Sabtu siang ini Naya hanya berdiam diri di apartemen, sibuk mengerjakan skripsi ditemani brownies yang dibawakan Dina semalam.
Ya, setelah obrolannya dengan Agam kemarin hubungan Naya dan keluarga Natta semakin hangat. Kecanggungan yang sebelumnya melanda perlahan sirna, Naya langsung membaur saat Natta mengajaknya bergabung untuk makan siang bersama.
Meja makan keluarga Natta yang biasanya tidak banyak suara kemarin berubah lebih berwarna, siapa lagi penyebabnya kalau bukan Naya. Seperti saat berdua dengan Natta, bersama keluarga Natta pun Naya tak kehilangan bahan obrolan. Ada saja pembahasan yang keluar dari mulutnya. Dan dari meja makan itu Naya semakin tahu tentang pujaan hatinya, seperti masakan kesukaan Natta dan hobi cowok itu pada bola serta dunia fotografi.
Sebenarnya masih ada satu hal lagi yang membuat Naya penasaran, yaitu tentang phobia Natta. Ternyata Natta punya phobia loh.
Kemarin Agam sempat ingin bercerita tapi Natta langsung berdiri dan membekap mulut ayahnya seraya mengucapkan kata-kata larangan. Naya yang masih penasaran bertanya pada Dina tapi wanita tua itu hanya tersenyum tidak menjawab.
Dan sampai saat ini Naya belum tahu phobia Natta apa sampai-sampai dia melarang semua orang bercerita. Padahal kan kalau Naya tahu dia bisa antisipasi untuk menghindari sesuatu yang Natta takuti itu. Seperti Niol yang phobia gelap yang memaksa lampu di ruangan apartemen selalu menyala kalau malam, kecuali kamar Naya.
Naya mengambil sepotong brownies lalu menggigitnya. Brownies ini Dina yang membuat kemarin setelah makan siang. Naya yang sebelumnya hanya menemani Natta bermain PS dengan Agam akhirnya ikut membantu Dina di dapur. Ya walaupun cuma menaburkan kacang almond sih, tapi lumayan lah dia ada teman mengobrol disaat para pria sibuk dengan dunianya.
Naya tersenyum sendiri memandangi sisa brownies di tangan, teringat kata-kata omanya Natta sewaktu dia berpamitan.
"Kanaya sering-sering main kesini ya. Nanti kalau tangannya udah sembuh oma ajarin masak."Tentu Naya menyambut tawaran itu dengan senang hati, siapa juga yang menolak datang ke rumah penuh kehangatan itu. Tapi masih ada yang mengganggu pikiran Naya saat ini, tentang obrolannya dengan Dina yang belum selesai waktu di mushola.
"Natta bilang mukena ini buat teman oma nanti." Kening Naya mengerut tak mengerti.
"Teman oma? Maksudnya?"
"Apa Natta pernah cerita tentang ayahnya yang akan pindah tinggal di villa?" Naya menggeleng.
"Emang om Agam mau pindah?" Dina mengambil mukena Naya dan membantu memasukkannya ke dalam tas.
"Ibunya Natta dimakamkan disana dan Agam ingin 'menemaninya' sambil mengurus perkebunan yang belum lama dibeli. Makanya bulan lalu Agam mengangkat Natta jadi manager agar bisa belajar lebih banyak tentang perusahaan, karena tahun depan dia yang akan menggantikan ayahnya." Dina menarik resleting tas mukena Naya.
"Karena rencana Agam itu juga oma pindah kesini. Awalnya oma menolak dengan alasan sepi. Rumah ini terlalu besar, oma juga tidak terlalu mengenal tetangga. Tapi Natta terus memaksa, dan dengan gampangnya dia bilang kalau sudah waktunya Natta akan membawakan teman buat oma di rumah ini. Teman yang akan menghadirkan teman-teman oma yang lain." Dina mengangkat wajahnya menatap Naya.
"Apa sekarang Kanaya sudah mengerti?" Naya terus menatap oma Dina lekat sebelum akhirnya menggeleng pelan. Naya merutuki dirinya dalam hati, kenapa tumben sekali dia lemot untuk memahami. Apa efek gugup karena sedang di rumah Natta?
Dina hanya tersenyum lalu mengusap lengan Naya.
"Ya udah nggak usah dipikirin, nanti kamu juga ngerti. Ke bawah yuk, kayaknya Natta sama ayahnya sudah pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
NATTALOVA
RomanceBersenang-senang menikmati masa muda adalah prinsip dari seorang Kanaya Lovandra saat ini Memikirkan masa depan sepertinya belum masuk agenda pribadinya Bagi gadis 22 tahun itu kuliah menjadi nomor kesekian Waktunya lebih banyak untuk main-main, pac...