Edward duduk di sofa menghadap pintu kamar, kakinya menyilang dan kedua tangannya terlipat di dada. Senyuman yang tadi terukir saat melihat gadis B25 yang sekarang berinisial B1 mulai pudar dan berganti hembusan napas panjang. B1 masih berdiri memegang pintu dan sebelah tangannya memukul jidatnya sendiri.
Setelah malam yang mereka lalui, Edward hanya menginginkan B25 saat memutuskan pergi ke sana. Dia hampir kecewa ketika pria berdasi kupu-kupu mengatakan tidak bisa lagi dilayani oleh B25 sesuai permintaan khususnya. Tapi takdir berkata lain, perasaan senang menyelimuti Edward saat melihat gadis itu di balik pintu, tapi tidak dengannya. Ekspresi dan tingkahnya saat ini menunjukkan bahwa Edward bukan orang yang diinginkannya.
"Kamu bohong." Edward bersuara karena May masih memegang pintu dan membelakanginya setelah beberapa menit terlewatkan.
"Apa maksudmu?" Tanya May menoleh ke arah Edward hingga pintu yang terlepas dari tangannya tertutup otomatis.
Edward tidak berkedip beberapa detik melihat May bergerak ke arahnya. Walaupun dia telah melihatnya telanjang dan menyentuh seluruh permukaan kulitnya, Edward masih tersihir pesona lekuk tubuhnya yang memperlihatkan belahan dada dan paha jenjangnya.
"Ganti shift tidak dibolehkan."
"Kenapa tidak mengajukan komplain?" Tanya May sambil duduk di sofa depan Edward. Saat dia menyilangkan kakinya, ujung dress-nya makin naik hingga dia harus menutupi pahanya dengan bantal kecil.
"Kamu bekerja dengan baik." Edward menatap dalam mata May, "tapi kurang memuaskan," lanjutnya diikuti seringaian sinis.
"Lalu kenapa kamu sekarang di sini?" May sedikit tersinggung mendengar jawaban Edward.
"Hanya kebetulan. Aku tidak bisa lagi menemui B25 karena hanya sekali layanan, dan si pria berdasi kupu-kupu bilang syarat seperti itu hanya dilakukan oleh B1 dan B25 jadi apa salahnya mencoba B1."
"Kenapa kamu ingin bertemu B25 lagi?" Tanya May. Senyum mengejek tersungging di bibirnya karena jawaban Edward menunjukkan sebaliknya. "Bukankah pekerjaannya tidak memuaskan? Karena tidak itu maka aku akan pergi."
May berdiri mengambil tas kecilnya di meja namun belum sempat dia melangkah Edward menarik pergelangan tangannya, refleks May berusaha melepaskannya tapi gagal.
"Kamu tetap di sini!"
"Tidak!"
"Jika pergi, kamu akan kehilangan pekerjaannmu."
"Aku tidak perduli."
Edward melepaskan pergelangan tangan May lalu mengacak rambutnya frustrasi. Semakin May menghindarinya, semakin dia ingin perempuan itu di sisinya. Emosi dan kesal di dadanya tidak pernah seperti ini. Penolakan May membuat perasaannya semakin penasaran dan bergairah.
May yang melihat Edward lengah melangkahkan kakinya menjauh. Dia memutuskan pensiun dini dari pekerjaan ini sebelum gelar sarjananya kelar. Ya, memang beberapa bulan lebih cepat dari perencanaannya tapi itu akan lebih baik daripada terus berhadapan dengan lelaki seperti Edward. Sebelum tangan May meraih gagang pintu, Edward menyeretnya ke tempat tidur lalu menghempaskannya.
"Kenapa kamu selalu bersikap seperti ini padaku?" Tanya Edward marah mengunci tubuh May yang terlentang di bawahnya di antara kedua lengannya.
"Sejak pertama aku tidak mau denganmu, dan sekarang aku tetap tidak ingin bercinta dengan pria yang sama."
"Kamu kira aku pernah tidur dengan wanita yang sama untuk yang kedua kalinya? Tidak. Aku tidak pernah melakukannya." Edward mendekatkan bibirnya ke telinga May yang mencoba menghindar tapi malah tidak bisa bergerak samasekali, "tapi aku sangat ingin melakukannya denganmu. Gemuruh di dadaku menginginkanmu. Setiap kamu mengabaikanku malah membuatku bergairah. Aku tidak tahu apa itu tapi yang jelas aku pastikan kamu jadi milikku sampai perasaan itu hilang."
