke laut dengan tangan terlipat di dada.
"Kepedean banget kamu. Aku cuma ngelakuin apa yang aku suka."

"Walaupun kamu tau aku nggak suka?" sambar Natta.

"Mungkin kamu lupa kalau dari awal kita emang nggak ada hubungan apa-apa, jadi kamu nggak ada hak buat larang-larang aku."

"Lalu kamu anggap apa kebersamaan kita selama ini, hah?!" Natta menarik lengan Naya, tak tahan rasanya dengan situasi kaku seperti ini.

"Kamu sendiri anggap aku apa?!" sergah Naya tak kalah tegas.
"Jangan mentang-mentang aku yang pertama kali menyatakan perasaan, lalu kamu bisa seenaknya mainin perasaan aku!"

Beberapa saat keduanya saling menatap tajam dengan nafas memburu. Natta menyadari gadisnya sudah tersulut emosi. Dan tidak akan ada penyelesaian dalam emosi. Perlahan Natta melepas cengkeraman, menurunkan tatapan tajam.

"Aku menduga satu alasan kenapa kamu kaya gini, tapi aku mau denger semuanya langsung dari mulut kamu." Suara Natta sudah melembut.
"Kalau dugaanku benar, aku bisa menjelaskan semuanya dan akan menjawab apapun yang mau kamu tau."

"Untuk apa, aku udah dengar semuanya." Naya sudah kembali memandangi laut.

"Jadi benar dugaanku, kamu melihat dan mendengar pembicaraan aku sama seorang wanita waktu di kantor?" Naya bergeming, mengingat itu dadanya kembali terasa sakit.
"Bagian mana yang kamu dengar, akan aku jelaskan."

NATTALOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang