"Mbak Nay mau makan siang pakai apa, mau mbak masakin atau mau beli aja?" Saat ini memang sudah siang dan Naya sedang menikmati semangkuk es krim sambil menonton DVD.
"Nggak usah mbak, katanya siang ini tante Ami mau datang nengokin sekalian bawa makanan buat aku."
"Kalau gitu mbak Sri tinggal nyuci dulu ya."
"Masukin laundry aja sih mbak, mbak Sri kan dari pagi udah ngurusin keperluan aku, pasti capek. Katanya ngurusin orang itu lebih capek loh dari pada ngurus rumah."
"Apalagi orangnya kayak mbak Nay ya?" Naya melebarkan mata, menoleh kearah mbak Sri yang sudah terkekeh.
"Pasti Niol yang bilang gitu." Kata Naya sambil mengangkat sendok es krim. Wanita paruh baya di depannya itu semakin terkekeh kemudian beranjak.
"Ya udah mbak mau nyuci dulu, tanggung kalau dilaundry, orang cuma sedikit."
"Gimana mbak Sri aja lah. Tapi sweater abu-abu yang ada disebelah bantal aku nyucinya hati-hati ya mbak. Dan harus wangi." Mbak Sri membawa keluar baju-baju kotor Naya termasuk sweater yang disebutkan gadis itu.
"Memangnya ini sweater punya siapa mbak? Perasaan mas El nggak punya sweater kayak gini."
"Kalau punya Niol aku juga bodo amat mau wangi apa enggak."
"Kalau bukan punya mas El, pasti punya mas ganteng yang tadi pagi datang kesini ya. Dia siapanya mbak Nay, pacar?"
"Ya gitu deh." Jawab Naya santai.
Mbak Sri hanya tersenyum menggeleng sambil berlalu meninggalkan Naya sendiri di ruang TV. Gadis itu tertegun setelah meletakkan sendok es krim, obrolan sekilas dengan mbak Sri ternyata mengingatkan Naya pada Natta.
"Nanti malam Natta jadi kesini nggak ya?" Naya meraih ponsel dengan tangan kiri. Ya, untuk saat ini memang cuma tangan kirinya yang berfungsi lebih banyak.
Naya membuka ruang obrolannya dengan Natta, tidak ada chat yang berarti disana. Chat terakhir mereka sudah satu bulan yang lalu saat Naya mengajak Natta ketemuan untuk mengembalikan jaket dan berakhir dengan kejadian memalukan dimana perasaan Naya ditolak Natta.
Naya mengetikkan sesuatu, kemudian dihapus lagi. Bukan hanya karena typo efek mengetik pakai tangan kiri, tapi ada keraguan di hati Naya. Bahkan sampai beberapa kali dia melakukan itu.
"Kesannya murahan banget nggak sih kalau gue chat duluan?" Naya bukannya lupa dulu pernah chat Natta duluan dengan basa basi bahas jaket, tapi untuk saat ini dia tidak mau terlalu terlihat mengejar Natta. Naya mau bersikap stay cool, biarkan saja Natta yang berusaha mendekatinya. Tapi Natta ini beda sama cowok lain, jangankan keluarin jurus modus buat deketin lewat telfon-telfon tidak penting, chat tanya kabar saja tidak pernah.
Natta sepertinya lebih suka langsung mendekati Naya dengan tindakan, seperti tadi pagi. Tapi kalau harus menunggu sampai malam, rasanya Naya tidak sabar kalau sudah kepikiran seperti ini. Ah setiap kali membahas Natta pasti Naya kebanyakan 'tapi' untuk pembenaran pemikirannya.
"Bodo ah, dari pada gue mati penasaran mending chat aja, nggak rugi ini." Begitulah Naya, selalu tidak tahan kalau menahan sesuatu yang mengganjal di hatinya. Naya menaruh ponsel di paha untuk memudahkannya mengetik dengan tangan kiri.
Kanaya :
Nanti malam Natta jadi ke apartemen?
Naya meletakkan ponselnya begitu saja. Pasti Natta lama balesnya, begitu pikir Naya.
Ting.
Naya hampir tersedak es krim mendengar suara notif dari ponsel, terlebih melihat nama pengirimnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATTALOVA
RomanceBersenang-senang menikmati masa muda adalah prinsip dari seorang Kanaya Lovandra saat ini Memikirkan masa depan sepertinya belum masuk agenda pribadinya Bagi gadis 22 tahun itu kuliah menjadi nomor kesekian Waktunya lebih banyak untuk main-main, pac...