Kilatan amarah di mata May mendengar kata-kata Edward, lelaki yang tidak dia tahu namanya itu jelas merendahkannya. Dengan sekuat tenaga dia meronta dan memukul dada Edward. Hanya dengan tangan kanan, Edward mampu menahan kedua tangan May di atas kepalanya sedangkan pahanya menahan kaki May.
"Lepaskan!" Teriak May. Edward makin memegangnya erat. "Tanganku akan patah jika peganganmu seperti itu," rintih May kesakitan.
"Aku tidak peduli," kata Edward. "Aku bahkan akan mematahkan kakimu jika itu bisa membuatmu tetap di sini."
May tidak percaya apa yang didengarnya, "kamu sudah gila ya? Lepaskan!"
May masih berusaha bergerak tapi tubuhnya benar-benar terkunci oleh Edward. Perasaannya mulai pengap walaupun kamar itu menggunakan pendingin udara. Titik keringat kecil mulai keluar dari pori-porinya.
Edward menikmati wajah panik May. Perasaan panas karena dempetan tubuh mereka dan dada May yang naik turun dengan cepat karena mulai sesak napas membuat jantung Edward makin berdetak kencang. Tangannya gatal ingin membebaskan dua gumpalan daging empuk di dada May dari ketatnya dress yang dikenakannya.
"Tanganku sakit, lepaskan! Rasanya sakit seka...." Edward membekap mulut May dengan bibirnya. Dia melepaskan tangan May lalu memegang rahangnya menyesuaikan posisi mulut mereka. Edward terus mempermainkan lidah May dan melumat bibir bawahnya tanpa perduli May yang kesulitan bernapas.
Suara napas mereka bersahutan saat Edward melepaskan ciumannya. Melihat tatapan benci di mata May membuatnya menyisipkan rambut May yang menutupi wajahnya ke belakang. Edward selalu terhipnotis dengan mata itu, meski saat melotot pun tetap terlihat indah.
"Aku akan menahannya," ucap Edward saat durasi napas mereka perlahan normal. "Aku hanya ingin tidur denganmu, hanya TIDUR." Dia menekankan satu kata itu.
May tidak mengindahkannya, dia berusaha mengangkat kakinya yang masih dijepit paha Edward. May berhenti saat usahanya malah mengenai pangkal paha Edward.
"Kamu merasakannya, kan? Aku sangat siap melakukannya." Edward tersenyum melihat wajah tersipu May. "Tapi jika kamu tetap melawanku, aku akan memaksamu tidak perduli kamu terluka atau tidak. Jadi, jangan lakukan apapun."
Setelah melihat anggukan May, Edward melepaskannya. Dia bisa melihat paha May yang memerah namun segera mengalihkan perhatiannya saat May menutupnya dengan selimut.
"Kemarilah." Edward menepuk dua kali bantal di sampingnya lalu membuka beberapa kancing kemejanya.
"Tidak, kamu tidur duluan," kata May Ragu. Tapi melihat tarikan napas berat Edward, May berubah pikiran. "Baiklah," katanya kemudian.
Edward memeluk May saat berbaring di sampingnya, kepala May disandarkan di dadanya.
"Jangan pergi sebelum aku bangun, aku akan membuatmu menanggung akibatnya jika melakukannya," bisik Edward.
"Bisakah kamu tidak mengancamku?" May menjauhkan tubuhnya dari pelukan Edward.
"Tidak." Edward kembali memeluknya, "kamu telah melakukannya sekali dan tidak akan kubiarkan yang kedua kalinya," kata Edward memejamkan matanya. Pelukannya semakin erat karena dia ingin memastikan sesuatu saat May di dekatnya.
*** 19/09/2018 ***
Yuhu..., udah masuk part 5.
Ada yang ngikutin kisah EMay, nggak?
Atau
cuman numpang lewat?
T_TApa pun itu, vote & comment ya biar aku semangat lanjut ceritanya.
Happy reading, guys.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Love & Obsession
General FictionEROTIC MATURE (21+) Niatnya hanya bersenang-senang tapi malah menyiksa diri. Dia, perempuan yang kupilih secara acak, hanya untuk semalam, menjadi mimpi buruk bagiku jika tidak memilikinya. Dia harus memilih, tersiksa di sisiku atau mati di sisi ora...