"Nat." Natta yang baru keluar ruang IGD menoleh.
"El, baru datang?"
"Iya, tadi di jalan ban motornya Alex bocor jadi harus ke bengkel, terus gue kesini nyambung pakai ojek online. Adek gue gimana Nat?"
"Naya lagi dipasang gips di dalam. Dari hasil rontgen, tangan Naya mengalami retak ringan dan selama dua minggu ini dia harus memakai gips. Setelah itu dilihat lagi apakah butuh operasi atau tidak?"
"Apa Naya perlu dirawat?" Natta menggeleng.
"Enggak, cukup rawat jalan. Tadi dokter spesialis orthopedic bilang cederanya nggak terlalu parah, posisi tulangnya juga masih aman tidak sampai melukai saraf-saraf disekitarnya. Ya semoga aja semua berjalan baik biar Naya nggak harus operasi." Niol menghela nafas dalam.
"Aamiin. Gue udah takut banget lihat kondisi Naya tadi Nat, apalagi tangannya juga nggak bisa digerakin." Natta tersenyum kecil menepuk-nepuk bahu Niol.
"Itu reaksi yang wajar, Naya dan tangannya shock setelah benturan jadi tangannya mati rasa. Ya udah lo masuk gih, gue mau ke kantin beli minuman." Pamit Natta.
Niol masuk ruang IGD. Terlihat Naya masih setengah berbaring di brangkar dengan dua orang suster yang sibuk memasang gips di tangan kanannya.
"Niol, lo kemana aja sih kok baru dateng?" Niol mengambil posisi berdiri di sebelah kiri Naya, mengusap puncak kepala adiknya.
"Sorry, tadi motornya Alex bermasalah. Udah dong jangan nangis, gue udah ada disini. Kata Natta tangan lo juga nggak parah kan?" Niol mengusap bulir di sekitar mata Naya.
"Tapi sakit banget Yol. Tangan gue juga mesti dibungkus kayak gini, gue jadi nggak bisa ngapa-ngapain dong." Niol melihat tangan Naya yang masih ditangani suster. Kalau Niol menyalahkan Naya karena kecerobohannya saat naik sepeda, pasti adiknya itu akan makin sedih. Sekarang saja mimik muka Naya sudah sangat memelas.
"Kan masih ada tangan kiri." Hibur Niol akhirnya.
"Tetap susah bang kalau pake satu tangan, gue juga biasa apa-apa pake tangan kanan."
"Oska bisa pake tangan kiri."
"Dia kan emang kidal."
"Ya udah ada gue ini yang bakal bantuin lo."
"Tapi nggak semua hal bisa lo bantu terutama urusan privasi gue. Lo udah kasih tau mama belum soal ini?" Niol menggeleng.
"Coba lo kasih tau mama deh Yol biar dia kesini."
"Enggak Nay."
"Kok enggak, kenapa? Gue juga anak mama Yol, emang cuma Oska doang yang butuh perhatian. Lo kalau sakit dikit juga langsung telfon mama, kenapa gue nggak boleh?"
"Bukannya nggak boleh, tapi..."
"Emang salah ya kalau gue pengen ditemenin mama pas sakit gini? Emang cuma anak laki-laki aja yang boleh diperhatiin mama?" Niol kembali melihat mata Naya sudah penuh dengan air.
"Baperan amat. Gue minta dokter bersihin otak lo sekalian aja ya biar nggak suudzon mulu. Sus, tolong..."
"Niol apaan sih?" Gadis itu menepis tangan kakaknya yang terulur, sedangkan kedua suster di ruangan itu hanya tersenyum. Perlahan tangan Niol terangkat untuk mengusap bulir bening di sekitar mata adiknya.
"Maksud gue itu nggak sekarang ngasih tau mamanya Nay tapi besok aja. Soalnya tadi pagi gue baru telfonan sama Oska, katanya mama lagi nggak enak badan." Naya langsung menatap kakaknya.
"Mama sakit?" Niol mengangguk.
"Kecapekan kayaknya. Katanya sepulang dari Singapura kemarin mama langsung meeting dadakan sama para staff villa sampe malam, eh tadi paginya langsung drop.... Makanya kurang-kurangin deh sifat negative thinking lo sama orang, apalagi sama mama sendiri." Naya menggigit bibir bawahnya sesaat.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATTALOVA
RomanceBersenang-senang menikmati masa muda adalah prinsip dari seorang Kanaya Lovandra saat ini Memikirkan masa depan sepertinya belum masuk agenda pribadinya Bagi gadis 22 tahun itu kuliah menjadi nomor kesekian Waktunya lebih banyak untuk main-main, pac...