"Hari ini kalian mau ditemenin Daddy ngapain?"
"Berenang."
"Gambar."
Seva dan Sena saling berpandangan karena tidak kompak. Natta memandangi keduanya bergantian.
"Kok nggak kompak. Jadi, mau yang mana?"
"Berenang, Daddy."
"Seva mau gambar."
Sena menoleh cepat. "Berenang aja, Seva. Uncle Oka bilang berenang bisa bikin tinggi."
"Kamu aja. Aku nggak mau. Panas." Seva membawa mainan T-Rex berlalu begitu saja meninggalkan ruang TV.
"Sevaaaa~"
Natta menarik tubuh satu anaknya ke pangkuan. Si kembar memang sudah ikut les berenang sejak usianya 10 bulan. Mereka sudah bisa berenang sendiri di kolam dewasa saat umur empat tahun. Dan kegiatan itu menjadi olahraga favorit mereka.
"Gimana kalau berenangnya nanti sore? Sekarang kita menggambar dulu."
"Tapi, Sena pengen sekarang."
Natta melihat jam dinding lalu ke arah kolam renang. "Seva benar, di luar udah panas, nanti kamu bisa gosong."
"Pokoknya mau sekarang."
Natta langsung menangkap Sena yang siap kabur. "Jangan gitu dong, Sayang. Sini dengerin Daddy. Sena inget nggak waktu itu pernah bilang kalau ngelakuin sesuatu harus bareng sama Seva." Anak itu hanya memandangi ayahnya. "Sekarang Seva lagi mau gambar, Sena ikut gambar juga, ya."
"Sena akan tarik tangan Seva biar mau. Sena pengen berenang banget, Daddy. Pliisssss~"
Natta terkekeh melihat tangan mungil itu bersatu, memohon dengan wajah memelas. "Itu namanya pemaksaan, nggak boleh. Kemarin 'kan Seva udah ngalah ikut pilihan kamu mandi bola di mall dari pada pergi ke rumah Dedek Elka. Sekarang gantian dong Sena yang ngalah."
Sena cemberut. "Berarti Sena nggak boleh berenang?"
"Bukan nggak boleh, tapi ditunda. Nanti sore 'kan udah nggak panas, pasti Seva mau diajak berenang. Kita ajak Dedek Elka sama Uncle Niol juga, gimana? Kalau berenangnya rame-rame pasti lebih seru."
Kening Sena berkerut-kerut, sepertinya dia sedang mencerna ucapan ayahnya.
"Selama kita menggambar, Daddy akan suruh Pak Rahman beli bola warna-warni biar kolamnya banyak mainan. Mau?"
Sena tersenyum sumringah. "Sama bebek-bebekan juga? Pistol air, pelampung gambar dolpin."
"Oke."
"Yeeeee~ ya udah, kalau gitu sekarang Sena mau gambar." Anak itu melepaskan diri dari kuncian ayahnya, berlari menaiki tangga. "Sevaaaa~ aku pinjem crayon warna cokelat. Punyaku patah kemaren dipake nimpuk semut yang gigit Mommy."
Natta mendesah. Punya anak kembar memang menyenangkan, ramai dan menghibur, tapi tetap bikin pusing kalau sedang tidak kompak seperti ini. Semakin besar wajah mereka semakin mirip, namun karakternya berbeda jauh, keinginannya sering tidak sejalan. Seva yang lempeng, peka, sering mengalah, tapi keras kepala. Sena yang berisik, ngeyel, humoris dan jahil.
Kadang-kadang Natta sempat berpikir, apa dulu Agam juga serepot ini saat mengurus dirinya?
Terlepas dari perbedaan karakter keduanya, ada satu hal yang akan membuat mereka kompak tanpa perlu kompromi, yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan ibunya. Si kembar yang manja akan berubah menjadi galak jika Naya kenapa-kenapa. Lihat sendiri, semut pun Sena uber-uber karena sudah berani menggigit ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATTALOVA
RomanceBersenang-senang menikmati masa muda adalah prinsip dari seorang Kanaya Lovandra saat ini Memikirkan masa depan sepertinya belum masuk agenda pribadinya Bagi gadis 22 tahun itu kuliah menjadi nomor kesekian Waktunya lebih banyak untuk main-main, pac...