"Jadi tadi siang Naya ke kantor, trus nggak sengaja ketemu om Agam?" Natta mengangguk, menerima mangkuk berisi air es dan handuk kecil dari tangan Alex.
"Kenapa dia nggak nemuin elo?" Alex menaruh kotak obat di meja sebelah Natta sebelum ikut duduk di pinggir kasur.
"Itu yang tadi mau gue tanyain ke dia, tapi..." Natta menghela nafas dalam mengingat kejadian di apartemen.
Sambil mengompres luka, Natta menarik diri duduk di kasur dan bersandar tembok. Pukulan dua laki-laki pelindung Naya itu benar-benar membuat sekujur tubuhnya terasa ngilu.
Malam ini Natta memang memilih pulang ke kostan Alex, dia tidak mungkin pulang ke rumah dengan keadaan dan pikiran yang kacau, Dina pasti akan bertanya macam-macam.
"Sini gue bantu." Alex merebut kapas dari tangan Natta. Pria bermuka lebam itu berterimakasih sebelum menyandarkan kepala, sesekali memijit pelipis, membiarkan Alex memberikan betadine ke titik-titik luka di wajahnya.
"Jago karate bisa bonyok juga ya."
"Sialan lo." Alex terkekeh seraya menghindari tendangan Natta.
"Kalau bukan El atau Kevin, udah gue jadiin perkedel siapapun yang berani nyentuh gue.""Melemah sama calon sodara ipar ceritanya. Coba kalau gue yang lakuin." Alex sedikit menekankan perban yang akan ditempelkan pada pelipis Natta, membuatnya meringis.
"Leexx..." Alex tertawa melihat Natta meringis kesakitan karena tak sadar berteriak. Dia beranjak membawa mangkuk dan kotak obat, kemudian sibuk membuatkan Natta teh hangat.
"Lagi mikir apa lo, Nat?"
"Naya." Jawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari langit-langit kamar.
"Keinget dia yang mabuk?" Alex membawa dua cangkir teh, memberikan satu cangkir untuk Natta, dan yang satu untuk dirinya sendiri.
Natta tertegun, mengingat keadaan Naya yang sempoyongan tadi perasaan Natta campur aduk. Marah, sedih, bingung dan tak percaya Naya bertindak seperti itu.
"Jujur gue kecewa, tapi bukan itu. Gue yakin Naya punya alasan kuat sampai bertindak bodoh kaya gitu. Alasan yang gue sendiri belum tau."
"Lalu?" Natta menyesap tehnya sedikit.
"Gue kepikiran keadaan Naya, Lex. Waktu gue pergi dia demam tinggi, gue khawatir dia kenapa-kenapa." Alex pun menikmati tehnya.
"Mungkin karena nggak biasa 'minum', nanti kalau efeknya udah ilang juga sembuh sendiri." Natta menggeleng tidak setuju.
"El pernah cerita, dulu Naya juga kaya gini setelah ribut sama ayahnya. Setelah itu dia sakit keras berminggu-minggu, bahkan Naya hampir...." Natta menaruh cangkir, mengusap rambutnya sampai belakang kepala seraya beristigfar.
"Gue nggak akan maafin diri gue sendiri kalau sampai Naya kenapa-kenapa."Alex terdiam memandangi Natta yang sudah menunduk menekan-nekan keningnya dengan ibu jari. Dari suaranya yang terdengar lirih, dia bisa melihat besarnya perasaan Natta untuk Naya.
"Naya pasti baik-baik aja. Sekarang istirahat, besok kalau udah baikan lo bisa temui dia."
Natta merebahkan tubuhnya posisi miring, melihat foto-foto Naya di ponsel. Seharian Naya memasak, membawa makanan itu ke kantor, tapi kenapa dia tidak menemuinya. Astaga, mengingat ucapan Niol sewaktu menghajarnya membuat kepala Natta semakin berdenyut. Belum lagi pesan terakhir dari Thomas yang semakin menghantam pikirannya dari segala penjuru.
Melihat Alex yang sudah memejamkan mata, Natta mengurungkan niat untuk bercerita. Sekarang sudah hampir jam 2 pagi, sahabatnya itu pasti sudah lelah. Besok saja kalau keadaan sudah membaik, lagipula badan Natta sendiri sudah minta diistirahatkan. Tapi matanya bertolak belakang, sulit sekali terpejam. Yang bisa Natta lakukan hanya memandangi langit-langit kamar sambil memikirkan keadaan gadisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATTALOVA
RomanceBersenang-senang menikmati masa muda adalah prinsip dari seorang Kanaya Lovandra saat ini Memikirkan masa depan sepertinya belum masuk agenda pribadinya Bagi gadis 22 tahun itu kuliah menjadi nomor kesekian Waktunya lebih banyak untuk main-main, pac...