"Masuk ma." Lintang mengikuti anak sulungnya memasuki apartemen. Hari ini Niol memang sengaja masuk kerja siang karena paginya harus menjemput ibunya ke bandara.
"Adik kamu mana bang, kok sepi banget?" Lintang meletakkan tas tangannya ke sofa sambil melihat seisi ruang TV itu.
"Kayaknya masih tidur ma. Semalam itu Naya ngajakin begadang sampai-sampai aku cuma tidur tiga jam." Lintang langsung menoleh menatap putranya yang sedang meletakkan koper di samping sofa.
"Kanaya kenapa, dia nggak papa kan?"
"Nggak tau tuh bocah uring-uringan mulu, gini salah gitu salah, kayaknya efek tangannya yang nyeri deh ma. Lagian udah tau lagi sakit tapi masih aja petakilan, kepentok inilah, kebentur itulah."
"Kayak gini nih yang bikin mama nggak tenang kalau dia sakit nggak ada yang ngawasin." Lintang berlalu masuk ke kamar Naya, sementara Niol pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan karena hari ini mbak Sri cuti.
Di kamar Naya memang masih terlelap. Naya sedikit menggeliat saat ibunya membuka tirai jendela, tapi dia hanya memalingkan wajah tanpa ingin membuka mata.
Lintang mendekati ranjang, memandangi putrinya getir. Melihat tangan Naya disangga arm sling dengan jari-jari yang masih bengkak, membuat hati Lintang teriris. Walaupun kondisi sekarang tidak separah saat Lintang hampir kehilangan Naya waktu anak itu berumur 14 tahun, tapi sebagai seorang ibu Lintang selalu sedih kalau melihat anaknya sakit.
Lintang duduk di tepi ranjang, mencium pipi Naya sayang.
"Kak." Wanita itu mengusap rambut anaknya lembut.
"Bangun sayang, ini mama." Naya melenguh pelan seraya membuka mata dan langsung disambut senyuman hangat ibunya.
"Mama? Mama udah dateng?" Naya bangun untuk memeluk Lintang lama.
"Bangun yuk, udah mau jam 9 loh. Kamu belum sarapan, belum lagi harus minum obat kan?" Kata Lintang sambil merapikan rambut Naya.
"Mama ini mirip Niol deh bawelnya. Naya itu masih kangen sama mama, masih pengen usel-uselan di kasur kayak kebiasaan kita dulu waktu di rumah. Emangnya mama nggak kangen sama anak mama yang cantik ini, heum?" Lintang tersenyum, menghadapi Naya mengingatkannya saat menghadapi Langit muda dulu.
"Duuh anak gadisnya papa Langit keluar manjanya." Kata Lintang saat Naya bergelayut manja di lengannya.
Lintang akhirnya mengambil posisi bersandar di punggung ranjang agar bisa memeluk Naya dengan nyaman.
"Kata abang semalam kamu nggak bisa tidur ya, kenapa?" Naya galau ma.
"Gara-gara tangan Naya yang bandel ini nih ma." Naya sedikit mengangkat tangan kanannya.
"Karena kemarin kepentok wastafel?"
"Iya. Padahal udah diminumin obat pereda nyeri, tapi masih aja ngilu banget. Tidur posisi gini salah, posisi gitu salah, nggak tidur apalagi, makin salah. Bikin kesel deh pokoknya. Kalau nggak sakit, rasanya pengen Naya bejek-bejek biar kapok." Jelas Naya sambil meremas ujung selimut. Kekesalan Naya ini sepertinya sepaket dengan kekesalannya pada Natta, bahkan saat ini Naya sedang membayangkan meremas wajah Natta, mencubit kedua pipinya.
Lintang terkekeh lalu mengusap tangan kanan Naya yang terbalut gips.
"Tangan sakit kok dimarahin. Itu mah Nayanya aja yang bandel, kurang hati-hati."
"Naya nggak bandel ma, Naya udah hati-hati kok. Emang dianya aja yang nggak punya hati sampai ingkar janji." Lintang mengerutkan kening memandangi putrinya.
"Dia?" Seketika Naya melebarkan mata dengan mulut terbuka. Mampus, kenapa gue bisa keceplosan gini?
"Dia siapa?" Beberapa kali Naya menggigit bibir bawahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATTALOVA
RomanceBersenang-senang menikmati masa muda adalah prinsip dari seorang Kanaya Lovandra saat ini Memikirkan masa depan sepertinya belum masuk agenda pribadinya Bagi gadis 22 tahun itu kuliah menjadi nomor kesekian Waktunya lebih banyak untuk main-main, pac...